Ratusan Politisi di Aceh Tak Mampu Baca Alquran

Ketua DPW NU Aceh menilai hal itu sebagai “memalukan dan memilukan.”
Nurdin Hasan
2018.07.27
Banda Aceh
180727_ID_Aceh_1000.jpg Seorang bakal calon anggota legislatif yang maju sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengikuti uji membaca Alquran di Banda Aceh, 21 Juli 2018.
Dok. KIP Aceh

Ratusan politisi yang hendak bertarung memperebutkan kursi parlemen tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Aceh pada pemilihan umum (Pemilu) 2019 tak mampu membaca Alquran sebagai salah satu syarat untuk ditetapkan jadi calon anggota legislatif (caleg).

Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Akmal Abzal, menyebutkan bahwa 119 dari 1.338 bakal caleg yang didaftarkan 20 partai politik (parpol) untuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) gugur.

“40 orang tidak mampu membaca Alquran dan 79 lainnya tak mengikuti tes,” katanya kepada BeritaBenar, Jumat, 27 Juli 2018.

Berbeda dengan provinsi lain, pemilu di Aceh diikuti 16 partai nasional dan empat partai lokal yaitu Partai Aceh (PA), Partai Nanggroe Aceh (PNA), Partai SIRA, dan Partai Daerah Aceh (PDA).

Keberadaan partai lokal di Aceh merupakan bagian perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2005, untuk mengakhiri konflik bersenjata 30 tahun yang menewaskan 25.000 orang.

Syarat mampu membaca Alquran diatur dalam Qanun (Peraturan Daerah) tahun 2008 Partai Politik Lokal Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kota/Kabupaten. Aturan itu mulai diterapkan sejak Pemilu 2009 lalu.

Dalam salah satu klausul disebutkan bakal caleg harus sanggup menjalankan Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) dan mampu membaca Alquran bagi politisi beragama Islam.

Calon kepala daerah yang ingin bertarung dalam Pilkada di Aceh dan beberapa jabatan publik juga harus mampu membaca Alquran.

Menurut Akmal, waktu yang diberikan penguji bagi setiap politisi sekitar lima menit dan yang dinilai kebenaran bacaan. Ketika bakal caleg membaca, tidak ada komentar atau koreksi dari penguji.

Dari 20 peserta pemilu, jelas Akmal, terdapat dua partai lokal dan empat partai nasional yang bakal calegnya lulus membaca Alquran 100 persen. Tapi, dia menolak menjelaskan nama-nama partai tersebut dengan alasan etika.

“KIP sudah menyurati partai politik yang bakal caleg tak lulus membaca Alquran untuk mengganti dengan politisi lain. Kami tunggu sampai akhir bulan ini. Nanti mereka akan dites baca Alquran,” tuturnya.

“Semua bakal caleg yang telah ikut baca Alquran dan dinyatakan tak mampu oleh dewan juri, tidak ada lagi peluang untuk diuji kembali. Uji susulan hanya dibuka untuk calon pengganti.”

Dia menambahkan untuk bakal caleg Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK), data yang diterimanya 177 orang tidak bisa membaca Alquran dan 921 tak ikut tes.

“Itu data sementara yang masuk dari 20 KIP kabupaten/kota dengan jumlah bakal caleg 9.343 orang. Masih ada tiga daerah yang melaksanakan uji baca Alquran,” jelasnya.

Jumlah politisi yang tidak mampu membaca Alquran di level kabupaten/kota bervariasi.

Yang paling banyak adalah di Kabupaten Bireuen dan Aceh Tamiang, masing-masing 27 bakal caleg. Sedangkan yang paling sedikit ada di Kabupaten Aceh Barat Daya sebanyak lima orang.

Tes internal

Seorang aktivis demokrasi Aceh, Raihal Fajri, menyatakan bahwa banyaknya bakal caleg tak lulus membaca Alquran menunjukkan sosok politisi yang diajukan memang tidak ada kapasitas.

Selain itu, “mekanisme rekrutmen partai ‘asal comot’ calon tanpa pengkaderan sehingga klausul penting yang sudah ditetapkan dalam aturan tidak bisa dipenuhi,” kata Direktur Katahati Institute itu kepada BeritaBenar.

Sekretaris Jenderal PA, Kamaruddin Abubakar, memastikan seluruh bakal caleg partainya yang maju sebagai anggota DPRA lulus baca Alquran karena “kami sudah melakukan tes di internal partai oleh ulama.”

“Kami juga melakukan interview terhadap mereka dan menguji cara berpidato,” katanya yang menambahkan bahwa ada beberapa bakal caleg yang tidak didaftarkan karena tak memenuhi syarat.

Hal senada dikatakan Sekretaris Partai Golkar Aceh, Syukri Rahmat, yang menyebutkan untuk tingkat provinsi ada dilakukan pengujian menjelang pendaftaran ke KIP.

“Yang tak lolos mengaji, langsung diganti,” katanya.

Sedangkan, Ketua Humas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aceh, Nourman Hidayat, mengaku partainya tidak melakukan uji baca Alquran secara internal karena semua kader sudah mampu membaca kitab suci umat Islam itu.

“PKS Aceh memang memilih bakal caleg yang teruji memiliki pemahaman agama dan ada standar pemahaman keislaman yang kita terapkan dalam penjaringan,” jelasnya.

Beberapa pimpinan partai politik lain yang diyakini bakal calegnya tidak bisa membaca Alquran ketika dihubungi tak menjawab panggilan.

‘Memalukan’

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nahdhatul Ulama (DPW NU) Aceh, Teungku Faisal Ali menilai banyaknya bakal caleg tidak mampu membaca Alquran adalah suatu fenomena “yang sangat memalukan dan memilukan.”

“Ini satu pukulan sangat berat bagi Aceh karena kita dilabelkan Serambi Makkah, agamis dan memberlakukan syariat Islam. Tapi inilah realita yang ada banyak caleg tak mampu membaca Alquran. Sangat memalukan dan sekaligus memilukan,” katanya.

Menurutnya, hal seperti itu tak perlu terjadi kalau partai politik lebih selektif dan serius memilih bakal caleg sebelum didaftarkan ke KIP.

“Harus ada program dan upaya memberantas buta huruf membaca Alquran. Masih ada waktu untuk belajar karena membaca Alquran bukan sekadar hanya ingin jadi caleg, tapi pedoman hidup setiap Muslim,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.