Polri Siapkan Rutan Khusus Teroris

Kontras berharap penjara khusus tersebut dapat membina napi terorisme.
Rina Chadijah
2018.08.08
Jakarta
180808_ID_Prison_1000.jpg Anggota brimob berjaga-jaga di depan Markas Komando (Mako) Brimob Depok, Jawa Barat, pada 10 Mei 2018, setelah terjadi pemberontakan narapidana terorisme di tempat tersebut sejak dua hari sebelumnya.
AFP

Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri) menyatakan telah mendapatkan restu dari pemerintah untuk membangun rumah tahanan (rutan) khusus terduga teroris di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, yang ditargetkan selesai akhir tahun ini.

"Sudah disetujui oleh Pak Presiden, Menkeu (Menteri Keuangan). Insya Allah bulan ini sudah dimulai pembangunan," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian Tito kepada wartawan, Selasa, 7 Agustus 2018.

Pembangunan tersebut dilakukan karena rutan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, rusak dan tak dapat digunakan lagi, setelah terjadi kerusuhan antara para napi teroris dengan petugas pada 8 Mei 2018.

Pasca-kerusuhan yang menewaskan lima anggota Densus 88 dan seorang narapidana terorisme di Rutan tersebut, para tersangka dan terdakwa kasus terorisme dipindahkan ke rumah tahanan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

"Kami sudah berikan arahan agar mereka ditempatkan di ruang tersendiri dan pengamanan lebih ketat sambil menunggu Rutan di Cikeas dibangun untuk kapasitas 340 orang," ujarnya.

Selama ini, para tersangka terorisme yang ditangkap di berbagai daerah, banyak ditahan di rutan Mako Brimob Kelapa Dua.

Ratusan orang yang ditangkap pasca-kerusuhan itu dan serangan teror bom di Surabaya, pertengahan Mei lalu, dititipkan di sejumlah kantor kepolisian di tempat terduga teroris tersebut ditangkap.

"Ada di Polda, Polres, dan Polsek. Kami sudah berikan arahan untuk menempatkan mereka di ruang sendiri dengan pengamanan lebih ketat," kata Tito.

Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Sri Puguh Budi Utami, mengatakan pembangunan rutan khusus teroris bukanlah rutan baru, tapi untuk menggantikan rutan yang selama ini ada di Mako Brimob Kelapa Dua.

“Sama seperti Rutan Mako Brimob, Itu statusnya nanti tetap merupakan Rutan Salemba. Cabangnya nanti bisa ditentukan, tapi belum sampai ke tahap penentuan itu,” katanya kepada BeritaBenar.

Menurut Sri, selama ini para narapidana teroris juga ditempatkan di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan yang ada, termasuk di Rutan Gunung Sindur, Lapas khusus teroris di Sentul, Bogor, dan Lapas Nusakambangan.

“Semuanya adalah penjara maksimum security. Jadi lapas Cikeas itu direncanakan akan berada di bawah pengawasan Polri, sama seperti Lapas Mako Brimob,” ujarnya.

Masih dibahas

Sementara itu, DPR mengaku belum membicarakan penganggaran pembangunan rutan khusus teroris di Cikeas dengan pemerintah.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengakui sebelumnya rencana itu memang pernah disinggung Kapolri saat menggelar rapat dengar pendapat dengan DPR, pada Juni lalu.

“Tapi belum pada tahapan disetujui penganggarannya, masih akan dibicarakan kembali dengan menteri keuangan dan pemerintah,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Arsul mengatakan memang saat ini dibutuhkan rutan di bawah pengawasan kepolisian terutama untuk menampung para tahanan terorisme.

Apalagi setelah rutan di Mako Brimob tidak lagi dapat digunakan karena mengalami kerusakan parah akibat kerusuhan.

Ia mengaku pihaknya akan membahas penganggaran dan teknis fasilitas di rutan itu saat rapat lanjutan dengan Kapolri dan pemerintah digelar setelah masa reses berakhir pada akhir Agustus.

“Nanti kita bahas lebih detil. Sampai saat ini kita belum mendapatkan pemberitahuan mengenai rencana itu dari pemerintah maupun Kapolri,” katanya.

Sementara aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia berharap rencana pembangunan rutan khusus teroris dapat lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam membina napi terorisme, dengan tetap memperhatikan hak-hak mereka.

“Kerusuhan di Mako Brimob kan disebut-sebut karena kekesalan para napi terhadap petugas yang memperlakukan mereka tidak manusiawi. Kita berharap hal itu tidak terulang kembali di rutan baru yang akan dibangun itu,” ujarnya.

283 ditahan

Pasca serangan bom bunuh diri di Surabaya, Mabes Polri mengaku telah menahan 283 orang terduga teroris.

Pada Selasa, 7 Agustus 2018, Densus 88 Polri menangkap seorang terduga teroris di Desa Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.

Terduga teroris itu berinisial NR (42) itu ditangkap di rumahnya. Polisi masih melakukan penyelidikan dan memeriksa NR yang kini dibawa ke markas kepolisian setempat.

Juru bicara Polri, Irjen. Pol. Setyo Wasisto, mengatakan penangkapan para terduga teroris tersebut telah sesuai prosedur yang tertuang dalam Undang-Undang Antiterorisme, yang disahkan DPR pada Mei lalu.

"Karena undang-undang kita sekarang menyebut orang yang terafiliasi dengan organisasi terlarang bisa diproses pidana," ujarnya kepada wartawan, Rabu.

Sejak berlakunya undang-undang itu, kata Setyo, langkah Polri menangkap para terduga teroris semakin baik.

"Apalagi pengadilan sudah memutuskan bahwa JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan turunannya terlarang di Indonesia," katanya, merujuk pada organisasi militan terafiliasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang disebut pihak berwenang berada dibalik aksi terorisme di Indonesia tiga tahun terakhir ini.

Dalam undang-undang lama, Polri tak bisa melakukan penangkapan sebelum seseorang melakukan tindakan pidana terorisme.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.