Kemhan: Prabowo akan Mengunjungi AS

Sebelumnya Menhan Prabowo pernah ditolak masuk ke Amerika Serikat karena tuduhan keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia.
Tia Asmara
2020.10.08
Jakarta
201008_ID_Prabowo_1000.jpg Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melambaikan tangan saat pengumuman anggota Kabinet Indonesia Maju dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, di Istana Merdeka, Jakarta, 23 Oktober 2019.
AFP

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dijadwalkan mengunjungi Amerika Serikat pekan depan untuk memenuhi undangan pemerintah Amerika Serikat (AS), demikian disampaikan juru bicara Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, Kamis (10/8).

Dahnil mengatakan kunjungan Prabowo pada 15-19 Oktober adalah untuk memenuhi undangan Menteri Pertahanan AS Mike Esper.

Kunjungan ini akan menjadi yang pertama kali bagi Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan dalam dua dekade terakhir setelah ia dilaporkan dua kali ditolak masuk ke AS dengan alasan tuduhan keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau.

“Kunjungan ini merupakan upaya untuk melanjutkan pembicaraan detail terkait kerjasama bilateral bidang pertahanan,” ujar Dahnil.

Prabowo pernah mengungkapkan bahwa ia ditolak masuk ke AS pada 2000 saat akan menghadiri wisuda anaknya, Didit Hediprasetyo di salah satu universitas di Boston, tapi tidak merinci alasannya.

Menurut seorang sumber dari Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip dari situs berita Amerika Serikat, Politico, pada Selasa (6/10) lalu, Prabowo akan berkunjung ke AS pada pertengan bulan ini.

Namun demikian, sumber menolak berkomentar lebih lanjut terkait pemberian visa karena menyangkut kerahasiaan seseorang.

Kedutaan Besar AS di Jakarta tidak berkomentar terkait pemberian visa terhadap Prabowo.

BenarNews berusaha menghubungi Departemen Luar Negeri AS dan Departemen Pertahanan AS namun tidak mendapat respons segera.

Prabowo diduga masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia semasa tugasnya sebagai komandan Kopassus di Timor Timur saat masih menjadi wilayah Indonesia.

Selain itu, Prabowo Subianto dituding tersangkut kerusuhan dan penculikan aktivis pada Mei 1998.

Washington memutuskan hubungan dengan Komado Pasukan Khusus (Kopassus) pada tahun 1999 atas tuduhan bahwa pasukan yang pernah dipimpin Prabowo itu telah membunuh warga sipil dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia tidak hanya di Timor Timur, tetapi juga di Aceh dan Papua. Namun keputusan itu dicabut pada 2010.

Pada tahun 1998, Prabowo diberhentikan dari jabatan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) di masa-masa akhir rezim Soeharto karena perannya dalam penculikan aktivis politik, demikian laporan The Wall Street Journal.

AS menolak visa Prabowo pada tahun 2000, tanpa alasan jelas. Namun, laporan New York Times pada Maret 2014 menyebut Washington sempat menjauhkan diri dari para pendukung mantan Presiden Soeharto pasca-kejatuhan rezim Orde Baru.

Dalam wawancara dengan Reuters, Prabowo mengatakan, ia masih ditolak masuk ke AS pada 2012. Sumber Reuters menyebut penolakan terhadap Prabowo terkait dugaan kerusuhan Mei 1998 dan penculikan aktivis mahasiswa. Prabowo membantah semua tuduhan itu.

Arti penting

Peneliti keamanan internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M. Riefki Muna mengatakan keputusan Esper untuk mengundang Prabowo tersebut memiliki arti geopolitik yang penting selain juga karena urgensi hubungan bilateral pertahanan.

“Sebagai negara di kawasan yang paling masif secara geografis dan penduduk di Asia Tenggara, maka peran Indonesia di kawasan sangat diperlukan. Karena itu, kedekatan hubungan termasuk military-to-military menjadi krusial,” ujar Riefki kepada BenarNews.

“Melihat perkembangan persaingan kekuatan antara AS-China, terutama ketegangan di Laut China Selatan, maka posisi geografis Indonesia dan kalkulasi militer di Laut China Selatan menjadi semakin penting bagi AS, ujar dia.

Ia berharap, Indonesia bisa mempererat kerjasama pertahanan dengan meningkatkan kerjasama pendidikan dan training militer (IMET) dari berbagai kecabangan yang sempat terputus.

“Kemudian pengembangan kekuatan Alutsista yang diperlukan dan sesuai dengan kebutuhan Indonesia, serta kerjasama pengembangan teknologi militer. Selain itu, pengembangan kerjasama untuk cyber defense perlu untuk ditingkatkan untuk mengantisipasi masa depan keamanan nasional di era teknologi baru,” ujar dia.

Laut China Selatan

Hal senada dikatakan pakar pertahanan dan keamanan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Yohannes Sulaiman. Menurutnya, Amerika Serikat sangat menginginkan sekali kerjasama dan dukungan Indonesia dalam masalah Laut China Selatan.

“Indonesia itu negara penting, posisi kita sangat strategis. Sementara Amerika Serikat dalam posisi khawatir akan kebangkitan China terkait konflik di Asia Timur dan Asia Tenggara, AS khawatir Indonesia terlalu dekat dengan China,”ujar dia.

Oleh karenanya, ujar dia, kerjasama keamanan sangat dibutuhkan antar dua negara, terlebih mengingat Prabowo Subianto sudah menjadi Menteri Pertahanan. “Mau ga mau, ini masalah cepat atau lambat saja blacklist tersebut dicabut, mau bagaimana lagi kan sudah jadi Menhan,” ujar dia.

Beberapa kerjasama yang bisa dilakukan kedua negara antara lain kerjasama dalam bidang pendidikan.

Diketahui, ujar dia pada 1999 AS juga menghentikan kerja sama dalam bidang persenjataan dan pelatihan bagi TNI, khususnya Kopassus

“Sejak di embargo, banyak tentara di blacklist untuk masuk sana, sementara sekolah sangat penting untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia yang masih sangat kurang,” ujar dia.

Selain itu, ujar dia, Indonesia perlu menjalin trust building dengan Amerika Serikat karena kekhawatiran Indonesia lebih dekat ke Cina dalam pemerintahan Joko Widodo.

“Sebaiknya lebih dulu meningkatkan rasa percaya Amerika Serikat kalau Indonesia masih membutuhkan bantuan AS dalam perdamaian di kawasan,” ujar dia.

Sementara itu, pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah menyarankan untuk memastikan visa Prabowo bisa benar-benar keluar.

“Jangan sampai nanti ada pembatalan lagi seperti kasus Panglima Gatot Nurmantyo yang dicekal terbang ke AS. saat sudah di bandara,” kata Rezasyah kepada BenarNews, merujuk kepada kejadian tahun 2017, ketika pimpinan TNI itu dicekal untuk masuk ke Amerika.

“Pejabat Indonesia juga harus diperlakukan secara terhormat dan bermartabat dari saat tiba hingga pulang sama seperti pejabat AS yang berkunjung ke sini,” ujar dia.

Menurutnya, isu regional juga akan dibicarakan kedua negara seperti suasana panas di Laut Cina Selatan, namun tidak secara terang-terangan.

“Apa yang bisa dilakukan AS untuk membantu dalam konflik di sekitar Laut Natuna Utara,” ujar dia.

“Indonesia juga perlu membangun kekuatan di Natuna dengan kerjasama fasilitas radar, infrastruktur dan komunikasi antara AL dan kapal sipil untuk menjaga Laut Natuna Utara,” ujar dia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.