Potongan Tubuh Korban SJ-182 Ditemukan, Lokasi Kotak Hitam Terlacak
2021.01.10
Jakarta
Tim pencari pada Minggu (10/1) berhasil menemukan potongan tubuh, bagian pesawat dan lokasi dari dua sinyal yang dipancarkan oleh benda yang diduga kuat sebagai kotak hitam (black box) dari pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Laut Jawa, kata pejabat yang terlibat dalam operasi pencarian.
Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengatakan personil dibantu dengan tiga alat pencari (pinger locater) milik Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akan dikerahkan untuk mencari kotak hitam yang memuat rekaman percakapan terakhir pilot sebelum jatuhnya pesawat yang mengangkut 62 orang, Sabtu.
“TNI/Polri terus berupaya untuk mendapatkan black box yang posisinya juga diduga kuat adalah posisi black box yang kita cari. Terbukti dua sinyal yang dikeluarkan oleh black box bisa dipantau dan kita beri marking,” kata Hadi di Posko Terpadu JICT 2, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama black box bisa kita angkat, sehingga sebagai bahan KNKT untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan tersebut,” tambahnya.
Pada Minggu siang, Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta jajarannya untuk melakukan pencarian dan penyelidikan menyeluruh terhadap insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
“Kemarin sore dan tadi malam saya telah mendapatkan laporan dari Menteri Perhubungan mengenai musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya dengan kode penerbangan SJ-182 rute dari Jakarta menuju Pontianak di area Kepulauan Seribu,” kata Jokowi.
Jokowi menambahkan, pemerintah akan melakukan upaya terbaik dalam proses evakuasi korban SJ-182.
“Saya atas nama pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam atas terjadinya musibah ini,” kata Jokowi.
Ketua Sub-Komite Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengatakan timnya telah berhasil mendapatkan data mentah dari data radar pergerakan pesawat serta rekaman percakapan terakhir pilot dengan petugas air traffic control (ATC).
“Tim juga sudah melakukan wawancara dengan petugas lalu lintas udara yang kemarin bertugas mengendalikan penerbangan yang mengalami kecelakaan. Belum semuanya tuntas dilakukan. Untuk selanjutnya masih akan ada beberapa interview lanjutan,” katanya.
Direktur Operasi Basarnas, Brigjen Rasman, mengatakan misi pencarian bagian-bagian penting pesawat dan penumpang SJ-182 masih akan dilanjutkan selama 24 hari ke depan dengan menyesuaikan kondisi alam.
“Kalau gelap, tentu kita tidak mungkin bisa melaksanakan kegiatan penyelaman. Tetapi kapal-kapal bisa tetap melaksanakan kegiatan pencarian,” kata Rasman kepada wartawan di Tanjung Priok.
Pada misi pencarian hari pertama pasca-kecelakaan SJ-182, tim gabungan juga berhasil menemukan beberapa potongan tubuh yang dibagi ke dalam tujuh kantong jenazah. Potongan tubuh tersebut selanjutnya diserahkan kepada tim disaster victim identification (DVI) Mabes Polri untuk proses identifikasi, kata petugas Basarnas di lokasi.
Rasman tidak bisa mengatakan apakah ada kemungkinan penumpang yang selamat dari insiden tersebut. “Kita berdoa yang terbaik, apapun itu,” jawabnya singkat.
21 Sampel DNA
Sementara itu, Juru Bicara Kepolisian Indonesia Brigjen Rusdi Hartono mengatakan hingga Minggu sore, tim identifikasi di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta, telah menerima 21 sampel DNA dari keluarga korban SJ-182.
“Kami informasikan sampai saat ini tim telah menerima 21 sampel DNA, kemudian kantong jenazah sebanyak 7 kantong,” kata Rusdi.
Sebanyak 306 personel akan dilibatkan untuk mengidentifikasi jenazah korban yang bakal dimulai pada Senin esok. Rusdi turut meminta pihak keluarga korban yang belum menyerahkan sampel DNA untuk membawa serta berbagai dokumen terkait seperti ijazah dan kartu keluarga.
“Kami juga memohon kepada keluarga korban dapat membantu DVI untuk melaksanakan tugasnya. Keluarga korban bisa datang ke tempat-tempat yang telah dipersiapkan,” kata Rusdi.
Pesawat Sriwijaya berjenis Boeing 737-524 dengan nomor registrasi PK-CLC jatuh sekitar lima menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang pada Sabtu siang.
Pesawat itu hilang kontak pada pukul 14.40 WIB di posisi 11 nautical mile setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan hendak menambah ketinggian di 13.000 kaki, sebut laporan awal Kementerian Perhubungan. Pesawat kemudian mengalami penurunan ketinggian secara drastis dalam waktu satu menit.
