TPN-OPM Klaim Bertanggung Jawab atas Penembakan Dekat Freeport
2017.10.26
Jayapura
Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Papua Barat, kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan Papua dari Indonesia, mengaku bertanggung jawab atas serangkaian penembakan di sekitar areal pertambangan PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Kabupaten Timika sejak Sabtu pekan lalu.
Dalam pengakuan yang disampaikan melalui dua video berdurasi 15 dan 11 menit yang menjadi viral di media sosial itu disebutkan bahwa penembakan dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban Pemerintah Indonesia, Belanda, Amerika Serikat (AS) serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas kekerasan yang dialami rakyat Papua.
“Penyerangan di areal Freeport murni dilakukan oleh kami, TPN-OPM Papua Barat. Kami melakukan penyerangan karena PT Freeport adalah akar permasalahan di Papua, awal mulanya penindasan di Papua,” demikian sebagian pernyataan dalam salah satu video.
Organisasi yang dilaporkan memiliki sekitar 1.100 gerilyawan tersebar dari Sorong hingga Merauke berdasarkan dokumen internal militer Indonesia “Anatomi Separatis Papua” yang bocor ke media pada 2011, sebelumnya pernah beberapa kali mengeluarkan pernyataan terkait penembakan di Bumi Cendrawasih itu.
TPN-OPM, misalnya, menyatakan berada dibalik penembakan di Sinak, Kabupaten Puncak Jaya pada Maret 2016 yang menewaskan empat sipil dan penyerangan Polsek Sinak pada Desember 2015 yang menewaskan tiga polisi.
Video yang dipublikasikan pada 21 Oktober 2017 itu menyebutkan penembakan dilakukan TPN-OPM wilayah Komando Daerah Pertahanan (Kodap) III di bawah kepemimpinan Jack Milian Kemong.
Kedua video memperlihatkan orang-orang berbaris menenteng senjata laras panjang dan pistol.
Salah seorang di antara mereka membacakan pernyataan yang antara lain meminta aparat keamanan Indonesia menghentikan operasi terhadap warga sipil di sekitar Ukitini, Timika.
Aparat kepolisian dibantu TNI pada beberapa hari terakhir telah melakukan pengejaran terhadap kelompok bersenjata yang diyakini melakukan sejumlah penembakan yang menewaskan seorang anggota Brimob dan melukai sejumlah polisi.
“Pagi tadi, sempat terjadi kontak senjata, empat anggota kami kena tembak saat hendak melakukan evakuasi Briptu Berry,” kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ahmad Kamal, hari Senin, merujuk pada Brigadir Polisi Satu Berry Pramana Putra yang tewas tertembak sehari sebelumnya dalam bentrokan senjata dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), sebutan polisi untuk TPN-OPM.
Sumber BeritaBenar mengatakan kedua video direkam di sekitar kawasan Kali Kopi, Timika.
“Penyerangan itu dilakukan atas perintah Jenderal Goliat Tabuni,” ungkap sumber yang menolak disebutkan namanya merujuk kepada panglima tinggi TPN-OPM.
Bersamaan dengan hari diunggahnya video tersebut, TPN-OPM Markas Komando Daerah (Makodam) III Timika juga mengeluarkan pernyataan ancaman akan “melakukan aksi-aksi penyerangan di areal Freeport.”
TPN-OPM pertama kali muncul pada tahun 1965 saat terjadi penyerangan yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom atas sebuah asrama militer di Manokwari.
Upaya perjuangan Papua merdeka juga dilangsungkan di luar negeri.
Tokoh OPM Benny Wenda menyatakan telah menyerahkan petisi rakyat Papua kepada perwakilan Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (C24) di New York pada September lalu, yang disanggah oleh ketua C24, Rafael Ramirez.
“Rakyat West Papua menuntut West Papua menjadi wilayah non-pemerintahan dengan hak penuh untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan,” kata Benny kepada BeritaBenar, 29 September 2017.
Sementara Ramirez menegaskan bahwa petisi untuk Papua Barat tidak dapat diterima karena Papua Barat bukan satu di antara 17 negara yang diidentifikasi oleh PBB sebagai "wilayah yang tidak memiliki pemerintahan sendiri", seperti dimuat The Gurdian.
Penembakan terus terjadi
Sementara itu, perwakilan PTFI, Riza Pratama, mengakui pihaknya mendengar tembakan di seputaran Mile Point 60, yang merupakan akses jalan tambang PTFI di Distrik Tembagapura, Timika, Rabu pagi.
“Sementara konvoi kami batalkan,” kata Riza, menjelaskan pembatalan perjalanan bis yang mengangkut karyawan PTFI di lokasi yang dipenuhi perbukitan tersebut. Penyerangan sering dilakukan dari atas perbukitan ke arah jalan yang dilalui kendaraan.
Penembakan tersebut juga dibenarkan Kapolda Papua, Irjen Pol. Boy Rafli Amar.
“Betul ada penembakan. Namun tidak ada korban, ” katanya singkat saat dikonfirmasi.
Sehari sebelumnya, gerilyawan juga menembaki ambulans milik PTFI di Tembagapura, kata Kamal.
“Penembakan terjadi sekali saat ambulan melintasi Tembagapura menuju Banti dan tiga kali tembakan ketika melintasi Utikini Lama,” jelas Kamal.
Terkait penambahan personel untuk mengamankan areal dekat PTFI, Komandan Korem 174/Anim Ti Waninggap, Brigjen TNI Asep Setia Gunawan, mengatakan siap membantu.
“TNI siap. Berapapun personel yang diminta, kami siap kirimkan ke sana,” tegasnya.
Ganggu divestasi
Eben Kirksey, profesor dari Universitas New South Wales yang meriset kelompok resistan di Papua sejak 1998, menyatakan kekerasan di areal PTFI kemungkinan terkait dengan separatis yang sedang berusaha mendestabilisasi perlindungan atas perusahaan tambang tersebut.
“Saya menduga dengan ada prospek divestasi pertambangan, kelompok milisi ini sedang berupaya menyeimbangkan keadilan finansial bagi Provinsi Papua,” katanya, seperti dikutip dari Radio New Zealand.
“Saya rasa, perlu kelompok HAM internasional memonitor situasi di lapangan secara independen.”
Kekhawatiran senada juga disuarakan Gubernur Papua, Lucas Enembe.
“Saya tegaskan, jika ada penembakan, kami khawatir mengganggu fokus Freeport dalam masalah divestasi yang sedang berlangsung,” katanya.
PTFI bulan Agustus lalu setuju melepaskan 51 persen sahamnya kepada Pemerintah Indonesia untuk perpanjangan kontrak perusahaan asal AS itu hingga tahun 2041. Sebelumnya perusahaan pembayar pajak terbesar di Indonesia itu memegang 90,64 % saham Freeport.