Polisi sebut pilot yang ditangkap di Filipina terkait kelompok separatis bersenjata Papua
2023.01.11
Jakarta
Warga Indonesia asal Papua yang ditangkap di Filipina atas kepemilikan senjata ilegal membeli senapan laras panjang dan revolver untuk dikirim ke kelompok separatis di Papua, kata Mabes Polri pada Rabu (11/1).
Anton Gobay, yang sedang menjalani pendidikan pilot di Filipina, ditangkap bersama dua warga lokal pada Sabtu di Provinsi Sarangani, yang berjarak sekitar 800 kilometer selatan Manila, kata Juru Bicara Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo.
Dari tangan ketiganya, aparat hukum Filipina menyita 12 pucuk senjata api tanpa amunisi, masing-masing sepuluh senjata laras panjang M4 kaliber 5,56 mm senilai 50 ribu Peso (sekitar Rp14 juta) dan dua pucuk laras pendek jenis Ingram kaliber 9mm senilai 45 ribu Peso (sekitar Rp12,6 juta).
"AG (Anton Gobay) mengaku akan membawanya ke Papua untuk mendukung kegiatan organisasi Papua," kata Dedi, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Mukti mendukung pernyataan Dedi, namun ia tak merinci hubungan Anton dengan kelompok separatis di Papua.
"Iya, benar KKB... Hubungannya sedang didalami," ujar Krishna, dikutip dari iNews. Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) adalah sebutan aparat keamanan untuk kelompok separatis bersenjata.
Ditambahkan Dedi, Anton membeli senjata tersebut dari seseorang yang menggunakan identitas palsu di Danao City, Provinsi Cebu, yang saat ini belum diketahui keberadaannya.
Mengenai kemungkinan Anton dipulangkan ke Indonesia, Dedi belum memastikan.
Saat ini, terang Dedi, tim berisi delapan orang terdiri dari Mabes Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kementerian Luar Negeri masih melakukan penyelidikan bersama dengan otoritas Filipina.
"Kami menghormati proses hukum di sana. Bagaimana nanti hasil di sana, disampaikan lagi," ujar Dedi seraya menambahkan bahwa Anton memiliki istri dan dua anak yang menetap di Jayapura.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah saat dihubungi juga tak menjabarkan apakah Anton bakal dipulangkan ke Indonesia dengan dalih, "Masih dikoordinasikan oleh KBRI."
Begitu pula Duta Besar Indonesia untuk Filipina Agus Widjojo yang mengatakan perihal tersebut masih akan dijajaki dalam pembicaraan tingkat tinggi kedua negara lantaran bersifat keamanan strategis.
“Ini masih tahap awal, tapi ini kan terjadi di wilayah hukum Filipina, lokasi di Filipina, proses hukumnya semestinya di Filipina,” kata Agus kepada BenarNews.
Ditambahkan Agus, penangkapan Anton bermula dari razia penertiban yang dilakukan aparat hukum Filipina. Anton yang tengah mengikuti latihan penerbangan pilot di Filipina kala itu didapati tanpa identitas jelas dan membawa sejumlah senjata api.
“Setelah dicek, benar dia WNI asal Papua. Berdasarkan open source dia, akun instagramnya memuat struktur ormas-ormas Papua, dan bagian dari Papua Merdeka,” ujar Agus.
Memegang jabatan penting
Juru Bicara kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom menyangkal Anton sebagai bagian kelompok mereka, meski ia mengaku mengenalnya.
Sambom menyebut Anton terafiliasi dengan West Papua Army (WPA), kelompok separatis lainnya, di bawah pimpinan Damianus Magai Yogi.
"Dia (Anton) tidak ada hubungan dengan kami (TPNPB). Sepulang dari Papua Nugini, ia bergabung dengan kubu Damianus," kata Sebby kepada BenarNews.
Jubi.id pada Selasa (10/1) melaporkan bahwa Damianus membenarkan bahwa Anton bagian dari kelompoknya, bahkan mengemban sejumlah jabatan penting di organisasi.
Anton disebut Yogi menjabat Kepala Staf Angkatan Udara WPA sekaligus Juru Diplomasi Blok Barat bagian Asia.
"Anton bagian lobi-lobi politik dan antribut perlengkapan militer di Filipina, sesuai rekomendasi," kata Damianus, seperti dikutip Jubi.
Adriana Elisabeth, peneliti di Jaringan Damai Papua, sebuah LSM menangani resolusi konflik, mengatakan sumber senjata api di Papua memang tergolong beragam dan bisa berasal dari mana saja, termasuk Filipina selatan.
Hal itu dipicu keberadaan dua faksi yang saling bersaing di wilayah paling timur Indonesia tersebut yakni WPA dan TPNPB.
Dalam konteks konflik tersebut, jual beli senjata api ilegal kemudian akan dipandang dalam aspek perdagangan karena prinsip supply dan demand, kata Adriana.
“Pelaku jual beli senjata melibatkan banyak pihak termasuk dari Filipina selatan. Selain itu ada juga dari aparat keamanan dan masyarakat biasa,” kata Adriana kepada BenarNews.
“Hal itu (persaingan) menguntungkan secara finansial sekaligus menjadi sumber konflik berkepanjangan. Kondisi ini juga ‘jamak’ terjadi di banyak konflik bersenjata yang terjadi di negara lain."
Keterlibatan aparat hukum dalam menyuplai senjata di Papua juga sempat diungkap Kepolisian Daerah Papua pada Juni 2022, yang dilakukan seorang petugas berinisial AK.
AK disebut menjual 10 butir amunisi kaliber 5,56 mm seharga Rp2 juta, kata Juru Bicara Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Musthofa Kamal kala itu.