Malaysia, Indonesia, dan Filipina Sepakat Patroli Bersama
2016.05.05
Yogyakarta
Patroli bersama menjadi salah satu dari empat kesepakatan pertemuan trilateral Indonesia, Filipina, dan Malaysia, pada 5 Mei 2016, dalam rangka menjaga keamanan perairan perbatasan tiga negara setelah seringnya terjadi kasus perompakan di kawasan tersebut.
“Pertemuan kali ini sangat produktif, kami sepakat untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi untuk menyelesaikan masalah keamanan (perairan perbatasan),” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi saat membacakan deklarasi bersama setelah pertemuan.
Empat poin kesepakatan dihasilkan dalam pertemuan tertutup di Gedung Agung Kompleks Istana Kepresidenan, Yogyakarta, yang diwakili oleh ketiga Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Panglima Angkatan Bersenjata masing-masing.
Kesepakatan pertama, jelas Retno, ketiga negara setuju untuk melakukan partoli bersama. Indonesia, Malaysia dan Filipina juga sepakat memberi bantuan sesegera mungkin kalau ada orang atau kapal dalam kesulitan dan memerlukan pertolongan.
“Yang ketiga adalah kita sepakat membentuk national focal point di antara ketiga negara untuk memfasilitasi sharing information and intelligence dalam waktu singkat,” ujar Retno yang didampingi Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Menlu Malaysia Dato’ Sri Anifah Aman, Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia Tan Sri Dato’ Sri Jenderal Zulkifeli Mohd Zin, Menlu Filipina Menlu Jose Rene D Almendras dan Plt Panglima Filipina Laksamana Caesar Taccad AFP, saat membacakan deklarasi bersama tersebut.
Sedangkan kesepakatan keempat, adalah pembuatan hotline communication antara ketiga negara.
“Sekali lagi, untuk mempercepat respon kita apabila terjadi situasi emergency,” ujar Retno seraya menyebutkan bahwa para Panglima Angkatan Bersenjata ketiga negara akan menjabarkan lebih lanjut mengenai Standard Operating Procedure (SOP).
Harapan Jokowi
Jokowi menyatakan harapannya agar pertemuan trilateral itu memberikan penyelesaian bersama untuk mengatasi masalah maritim di Indonesia, Malaysia dan Filipina.
“Kita harapkan kerjasama tiga negara bisa menyelesaikan masalah terutama di area bermasalah,” ujar Jokowi sebelum meninggalkan Gedung Agung.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menyatakan pemerintah telah mengetahui lokasi empat warga negara Indonesia (WNI) yang masih disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Tetapi, dia enggan menyebutkan dimana.
“Yang jelas lokasinya kita sudah tahu, di pulau mana kita sudah tahu, tapi sekali lagi ini faksinya berbeda dengan yang kemarin," ujarnya seperti dilansir Sekretariat Kabinet.
"Jadi, ya yang kemarin kan komunikasinya juga lama dan sangat sulit, yang ini sudah ketemu lokasi, ketemu pulaunya dan kita akan bangun komunikasi lagi.”
Empat WNI itu adalah anak buah kapal (ABK) tunda Cristi yang dibajak di perairan perbatasan Filipina dan Malaysia pada 15 April. Enam ABK lain, termasuk seorang yang mengalami luka tembak diselamatkan polisi air Malaysia.
Sedangkan 10 WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf setelah kapal mereka Brahma 12 dibajak 26 Maret lalu, telah dibebaskan Minggu lalu. Pembebasan itu, menurut Menlu Retno, berkat kerja “diplomasi total” dan komunikasi intensif dengan Filipina.
Perairan ekonomi strategis
Dalam rapat berformasi 2-2-2 itu, perwakilan ketiga negara mendiskusikan tantangan keamanan perairan yang dihadapi.
Dalam pertemuan disepakati bahwa ancaman perompakan di laut, penyanderaan dan kejahatan lintas batas harus dituntaskan secepat mungkin. Sebab jika tak diatasi dengan cepat akan berimbas pada menurunnya tingkat kepercayaan, perdagangan, perniagaan dan kepercayaan terhadap kawasan secara umum.
Menlu Retno menyatakan, belum banyak yang menyadari akan pentingnya Laut Sulu dan Sulawesi sebagai alur perairan ekonomi strategis. Dari data yang dipaparkannya, diketahui pada 2015, lebih dari 100.000 kapal mengangkut 55 juta metric ton barang dan 18 juta lebih orang melintasi perairan tersebut.
Para Menlu dan Panglima Angkatan Bersenjata ketiga negara sepakat mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamanan warga negara mereka saat beraktivitas di kawasan tersebut. Hal ini menjadi pertimbangan setelah meningkatnya penculikan oleh kelompok militan Abu Sayyaf.
“Kami belajar dari komunikasi dan kerjasama yang intensif dari ketiga negara dalam upaya pembebasan 10 ABK WNI yang disandera,” ujar Retno.
Komitmen tiga negara
Pertemuan yang digagas Indonesia itu dilatarbelakangi dengan makin meningkatnya tantangan keamanan yang mengkhawatirkan di perairan ketiga negara.
“Pertemuan ini membuktikan besarnya komitmen Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan,” ujar Retno.
Dia menegaskan perdamaian, stabilitas dan keamanan memiliki kontribusi langsung terhadap kesejahteraan ekonomi ketiga negara dan ASEAN. Sehingga pertemuan ini tidak saja merefleksikan komitmen Indonesia terhadap Malaysia dan Filipina, tetapi juga dalam upaya untuk mengatasi berbagai tantangan.
Menlu Malaysia Anifah menyatakan keprihatinannya atas insiden penyanderaan di perairan ketiga negara, dimana dalam beberapa minggu terakhir terjadi tiga kasus penyanderaan.
Abu Sayyaf juga masih menyandera empat warga Malaysia, masing-masing seorang warga Kanada, Norwegia, Belanda, China dan tujuh warga Filipina. Senin pekan lalu, Abu Sayyaf mengeksekusi seorang sandera warga Kanada, John Ridsdel, yang diculik sejak September 2015.
“Malaysia berkomitmen mengambil semua langkah diperlukan untuk mengatasi masalah ini melalui kerjasama dengan Indonesia dan Filipina,” ujar Anifah.
Sedangkan, Menlu Filipina Jose Rene kembali menegaskan pihaknya sepakat untuk bersama dengan Indonesia dan Malaysia mengatasi persoalan keamanan maritim yang dihadapi di perairan ketiga negara.