Penyalur Dana Teror Thamrin Divonis 9 Tahun Penjara
2016.11.23
Jakarta
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara terhadap Saiful Muthohir (43) alias Abu Gar alias Abu Fida, warga negara Indonesia (WNI) simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang terlibat aksi teror di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, 14 Januari lalu.
Ia dinyatakan berperan sebagai penyalur dana dan fasilitator senjata api dalam aksi yang menewaskan delapan orang itu, termasuk empat pelaku.
"Akhir Desember (2015), terdakwa bertemu Muhammad Ali di Srengseng, Jakarta Barat, untuk menyerahkan uang operasional amaliyah sebanyak Rp70 juta," kata hakim ketua Eris Sudjarwanto saat membaca amar putusan, Rabu, 23 November 2016.
Muhammad Ali (40) adalah satu dari empat pelaku teror Thamrin yang ditemukan tewas di depan kafe Starbucks.
Uang itu, tambah Eris, berasal dari Iwan Darmawan alias Rois yang merupakan terpidana mati kasus bom di Kedutaan Australia, 12 tahun silam.
Sebulan sebelum menerima uang Rp70 juta operasional amaliyah -- istilah kelompok militan untuk berjihad memerangi musuhnya, Abu Gar juga sempat meminta Ali agar mengambil senjata api di Serang, Banten, atas instruksi Rois.
Senjata itu kemudian ditemukan di lokasi teror Thamrin – yang diklaim ISIS bertanggung jawab di balik aksi tersebut.
"Sehingga unsur pemufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan tindak pidana terorisme terpenuhi secara sah," tegas hakim Eris.
Vonis untuk Abu Gar lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa, yaitu sepuluh tahun penjara.
Seusai divonis, Abu Gar yang mengenakan kemeja dan peci hijau menerima hukuman yang dijatuhkan majelis hakim.
"(Saya) menerima," ujarnya singkat.
Abu Gar ditangkap pada 19 Februari 2016 di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Empat pelaku
Dengan vonis Abu Gar, pengadilan Indonesia telah menghukum empat orang atas keterlibatan dalam teror Thamrin.
Tiga orang yang lebih dahulu menjadi terpidana adalah Dodi Suridi alias Ibnu Arsad (23), Ali Hamka alias Abu Ibrahim (48), dan Ali Makhmudin alias Lulu (41). Ketiganya divonis di PN Jakarta Barat.
Dodi dan Lulu adalah pembuat wadah bom. Tapi mereka divonis hukuman berbeda meski sama-sama dituntut sepuluh tahun penjara. Dodi dihukum sepuluh tahun, sedangkan Lulu divonis delapan tahun penjara.
Sedangkan Ali Hamka bertugas sebagai fasilitator senjata, yang menghubungkan antara Muhammad Ali dan penjual senjata, Dadang Kumis, di Sumedang, Jawa Barat, divonis empat tahun penjara dari tuntutan enam tahun.
Residivis teroris
Bagi Abu Gar, vonis atas keterlibatan dalam kasus terorisme merupakan yang kedua.
Tahun 2005, ia pernah dihukum sembilan tahun penjara karena menyembunyikan pelaku dan informasi kasus terorisme, berupa penyerangan pos Brigade Mobil Polri di Loki, Ambon.
Lima anggota kepolisian tewas ketika itu. Meskipun divonis sembilan tahun penjara, Abu Gar hanya menjalani hukuman enam tahun.
Pada 2011, Lembaga Pemasyarakatan (LP) Porong Sidoarjo di Jawa Timur membebaskan Abu Gar secara bersyarat.
Perihal berulangnya tindak pidana dilakukan Abu Gar, pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Adhe Bhakti, mengatakan para terpidana terorisme memang kerap bertambah "ganas" setelah keluar dari penjara.
Hal ini terjadi, ujar Adhe, karena mereka dipengaruhi teroris yang lebih radikal semasa berada di penjara.
"Mereka itu sudah tak mau diajak diskusi," kata Adhe kepada BeritaBenar.
Adhe mencontohkan pengaruh Aman Abdurahman terhadap Abu Gar. Aman merupakan terpidana sembilan tahun penjara dalam kasus pelatihan militer di kawasan Pegunungan Jalin Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Setelah keluar dari penjara, lanjut Adhe, Abu Gar bahkan tercatat pernah mengunjungi Aman Abdurahman di LP Nusakambangan, pada 2014.
Dari kiri: Ahmad Rido, Romlan alias Romli, dan Rudi Hadianto, mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 23 November 2016. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Vonis pelatihan militer
Selain memvonis Abu Gar, PN Jakarta Timur juga menjatuhkan hukuman terhadap tiga orang terdakwa lain, yaitu Ahmad Rido (40), Romlan alias Romli (40), dan Rudi Hadianto (37). Ketiganya ditangkap di Malang, Jawa Timur, Februari lalu.
Mereka divonis masing-masing tiga tahun penjara atas keterlibatan dalam pelatihan militer di Cipanas, Jawa Barat, November 2015. Dalam pelatihan ini, Abu Gar sempat menjadi salah satu pemberi materi.
“Materinya tentang pembuatan bom,” kata hakim Eris.
Usai sidang, kuasa hukum ketiga terdakwa, Nurlan, menyatakan kliennya menerima vonis yang dijatuhkan majelis hakim.
Persidangan berlangsung singkat dalam suasana cair. Ketika bersalaman dengan ketiga terdakwa usai sidang, hakim Eris sempat bergurau pada mereka dengan mengatakan, “Jangan anggap saya thogut, ya.”
Thogut merupakan istilah anggota kelompok radikal untuk menyebut musuh-musuhnya.
Pernyataan hakim ketua Eris, hanya direspons ketiganya dengan senyuman.
Sejak Teror Thamrin, terdapat sejumlah serangan yang diklaim berkaitan dengan ISIS. Termasuk di dalamnya adalah bom bunuh diri di Markas Polisi Surakarta pada 5 Juli 2016 yang menewaskan pelakunya dan rencana penyerangan roket ke Singapura dari Batam, Agustus lalu.
Polisi berhasil menggagalkan rencana serangan roket tersebut dan menangkap para pelakunya yang menurut polisi memiliki hubungan dengan Bahrun Naim – WNI yang menjadi salah satu pimpinan ISIS di Suriah.