Pembekalan gaya militer kabinet Prabowo picu kekhawatiran kembalinya “Dwifungsi ABRI”

Revisi UU TNI dikhawatirkan akan memberi jalan bagi militer dalam fungsi sipil seperti jaman Suharto.
Pizaro Gozali Idrus dan Arie Firdaus
2024.10.31
Jakarta
Pembekalan gaya militer kabinet Prabowo picu kekhawatiran kembalinya “Dwifungsi ABRI” Presiden Prabowo Subianto (depan) didampingi di belakanganya oleh (dari kiri) Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri), Kepala TNI Agus Subiyanto, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo di Akademi Militer Indonesia di Magelang, Jawa Tengah, 25 Oktober 2024.
Istana Kepresidenan/AFP

Retret kabinet selama tiga hari yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto di Akademi Militer di Magelang, di Jawa Tengah, baru-baru ini memunculkan kekhawatiran publik akan kembalinya “dwifungsi” tentara, terutama terkait rencana perluasan peran militer di bawah revisi undang-undang TNI.

Para analis menilai keputusan Prabowo menerbangkan anggota Kabinet Merah-Putih menggunakan pesawat Hercules, menempatkan mereka di barak, dan mengenakan seragam militer, ingin mengembalikan peran TNI dalam pemerintahan, seperti dalam doktrin “Dwifungsi ABRI” di era Presiden Suharto.

Pembekalan (bergaya militer) itu menjadi simbol bahwa rezim Prabowo lebih mengedepankan pola-pola militerisme dalam penyelenggaraan pemerintah,” ujar Al Araf, pengamat militer sekaligus advokat hak asasi manusia dari Centra Initiative, kepada BenarNews, yang juga menyinggung rencana revisi UU TNI yang memperluas peran militer.

Namun, pihak pemerintah membantah tuduhan tersebut, dengan menegaskan bahwa tujuan utama dari pembekalan tersebut semata untuk memperkuat kesatuan di antara para menteri dan pejabat lainnya yang berasal dari latar belakang yang beragam.

“(Pembekalan ini) untuk memperkuat bonding di antara anggota kabinet. Mereka berasal dari beragam latar belakang dan asal daerah,” kata Hasan Nasbi, kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, kepada BenarNews.

Hasan menambahkan bahwa tujuan retret adalah untuk menyelaraskan visi dan misi kabinet, serta bisa saling mengenal dan memperkuat chemistry di antara sesama menteri dan wakil menteri serta pejabat lainnya.

“Organisasi pemerintahan yang loyal, disiplin, terorganisir dengan  rapi harus terus diterapkan, kata Hasan.

Dalam pidato pembukaan acara pembekalan tersebut Jumat pekan lalu, Presiden Prabowo menjelaskan bahwa acara tersebut bukan dimaksudkan untuk memaksakan pola pikir militeristik pada anggota kabinet, melainkan untuk melatih mereka dengan pendekatan militer.

"Saya tidak bermaksud membuat kalian semua menjadi militeristik—bukan itu tujuannya. Ini tentang ‘military way’,” kata Prabowo.

Penjelasan Prabowo tersebut tidak meyakinkan Beni Sukadis, pengamat militer di Marapi Consulting, yang berpendapat bahwa keputusan-keputusan kabinet Presiden Prabowo memperlihatkan sebaliknya.

Presiden Prabowo Subianto (tengah) dan para anggota Kabinet Merah Putih ikut latihan baris-berbaris dalam kegiatan pembekalan di Akademi Militer Magelang di Jawa Tengah, 26 Oktober 2024. [Istana Kepresidenan Indonesia/AFP]
Presiden Prabowo Subianto (tengah) dan para anggota Kabinet Merah Putih ikut latihan baris-berbaris dalam kegiatan pembekalan di Akademi Militer Magelang di Jawa Tengah, 26 Oktober 2024. [Istana Kepresidenan Indonesia/AFP]

Kontroversi Sekretaris Kabinet Mayor Teddy

Beni mengatakan pengangkatan ajudan Prabowo, Mayor Teddy Indra Wijaya, sebagai sekretaris kabinet tanpa mengundurkan diri dari dinas militer adalah contoh bagaimana Prabowo ingin mengaplikasikan kembali Dwifungsi ABRI. Ia menegaskan hal ini adalah melanggar Undang-Undang TNI nomor 34 tahun 2004, karena posisi tersebut seharusnya diduduki aparat sipil.

Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Suharto, tentara dan polisi menjalankan peran ganda – baik militer dan sipil, dengan apa yang disebut Dwifungsi ABRI. Sistem ini berhasil mendukung kepemimpinan otoriter Suharto selama 32 tahun, hingga demonstrasi besar-besaran dimotori oleh aktivis pro-demokrasi pada 1998 menyusul kerusuhan di berbagai pelosok di Indonesia kala itu memaksa jenderal purnawirawan tersebut lengser.

