Pengadilan Tinggi Jakarta perkuat pidana mati bagi Ferdy Sambo
2023.04.12
Jakarta
Pengadilan Tinggi Jakarta pada Rabu (12/4) menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas vonis mati kepada mantan jenderal polisi Ferdy Sambo yang terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang ajudannya.
Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, terbukti bersama istri dan tiga bawahannya melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di kediaman dinasnya pada 8 Juli 2022.
Dalam pertimbangan putusan banding, majelis beranggotakan lima hakim yang dipimpin Singgih Budi Prakoso berpendapat hukuman mati masih diperlukan di Indonesia untuk memberikan efek jera.
"Pidana mati masih dibutuhkan sebagai shock therapy atau efek jera. Dasar psikologis juga berdampak pada penegakan hukum di Indonesia,” kata Singgih.
“Memori banding dari penasihat hukum Ferdy Sambo harus dikesampingan… (Maka) menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dimintakan banding tersebut.”
Kuasa hukum Sambo sebelumnya mempertanyakan kepantasan hukuman mati ke dalam salah satu poin memori banding karena menganggap hukuman tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM).
Mereka juga mempersoalkan keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Jaksa kala itu menuntut Sambo dihukum seumur hidup penjara, tapi majelis hakim tingkat pertama yang dipimpin Wahyu Iman Santoso memperberat menjadi hukuman mati.
"Majelis hakim tinggi tidak sependapat dengan memori banding penasihat hukum Ferdy Sambo, sebaliknya sependapat dengan apa yang telah dipertimbangkan dan diputuskan dalam putusan tingkat pertama," ujar Singgih.
Putusan mati terhadap jenderal dalam kasus pembunuhan seperti Sambo merupakan kasus pertama sepanjang sejarah kepolisian Indonesia.
Dalam persidangan terpisah, majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta juga menolak banding istri Sambo, Putri Candrawathi, serta dua bawahannya Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Walhasill, mereka akan tetap menjalani hukuman yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yakni masing-masing 20 tahun penjara untuk Putri, Ricky 13 tahun penjara, dan Kuat 15 tahun penjara.
Seorang ajudan Sambo lainnya, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, tidak mengajukan banding karena dihukum 1 ½ tahun dari semula tuntutan 12 tahun penjara. Vonis ringan itu merupakan buah keputusan Richard yang mengajukan diri sebagai justice collaborator yang membantu pengungkapan peran Sambo sebagai otak pembunuhan Yosua.
Meski gagal pada tingkat banding, Sambo Cs masih berkesempatan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam 14 hari ke depan.
BenarNews menghubungi tim kuasa hukum Sambo perihal kemungkinan mengajukan kasasi, tapi belum beroleh balasan.
Sementara Juru Bicara Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan akan menunggu langkah hukum lanjutan dari tim Sambo, tapi mengaku siap jika Sambo Cs mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
"Kalau melihat putusan banding ini, ya, kami diuntungkan. Tapi kalau mereka kasasi, ya, kami juga akan kasasi," kata Ketut kepada BenarNews.
Sambo dan terdakwa lain serta jaksa tidak menghadiri persidangan di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Keputusan tepat
Sambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yosua pada 9 Agustus 2022 dan secara resmi dipecat dari kepolisian pada 19 September. Sementara Putri berstatus tersangka pada 19 Agustus, namun baru ditahan pada 30 September 2022.
Sambo dalam persidangan tingkat pertama mengaku bahwa pembunuhan dilakukan karena dia marah terhadap Yosua, yang merupakan ajudannya, setelah Putri mengeklaim telah mendapat pelecehan seksual dari Yosua.
Namun sepanjang persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim berpendapat bahwa tidak ada bukti telah terjadi pelecehan atau kekerasan seksual terhadap Putri oleh Yosua.
Fakta persidangan juga mengungkapkan bahwa Sambo menanyakan kesediaan ajudannya Richard Eliezer untuk menembak Yosua setelah ajudan lain Ricky Rizal menolak permintaan tersebut.
Setelah Richard setuju menjadi eksekutor, Sambo kemudian memberi tambahan amunisi serta meyakinkan Richard bahwa penembakan tersebut adalah bentuk pembelaan diri dan perlindungan kepada Putri.
Hakim juga meyakini bahwa Sambo ikut menembak Yosua menggunakan pistol Glock 17 miliknya dengan memakai sarung tangan hitam, merujuk pada temuan satu selongsong peluru di lokasi kejadian yang identik dengan senjata Sambo.
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan mengapresiasi putusan hakim tingkat banding yang memperkuat vonis tingkat pertama.
"Keputusan yang sudah tepat dan benar karena memori banding (Sambo) ngarang dan mengulang yang ada pada tingkat pertama," kata Asep kepada BenarNews.
Asep pun optimis kasasi Sambo --jika mengajukannya ke Mahkamah Agung-- akan ditolak karena persidangan telah mengungkap fakta bahwa ia terbukti melakukan pembunuhan terhadap Yosua.
"Saya juga yakin ditolak (kasasi). Kan ia sudah terbukti jelas melakukan pembunuhan, ujar Asep.
Pengajar hukum Universitas Indonesia Aristo Pangaribuan memprediksi kasus hukum Sambo masih akan berjalan panjang. Sambo diyakini akan mengajukan kasasi, peninjauan kembali, bahkan grasi kepada presiden.
Terlebih, terang Aristo, terdapat Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang bisa mengurangi hukuman mati menjadi penjara hidup jika dianggap berkelakuan baik dalam sepuluh tahun. Perubahan hukuman itu diterbitkan lewat Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung dan harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Hanya saja, beleid baru tersebut baru akan berlaku efektif pada 2026.
"Saya kira kasus ini masih akan panjang karena masih banyak jalan. Kecuali ada variabel lain seperti tekanan publik yang besar yang membuat proses menjadi ngebut," kata Aristo saat dihubungi.
Presiden Joko "Jokowi" Widodo tercatat pernah beberapa kali memberikan grasi.
Pada November 2019, mengurangi hukuman setahun penjara kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun, dari semula 18 tahun. Adapula korting kepada hukuman mantan guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman dari 11 menjadi 5 tahun, dan sejumlah tahanan politik yang terlibat Organisasi Papua Merdeka.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat 31 vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama di seluruh Indonesia dalam kurun Oktober 2021 hingga September 2022.
Vonis mati terbanyak diberikan kepada terdakwa kasus narkotika, mencapai 23 orang.
Indonesia terakhir kali menjalankan eksekusi mati pada 29 Juli 2016 kepada empat terpidana kasus narkotika yakni seorang warga negara Indonesia Freddy Budiman dan tiga warga negara asing yaitu Michael Titus, Humprey Ejike dan Gejetan Uchen Onyeworo Seck Osmane. Mereka adalah empat dari total 18 orang yang telah dieksekusi mati selama pemerintahan Jokowi hingga sekarang.