Kelompok HAM desak penyelidikan atas tewasnya pilot Selandia Baru di Papua
2024.08.07
Jakarta dan Jayapura
Kelompok hak asasi manusia Indonesia pada Rabu (7/8) menyerukan penyelidikan independen atas pembunuhan seorang pilot berkebangsaan Selandia Baru di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, setelah kelompok separatis membantah tuduhan aparat keamanan bahwa mereka pelakunya.
Meski polisi menuduh “kelompok kriminal bersenjata”, sebutan pemerintah untuk kelompok separatis, sebagai pelaku pembunuhan pembunuhan terhadap pilot Glen Malcolm Conning di Distrik Alama, namun Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) – sayap militer Organisasi Papua Merdeka – membantahnya, dan balik menuding aparat keamanan sebagai dalang.
“Kami mendesak pihak berwenang Indonesia segera menyelidiki kejahatan ini guna membawa pelaku ke pengadilan, termasuk diawali dengan eksaminasi forensik dan otopsi jenazah korban,” kata direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, sambil menyebutkan bahwa pembunuhan ini merupakan pelanggaran berat hukum humaniter.
“Perlindungan warga sipil adalah prinsip fundamental yang harus selalu dijunjung tinggi, dan penargetan serta pembunuhan terhadap warga sipil secara sengaja tidak dapat diterima,” ucap Usman dalam keterangannya kepada BenarNews.
Polisi mengatakan Conning tewas dibunuh oleh kelompok penyerang tak lama setelah mendarat di Alama, usai membawa empat orang penumpang, yang terdiri dari dua tenaga kesehatan beserta dua anak pada Senin.
Peristiwa ini terjadi hampir 18 bulan setelah penculikan oleh separatis terhadap pilot lain asal Selandia Baru, Phillip Mehrtens, yang masih ditawan.
Pada Minggu (4/8), TPNPB mengatakan mereka telah sepakat untuk membebaskan dalam waktu dekat pilot Selandia Baru lainnya, Phillip Mehrtens, setelah penyanderaan selama lebih dari setahun, menurut pesan audio yang dikeluarkan oleh faksi bersenjata TPNPB, yang dipimpin oleh Egianus Kogoya.
TPNPB bantah
Juru bicara TPNPB Sebby Sambom membantah terlibat dalam pembunuhan tersebut dan mengklaim pasukan keamananlah yang membunuh Conning untuk menyudutkan TPNPB.
"Serangan tersebut dirancang oleh militer Indonesia bekerja sama dengan mata-matanya di TPNPB,” kata Sambom kepada BenarNews.
“Setelah serangan, militer Indonesia membunuh anggota TPNPB binaannya itu di Timika untuk menghilangkan saksi dari skenario tersebut," kata dia.
Sambom juga menuduh aparat Indonesia telah melakukan pembohongan publik dengan menyatakan bahwa TPNPB membakar helikopter beserta mayat korban.
“Padahal heli dan mayat korban masih utuh,” kata dia seraya mengirimkan sejumlah foto helikopter dan korban yang berada di ruang kemudi dengan tubuh berlumuran darah dan luka yang nampak seperti akibat senjata tajam.
Juru bicara Operasi Damai Cartenz, Kombes Bayu Suseno, menegaskan bahwa pihak yang membunuh pilot warga Selandia Baru itu adalah kelompok pemberontak Papua.
"KKB (kelompok kriminal bersenjata) sering melakukan pembenaran atas kejahatan mereka, termasuk membunuh masyarakat sipil, warga pendatang, serta orang asli Papua, yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, guru, tukang ojek, dan pilot asal Selandia Baru tersebut.”
“KKB kan selalu bikin propaganda untuk membuat dirinya menjadi benar, membuat alasan membunuh masyarakat sipil dengan alasan sebagai mata-mata pemerintah."
Menurut Bayu, polisi mendapat keterangan dari pilot asal New Zaeland lainnya, Geoffrey Foster, yang menerbangkan helikopter serupa di belakang korban.
Bayu menjelaskan bahwa helikopter yang diawaki Foster hendak lepas landas di bandara yang sama saat dia melihat helikopter Conning sudah mendarat di landasan dan baling-balingnya tidak lagi berputar.
“Saksi (Foster) kemudian mengitari helikopter tersebut dengan jarak kurang lebih 1.000 kaki di atas permukaan tanah, kemudian turun untuk mendarat di samping helikopter,” jelasnya.
Menurutnya, saat itu Foster menurunkan helikopter hingga jarak sekitar 10 kaki, sehingga dapat melihat tas-tas berserakan dan pilot terkulai di kursi dengan darah di sekujur tubuhnya.
Melihat hal tersebut, dia langsung lepas landas kembali dan tidak jadi mendarat, kata Bayu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutuk serangan yang menewaskan Conning dan mengatakan tindakan semacam itu telah merusak upaya untuk membawa perdamaian ke Papua.
"Komnas HAM meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk memastikan keamanan warga sipil di Papua," ucap Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam keterangannya pada Rabu.
Komnas HAM mendesak dilakukannya penegakan hukum terhadap pelaku aksi serangan.
“Hak hidup, hak bebas dari rasa takut, dan hak atas perlakuan yang manusiawi adalah hak asasi yang harus dijamin dan dilindungi, dan menjadi tanggung jawab negara,” ujar Atnike.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem menyampaikan keprihatinan dan turut berduka atas penembakan terhadap, pilot Conning, serta mendukung upaya investigasi independent atas insiden tersebut.
“Memang harus ada tim investigasi independen dan itu tim terpadu dari Indonesia dan Selandia Baru,” jelas dia kepada BenarNews.
Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia berdasarkan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB pada 1969 yang menyatakan rakyat Papua ingin bergabung dengan Indonesia.
Namun sebagian warga Papua dan pegiat HAM memandang Pepera tidak sah lantaran hanya melibatkan sekitar seribu orang yang dipilih militer untuk mewakili 800.000 warga Papua saat itu.