Kapolda: Jangan Ada Lagi Pertumpahan Darah di Poso
2016.08.31
Palu
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Kapolda Sulteng), Brigjen Pol. Rudy Sufahriadi, kembali mengimbau para anggota militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) untuk segera menyerahkan diri sehingga tidak ada lagi pertumpahan darah di Kabupaten Poso.
Dalam upaya mengajak 14 sisa anggota MIT yang masih bertahan di pegunungan, Polri menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan mengedepankan upaya persuasif.
"Intinya tidak ada lagi darah di Poso. Langkah ini kita jalani bersama dan mengutamakan upaya-upaya persuasif," ujar Rudy di Palu, Rabu 31 Agustus 2016.
Menurutnya, pendekatan kepada keluarga anggota MIT yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) juga diintensifkan.
Hal itu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa saat anggota MIT menyerahkan diri akan diperlakukan dengan baik, termasuk pemenuhan semua haknya.
"Pasti mereka akan kita berikan perlakuan baik. Entah mereka ditangkap saat operasi atau menyerahkan diri," ungkap Rudy.
Saat ini Operasi Tinombala masih dilangsungkan oleh pasukan TNI dan Polri yang masuk dalam Satuan Tugas (Satgas). Rudy berharap, sebelum operasi berakhir sisa DPO bisa tertangkap hidup atau menyerahkan diri.
"Semoga ini sesuai harapan. Lebih cepat mereka tertangkap atau turun gunung lebih baik. Tinggal bagaimana mereka menjalani proses hukum," imbuh Rudy.
Deradikalisasi
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., mengatakan program deradikalisasi akan diberikan kepada mereka yang tertangkap hidup atau menyerahkan diri di Poso.
Seluruh komponen masyarakat akan dilibatkan dalam proses deradikalisasi, bukan hanya ulama dan pihak terkait. Pemerintah daerah juga dilibatkan dalam deradikalisasi karena mereka tahu masalah dan karakteristik serta identifikasi masyarakat.
"Ini kita lakukan secara simultan, tidak dengan cara parsial, agar benar-benar terapinya pas kepada mereka yang terpapar radikal," kata Suhardi usai memberikan arahan tentang HAM kepada personel Satgas Tinombala 2016 di Palu.
Ia menyebutkan, sejauh ini upaya yang dilakukan TNI/Polri sudah baik, sehingga operasi terus dilanjutkan dengan tambahan upaya persuasif bersama sejumlah pihak, termasuk Komnas-HAM dan pemerintah daerah.
"Semoga apa yang kita harapkan bersama bisa terwujud dengan baik," ujar Suhardi.
Sambut baik
Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat, menyambut baik inisiatif melibatkan pihaknya untuk memastikan proses hukum terhadap anggota MIT sesuai aturan yang berlaku dan tidak terjadi pelanggaran HAM.
"Kami juga menyokong dan terus mendorong inisiatif pemerintah untuk mengembalikan kerugian-kerugian yang diderita masyarakat pasca konflik di Poso, termasuk mendukung perlakuan baik kepada para DPO yang tertangkap hidup," ujar Imdadun.
Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, berharap Operasi Tinombala di Poso segera berakhir agar seluruh masyarakat Sulteng, khususnya Poso, benar-benar hidup tenang tanpa ada gangguan keamanan.
"Insya Allah seluruh persoalan di Poso bisa cepat terselesaikan," katanya.
Seperti diketahui bahwa Operasi Tinombala yang digelar di Poso berlangsung hingga dua bulan ke depan meski pimpinan MIT, Santoso alias Abu Wardah sudah tewas ditembak pasukan TNI pada 18 Juli 2016.
Menyusul tewasnya Santoso, kekuatan MIT diyakini semakin melemah. Beberapa dari mereka ada yang sudah menyerahkan diri sehingga yang tersisa saat ini berjumlah 14 orang.
Di antara kelompok itu terdapat dua petinggi MIT yaitu Basri alias Bagong dan Ali Kalora. Selain itu, terdapat perempuan asal Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Poso. Mereka tidak lain adalah janda mujahidin Bima yang sudah dipersunting Basri dan Ali Kalora.
Sejak Operasi Tinombala 2016 dimulai 10 Januari lalu tercatat sudah 14 anggota MIT, termasuk enam militan suku etnis Uighur, tewas dan sejumlah lainnya ditangkap.
Sebelumnya dalam Operasi Camar tahun 2015, tujuh anggota MIT tewas dan 31 orang ditangkap.