Polisi sita dua bom rakitan dari terduga militan di Yogyakarta

Pakar peringatkan polisi untuk waspadai serangan tidak terduga dari militan.
Nazarudin Latif
2023.01.23
Jakarta
Polisi sita dua bom rakitan dari terduga militan di Yogyakarta Dalam foto file tertanggal 29 Maret 2021 ini, polisi bersenjata berjaga di luar rumah tersangka militan dalam sebuah penggerebekan di Jakarta.
(Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso/via Reuters)

Polisi di Yogyakarta menyita dua bom rakitan dari seorang pria yang diduga anggota kelompok militan yang bersimpati terhadap ISIS, kata juru bicara kepolisian unit anti teror Detasemen Khusus (Densus) 88, Senin. 

Pria yang hanya didentifikasi AW ditangkap pada Minggu di sekitar Jalan Pendowoharjo, Kabupaten Sleman dan diduga anggota kelompok yang bernama Anshor Daulah (AD), kata Juru Bicara Densus 88 Kombes Aswin Siregar.

“Ada beberapa barang bukti (disita), di antaranya dua buah bom rakitan yang sudah jadi dan bahan-bahannya,” kata Aswin pada wartawan di Jakarta.

Menurut polisi AW berniat melakukan serangan dengan menggunakan dua bom rakitan tersebut, namun polisi belum bisa mengungkapkan di mana lokasi target serangan.

“(Target) masih kami dalami,” ujar dia.

AW sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek online dan tinggal bersama orang tua serta adiknya, kata Aswin.

Menurut polisi, AW sempat menjalani hukuman pidana di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dalam kasus narkotika dan bebas pada 2020.

“Kemungkinan dia (anggota) Anshor Daulah, direkrut oleh salah satu (anggota) jaringan yang berada satu sel dengan AW selama di LP Nusakambangan,” lanjut Aswin.

Juru bicara Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan AW kerap memposting konten pro-ISIS di media sosial.

“AW merupakan simpatisan ISIS yang aktif memposting gambar dan video propaganda ISIS di media sosial serta memposting seruan provokatif untuk melakukan aksi terror,” ujarnya.

“AW memiliki keinginan melakukan aksi teror dengan menggunakan bahan peledak,” ucap Ramadhan dalam keterangannya kepada BenarNews.

Dalam laporan kepolisian, sepanjang 2022 polisi menangkap 247 tersangka teroris. Mereka berasal dari beberapa kelompok berbeda, yaitu sebanyak 97 orang dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI), 70 kelompok Anshor Daulah, 46 kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), 28 kelompok NII, empat kelompok MIT, satu tersangka lone wolf dan satu tersangka foreign terrorist fighter (pejuang militan warga asing).

Dari 247 tersangka yang telah ditangkap 169 orang masih dalam proses penyidikan, 56 orang sudah tahap penuntutan, dan 17 orang tahap persidangan.

Empat orang meninggal dunia saat ditangkap, dan satu orang meninggal dunia dalam aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat.

Pengamat terorisme dari International Association for Counterterrorism and Security Professionals (IACSP) Rakyan Adibrata mengatakan penangkapan terhadap terduga teroris sebelum melakukan aksi memudahkan aparat hukum, namun biasanya mereka yang dijerat dengan cara ini cenderung mendapatkan masa hukuman yang lebih pendek.

“Seperti kasus Agus Sujatno yang ditangkap di kasus Cicendo 2017 kemudian setelah bebas dan melakukan aksi kembali di kasus bom Astana Anyar,” ujar dia.

Menurut Rakyan, sosok AW yang diduga simpatisan ISIS biasanya memang menyimpan bahan-bahan dasar untuk membuat bom rakitan untuk menyiapkan kebutuhan jika sewaktu-waktu ada perintah amaliah, atau aksi teror, dari ISIS.

Para simpatisan ini biasanya berjaringan, namun bergerak secara mandiri sehingga tidak bisa disebut sebagai teroris lone wolf, tapi lone actor, jelasnya.

“Dominannya target utama dari simpatisan ISIS lebih menargetkan pemerintah dan aparatnya. Tapi yang sebenarnya harus diantisipasi adalah kelompok JAD yang luwes bergerak tanpa struktur organisasi,” ujar dia.

Menurut Rakyan mereka tidak hanya bergerak di aplikasi pesan Telegram, namun makin pintar menyamarkan komunikasi menggunakan platform lain seperti rocket chat dan VPN.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan penangkapan AW di Sleman ada hubungannya dengan aksi teror di Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat.

Pola yang digunakan juga sama, masing-masing simpatisan menyimpan bahan-bahan untuk digunakan dalam serangan yang sewaktu-waktu diperintahkan oleh pimpinan mereka.

“Kemungkinan bom itu akan digunakan di Yogja, (targetnya) polisi atau gereja. Dia tidak mungkin membawa bom itu ke luar wilayah, karena sulit dan berbahaya,” ujar dia pada BenarNews.

Karakter jaringan pendukung ISIS di Indonesia biasanya dikenali dengan serangan-serangannya yang brutal dan menarget aparat pemerintah, kata Chaidar. Mereka bisa melakukan serangan bahkan saat mereka sedang dalam masa pengejaran aparat.

“Yang perlu diwaspadai mereka bisa melakukan serangan tidak terduga. Biasanya kita menduga jelang puasa atau Lebaran akan aman, tapi mereka bisa memanfaatkan waktu itu untuk melakukan serangan,” ujar dia.

Polisi juga harus mewaspadai modus baru serangan jaringan ini untuk mengelabui identitas. Seperti yang dilakukan Agus Sujatno yang diketahui membawa identitas lain saat melakukan serangan.

Pizaro Gozali Idrus di Jakarta berkontribusi pada artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.