Turunnya Suharto menandai dimulainya era reformasi menuju pemerintahan demokratis di Tanah Air serta mengakhiri praktik peran ganda militer di ranah sipil.

Mahasiswa pengunjuk rasa membuat grafiti bertuliskan "Gantung Suharto, Cabut Dwi Fungsi ABRI/Polri" di dekat kediaman mantan presiden Suharto di Jakarta, 20 Mei 2000, memperingati dua tahun kejatuhannya, dan menuntut agar mantan presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu diadili. [Oka Budhi/AFP]
Mahasiswa pengunjuk rasa membuat grafiti bertuliskan "Gantung Suharto, Cabut Dwi Fungsi ABRI/Polri" di dekat kediaman mantan presiden Suharto di Jakarta, 20 Mei 2000, memperingati dua tahun kejatuhannya, dan menuntut agar mantan presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu diadili. [Oka Budhi/AFP]

Senada dengan Beni, Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, menyatakan bahwa retret militer di Magelang itu merupakan sinyal jelas bahwa Prabowo bertujuan menormalisasi praktik sipil-militer di Indonesia.

Dimas juga sependapat dengan Beni, menegaskan bahwa penunjukan Mayor Teddy yang masih aktif di militer sebagai sekretaris kabinet—posisi yang seharusnya tidak dipegang oleh anggota militer aktif—menunjukkan upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI.

"Istilah ‘military way’ yang digunakan Prabowo hanyalah penghalusan kata. Maksud sebenarnya adalah kembali ke pendekatan militeristik,” ujarnya.

Namun, Hasan dari Kantor Komunikasi Kepresidenan menyatakan bahwa Teddy tidak perlu mundur dari TNI untuk penunjukannya sebagai sekretaris kabinet.

"Sesuai peraturan presiden terbaru, sekretaris kabinet adalah jabatan ASN (Aparatur Sipil Negara) eselon dua di bawah kementerian sekretariat negara,” jelas Hasan, menambahkan bahwa, seperti jabatan sekretaris militer, posisi ini dapat dipegang oleh personel militer aktif.

Namun, ujar Beni, Pasal 47(2) UU TNI tahun 2004 membatasi posisi militer hanya pada Kementerian Pertahanan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Lemhanas, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, dan Sekretaris Militer.

"Penunjukan Teddy dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum atau eksploitasi celah hukum, karena tidak secara eksplisit dibolehkan oleh UU TNI,” tambah Beni.

“Untuk memegang peran sipil, seharusnya dia mengundurkan diri atau pensiun dini.”

Para anggota Kabinet Merah Putih bersiap untuk makan malam dalam acara retret di Akademi Militer Magelang, 25 Oktober 2024. [Achmad Ibrahim/AP]
Para anggota Kabinet Merah Putih bersiap untuk makan malam dalam acara retret di Akademi Militer Magelang, 25 Oktober 2024. [Achmad Ibrahim/AP]

Revisi UU TNI

KontraS memprediksi bahwa praktik militeristik akan semakin kuat dalam beberapa tahun mendatang, terutama dengan revisi UU TNI yang sedang berlangsung di DPR.

Beni dari Marapi Consulting menambahkan bahwa Prabowo sudah menerapkan pendekatan militer dalam Partai Gerindra, termasuk pembentukan sayap semi-militer.

Namun, Beni berpendapat bahwa pendekatan militer ini mungkin tidak berhasil dalam pemerintahan, karena militer bergantung pada struktur top-down, sedangkan pemerintahan sipil cenderung bottom-up.

Badan legislatif DPR telah mengusulkan kembali revisi UU TNI, yang sebelumnya sempat tertunda pada masa Presiden Joko "Jokowi" Widodo akibat penolakan dari masyarakat, ujar Dave Laksono, anggota DPR dari Partai Golkar.

"(Tapi) belum ada pembahasan lagi," ujar Dave kepada BenarNews, seraya menambahkan bahwa DPR menunggu inisiatif pemerintah untuk menyerahkan drafnya.

Draf revisi UU TNI memungkinkan tentara aktif untuk menduduki posisi di kementerian atau lembaga yang membutuhkan keahlian mereka, sesuai kebijakan presiden, sehingga penempatan dapat melampaui posisi yang tercantum dalam UU TNI yang berlaku.

"Menempatkan personel militer dalam peran sipil sangat kontra-produktif terhadap profesionalisme TNI," kata Beni.

Ia menyatakan kekhawatirannya tentang potensi kembalinya Dwifungsi ABRI, di mana tentara aktif dapat menduduki posisi sipil tanpa landasan hukum yang kuat.

“Jika ini berlanjut, bisa memicu penyalahgunaan kewenangan dan ketidakstabilan dalam sistem pemerintahan,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa kasus Mayor Teddy menandai awal dari potensi pelanggaran hukum.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.