Otoritas terkait belum menyimpulkan penyebab jatuhnya pesawat.
Peneliti Petir dan Atmosfer Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Deni Septiadi mengatakan pada saat pesawat hilang kontak, terdapat awan cumulonimbus dengan radius bentangan awan sekitar 15 kilometer dan suhu puncak awan mencapai -70 derajat Celsius.
“Pesawat pasti mengalami turbulence kuat ketika melewatinya,” kata Deni dalam keterangan tertulisnya Minggu.
Data observasi BMKG di Cengkareng, Tangerang, juga menunjukkan terjadinya curah hujan intensitas sedang hingga lebat yang disertai petir dengan jarak pandang 2 kilometer.
“Tetapi kondisi tersebut tetap layak untuk take off maupun landing,” kata Deni.
Keluarga korban
Sementara itu, ibu dari Angga Fernando Afrion, salah seorang penumpang pesawat Sriwijaya, sempat melarang anaknya untuk kembali ke Pontianak karena istrinya baru melahirkan anak.
Angga, yang berasal dari Padang, bekerja di Pontianak di kapal tongkang yang mengangkut batubara dan berada di Jakarta untuk menemani istrinya yang melahirkan anak pertama mereka pada 2 Januari lalu.
"Nggak usah kembali ke Kalimantan. Mama khawatir,” kata ibu Angga, Afrida, menirukan ucapannya dalam sambungan video call dengan putranya.
Meski sudah diketahui pesawat naas itu jatuh, namun keluarga besar Angga masih menumpangkan harapan adanya keajaiban.
"Kami harap ada keajaiban. Adik kami bisa selamat," ucap Ibnu, sepupu dari Angga.
Keselamatan penerbangan
Situs aviasi flighradar24 mencatat pesawat Boeing 737-524 yang dipakai dalam penerbangan SJ-182 telah berusia 26 tahun.
Sebelum dioperasikan Sriwijaya Air, pesawat ini sempat dipakai oleh Continental Airlines pada 31 Mei 1994 dengan nomor registrasi N27610 kemudian oleh United Airlines pada 1 Oktober 2010 dengan nomer registrasi yang sama. Baru pada 9 April 2012, Sriwijaya Air mengoperasikan pesawat ini dengan nomor registrasi PK-CLC, tulis situs airfleets.net.
Pakar penerbangan Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati mengatakan meski pesawat itu sudah dipakai selama lebih dari dua dekade, namun tidak bisa langsung disimpulkan usia sebagai faktor penyebab kecelakaan.
Arista menekankan, selama pesawat rutin melakukan perawatan, maka usia tidak akan menjadi kendala dalam operasional penerbangan.
“Intinya tua tidak apa-apa, yang penting schedule perawatannya tidak ditawar-tawar. Pesawat itu juga masih banyak dipakai di Amerika Latin, Amerika Serikat, sebagian Eropa, Rusia, sampai sekarang,” kata Arista kepada BenarNews.
Dua tahun lalu, Boeing 737 Max milik maskapai Lion Air jatuh ke Laut Jawa, menewaskan 189 orang di dalamnya. Cacat desain dan kurangnya panduan bagi pilot pada fitur sistem penerbangan Boeing 737 tersebut disinyalir sebagai penyebab jatuhnya pesawat itu.
Pada Desember 2014, pesawat Airbus A320 yang dioperasikan Air Asia Indonesia dari Surabaya menuju Singapura juga jatuh di Laut Jawa. Insiden tersebut menewaskan 155 penumpang dan tujuh kru.
Arista berpendapat, rentetan insiden kecelakaan pesawat penumpang tersebut tidak bisa serta-merta disimpulkan bahwa sistem keselamatan penerbangan Indonesia mengkhawatirkan atau bahkan “memburuk”.
“Tidak bisa dibilang memburuk. Untuk insiden dua tahun lalu itu kan salah Boeing karena masalah software MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System)-nya yang mirip dengan kejadian Ethiopian Air. Boeing yang teledor,” kata Arista.
Dirinya menambahkan, sampai saat ini status keamanan penerbangan Indonesia yang diberikan oleh Badan Penerbangan AS (FAA) masih pada kategori 1 yang mengartikan pesawat-pesawat dari maskapai Indonesia masih memenuhi standar kelayakan terbang menuju AS dan Eropa.
“Semua maskapai Indonesia sekarang boleh masuk Eropa dan US kok, dan itu belum dicabut oleh FAA hingga sekarang. Yang terpenting pemerintah tetap tegas dan ketat dalam hal audit maintenance, cek lisensi teknisi juga random check ke lapangan,” tukasnya.
Sulthan Azzam di Padang, Sumatra Barat, berkontribusi pada artikel ini.