Pengamat: Partai Politik Baru Sulit Raih Kursi DPR
2018.08.03
Jakarta

Para pengamat politik mengatakan empat partai politik baru yang jadi peserta pemilihan umum 2019 akan sulit meraih kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena mereka kemungkinan tidak akan mampu memenuhi syarat perolehan suara empat persen dari suara sah nasional.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesian (LIPI), Indria Samego, menyatakan pada prinsipnya tidak mudah bagi partai baru untuk mendapat dukungan rakyat.
“Pemilih telah mengenal lebih jauh partai lama. Partai-partai baru ditunggu bedanya dengan partai lama, tapi tak ada. Jadi orang skeptis pada partai baru,” katanya kepada BeritaBenar, Jumat, 3 Agustus 2018.
“Mereka dinilai tidak berjuang untuk rakyat, tetapi hanya untuk mendapat kursi (DPR) saja padahal syarat yang ditetapkan undang-undang cukup berat.”
Empat partai baru yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilihan umum (pemilu) 17 April 2019 adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Berkarya, dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda).
Selain itu, ada 12 partai lama yang juga menjadi peserta pemilu.
Dalam pemilu yang juga untuk memilih presiden dan wakil presiden, parliamentary threshold atau ambang batas parlemen bagi parpol agar dapat lolos ke DPR RI seperti diamanatkan dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu adalah 4 persen dari total suara sah nasional.
Parpol yang tidak memperoleh minimal 4 persen suara dalam pemilu nanti tidak berhak mendapat kursi parlemen, tapi aturan itu tidak berlaku untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Pada Pemilu 2014 lalu, ambang batas parlemen ditetapkan 3,5 persen. Dua dari 12 parpol peserta pemilu tidak mendapatkan kursi DPR RI yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) karena perolehan suara di bawah 3,5 persen.
“Masyarakat termasuk pemilih muda pun skeptis. Tidak berarti pemilih muda kagum dengan partai baru, tidak otomatis begitu. Pasti pemilih lebih percaya kepada partai yang sudah ikut pemilu,” tambah Indria.
Peneliti LIPI, Wasisto Raharjo Jati, menyatakan keempat partai baru belum memiliki program untuk menarik publik.
“Mereka berusaha mereplikasi program politik yang sudah ada menjadi program unggulan. Itu yang menurut saya kurang menarik minat publik,” katanya saat dihubungi.
Apalagi, tambahnya, hasil survei beberapa lembaga menggambarkan peta pemilih Indonesia lebih cendrung identik dengan partai tertentu.
“Sejak 2014, ada kecendrungan seseorang mengidentikkan diri sebagai pendukung kekuatan politik atau figur,” ujarnya.
Dia menambahkan sosialisasi yang dilakukan keempat partai baru juga masih kurang, seperti intensitas mereka muncul di media, kegiatan sosial atau hal lain untuk menarik minat publik.
“Partai baru menghadapi kekuatan infrastruktur partai yang sudah mapan. Yang ditawarkan Partai Berkarya, misalnya, lebih kurang sama dengan Golkar. Tapi senjata unggulan adalah romantisme Orde Baru,” ujar Wasisto.
“PSI, saya lihat melakukan banyak terobosan misalnya kepemimpinan kolektif dan suara anak muda. Namun suara mereka masih belum terlalu signifikan.”
Optimis
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PSI Tsamara Amany mengatakan pihaknya optimistis akan dapat meraih kursi DPR meski beberapa survei mengindikasikan partai baru berpeluang kecil untuk mendapat kursi parlemen.
“Kami belum bisa beriklan karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU melarang untuk beriklan, sementara kami sebagai partai politik baru harus mengejar popularitas,” katanya kepada BeritaBenar.
PSI, ujar Tsamara, yakin kalau popularitas naik, pasti berbanding lurus dengan elektabilitas.
“Artinya ketika orang mengetahui PSI, orang akan suka PSI,” ujarnya.
“Kami berharap kader-kader di daerah membantu menaikkan popularitas. Kami optimistis tahun depan, karena target kami masuk DPR.”
Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq dan Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar.
Menurut survei LIPI yang diumumkan Juli lalu, parpol baru diprediksikan akan meraih suara di bawah ambang batas parlemen yang ditetapkan UU.
Hasil survei yang digelar 19 April-5 Mei 2018 dengan total 2.100 responden menunjukkan Perindo meraih 2,6 persen suara pemilih, Partai Garuda 0,2 persen, PSI 0,2 persen dan Berkarya 0,2 persen.
Hasil hampir sama juga dirilis LSI LSI Denny JA dengan hasilnya Perindo meraih 2,3 persen, disusul Garuda 0,3 persen, PSI 0,1 persen, dan Partai Berkarya 0,1 persen.
Sedangkan survey yang dilakukan Poltracking Indonesia pada 27 Januari-3 Februari 2018 dengan 1.200 responden menempatkan Perindo dan PSI dengan suara masing-masing 2,1 persen. Poltracking tak memasukkan Partai Garuda dan Partai Berkarya dalam survei.
Ketiga lembaga survei itu sepakat partai lama akan tetap menduduki kursi di DPR. PDI Perjuangan pimpinan Megawati Soekarnoputri memimpin dengan rata-rata di atas 20 persen suara, yang kemudian disusul Golkar, Gerindra, PKB dan Demokrat.
Jika partai tersebut yang akan mengisi kursi DPR, Wasisto memperkirakan kebijakan ke depan sejalan dengan pemerintah kalau Joko “Jokowi” Widodo terpilih kembali sebagai presiden.
Sementara itu Indria mengatakan tak terlalu optimis akan ada perubahan kebijakan di DPR.
“Dari pemilu ke pemilu ya begitu-begitu aja. Paling kalau ada pergantian wajah baru. Apalagi kalau wajah baru yang tidak mengerti politik, sama saja. Kayak karnaval saja,” pungkasnya.