Dua Warga Tewas Diduga Jadi Korban Salah Tembak Petugas di Poso
2020.06.03
Palu

Ayah salah satu dari dua warga yang tewas dengan luka tembakan di Poso, Sulawesi Tengah menduga anaknya menjadi korban salah tembak petugas keamanan yang memburu militan di daerah itu.
Kedua warga yang bekerja sebagai petani kopi, Firman (17) dan Syarifudding (25) meninggal dunia dengan beberapa luka tembak di tubuh pada Selasa (02/06) di Desa Maranda, Kecamatan Poso Pesisir Utara, kata polisi dan ayah dari Firman, Daeng Mansur, Rabu (3/6).
Mansur mengatakan dia, Firman, Syarifudding dan tiga petani lainnya sedang berteduh karena hujan setelah memetik kopi ketika ada rentetan tembakan yang mengenai anaknya dan Syarifudding.
Usai penembakan, kelompok yang diduga anggota Satgas Operasi Tinombala muncul dari kebun.
“Tiba-tiba mereka muncul dan kami menduga mereka yang melakukan penembakan,” ujarnya kepada wartawan.
Satgas Tinombala merupakan gabungan anggota TNI dan Polri yang ditugasi untuk memburu anggota kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang beroperasi di hutan Poso dan sekitarnya.
MIT yang telah berbaiat kepada kelompok ekstrim Negara Islam (ISIS) ditengarai berada di belakang sejumlah aksi kriminal di wilayah itu termasuk sejumlah pembunuhan warga dengan pemenggalan kepala.
Polisi lakukan penyelidikan
Polri di Jakarta membenarkan adanya dua korban tewas karena penembakan di Poso, tapi tidak mengatakan siapa yang bertanggungjawab.
“Benar telah terjadi penembakan warga Poso Pesisir Utara pada hari Selasa, 2 Juni 2020, yang mengakibatkan dua warga meningeal dunia,” kata Kabag Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Jakarta.
“Saat ini tim Polda Sulteng bersama dengan Satgas Tinombala dan Polres Poso sedang melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan pendalaman, lokasinya berada di hutan,” katanya.
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto, mengatakan petugas masih melakukan penyelidikan.
Petugas sudah melakukan olah TKP dan melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi yang ada saat penembakan terjadi, katanya.
“Diharap teman-teman untuk tidak membuat kesimpulan dan menciptakan opini negatif sebelum adanya hasil penyelidikan,” kata Didik kepada BenarNews.
Sementara itu, Kapolres Poso AKBP Darno mengatakan visum sudah dilakukan terhadap jenazah Firman dan Syarifudding.
“Kami tetap mengawal dan menyelidiki kasus ini,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon dari Palu.
Darno juga meminta untuk tidak perspekulasi tentang peristiwa penembakan ini.
“Kita belum bisa sampaikan ini salah tembak karena proses penyelidikan itu berjalan. Tunggu saja hasilnya dalam waktu dekat akan disampaikan,” katanya.
Telah dimakamkan
Sementara itu Mansur mengatakan jenazah Firman dan Syarifudding telah menjalani proses identifikasi dan dimakamkan oleh pihak keluarga.
Berdasarkan penjelasan Mansur, Syarifudding langsung tewas di tempat setelah terkena peluru di bagian dada, sedangkan Firman sempat dievakuasi namun dalam perjalanan dia meninggal karena luka tambak di bagian leher.
“Saya melihat anak saya terkena tembakan dan masih dalam keadaan sadar kemudian saya berusaha menyelamatkan, namun nyawanya tidak bisa tertolong,” kata Mansur seusai memakamkan jenazah Firman.
Pelanggaran HAM
Tim Pembela Muslim Sulteng Andi Akbar mengatakan dia akan memonitor kasus itu, karena jika benar pelakunya adalah petugas keamanan, maka itu adalah pelanggaran hak asasi manusia.
“Pembunuhan di luar putusan pengadilan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan merupakan sebuah pelanggaran hukum acara pidana yang serius,” kata Akbar kepada BenarNews.
Orang yang baru diduga terlibat kejahatan mempunyai hak untuk dibawa ke persidangan dan mendapatkan peradilan yang adil guna membuktikan bahwa apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar, katanya.
“Hak-hak tersebut jelas tidak akan terpenuhi apabila para tersangka dihilangkan nyawanya sebelum proses peradilan dapat dimulai. Penuntutan terhadap perkara tersebut akan otomatis gugur karena pelaku meninggal dunia,” paparnya.
Akbar menyebutkan, tidak ada bukti kedua warga yang tewas melakukan tindak pidana terorisme.
Akbar mengajak masyarakat untuk meminta aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut dengan terang benderang dan seadil-adilnyanya.
“Satgas Tinombala harus dievaluasi. Kami juga mempertanyakan apakah mereka masih layak dikatakan sebagai institusi pelayan pelindung masyarakat, setelah banyak praktik extrajudicial killing yang mereka lakukan,” ujarnya.
Sepanjang tahun ini, polisi mengatakan mereka telah menangkap setidaknya 17 simpatisan yang ingin bergabung bersama MIT di bawah pimpinan Ali Kalora di hutan dan pegunungan Poso.
Polda Sulteng mengatakan pada akhir April bahwa jumlah buronan MIT yang tersisa saat ini tinggal 13 orang.