Terbukti Pencabulan, Aktivis Anak di Balikpapan Divonis 12 Tahun Penjara

Pegiat anak dan perempuan menilai vonis tersebut setimpal untuk memberikan efek jera.
Gunawan
2018.09.19
Balikpapan
180919_ID_Pandu_1000.jpg Terdakwa Pandu Dharma Wicaksono saat mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, 19 September 2018.
Gunawan/BeritaBenar

Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan di Kalimantan Timur menghukum 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar terhadap aktivis anak dan lingkungan, Pandu Dharma Wicaksono (21) setelah dinyatakan terbukti melakukan pencabulan kepada sembilan orang korban, enam di antaranya bocah laki-laki di bawah umur.

“Terbukti melakukan pencabulan sesuai dakwaan jaksa penuntut umum,” tegas Ketua Majelis Hakim, Agus Akhyudi, didampingi hakim anggota Harlina Rayes dan Bambang Setyo Widjonarko dalam persidangan, Rabu, 19 September 2018.

Majelis hakim PN Balikpapan selama hampir dua jam bergantian membacakan berkas putusan perkara pencabulan yang menghebohkan masyarakat setempat.

Putusan itu sama persis dengan tuntutan jaksa yang menuntut hukuman maksimal sesuai ketentuan Undang Undang Perlindungan Anak dan Perempuan.

Terdakwa Pandu yang merupakan penggiat LSM Green Generation (GG), menurut Agus, terbukti melakukan pencabulan terhadap sembilan anak di bawah umur.

Para korban pencabulan adalah aktivis remaja LSM GG yang kerap mengampanyekan kepedulian lingkungan di Balikpapan dan sekitarnya.

Selama pembacaan amar putusan, Pandu terlihat tenang. Sesekali, terdakwa manggut-manggut kala menyimak putusan hakim.

Setelah vonis dijatuhkan, Pandu langsung mengajukan banding karena mahasiswa pada sebuah universitas ternama di tanah air itu, merasa putusan tidak mempertimbangkan sejumlah fakta yang meringankan selama proses persidangan.

“Tadi sudah Anda dengarkan, saya meminta banding,” ujarnya kepada BeritaBenar saat digelandang ke mobil tahanan.

Pandu menolak tuduhan sebagai pelaku pencabulan para remaja dan aktivis GG karena “hasil visum medis tidak menunjukan ada bukti fisik terjadinya kekerasan seksual pada tubuh korban.”

“Tidak ada buktinya kekerasan seksual itu,” jelasnya.

Soal hasil visum, hakim berkesimpulan luka fisik korban pencabulan sudah hilang seiring waktu berjalan. Salah satu korban terakhir membuat laporan empat bulan sejak terjadi pencabulan.

“Pencabulan bulan Mei dan polisi menangani kasus ini November 2017. Kesaksian ahli menyebutkan luka lecet sembuh seminggu dan sobek selama sebulan. Selama empat bulan tidak akan ditemukan bekas pencabulan,” tutur Agus.

Sejak 2013

JPU dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, M. Mirhan mengungkapkan peristiwa pencabulan terjadi sejak 2013 hingga 2017. Pelaku mencabuli para korban yang seluruhnya adalah penggiat GG Balikpapan.

GG Balikpapan, menurut Mirhan, adalah suatu gerakan sosial yang perduli terhadap perlindungan lingkungan.

Pelaku merupakan pendiri GG Balikpapan yang bertujuan mengajak generasi muda agar lebih perduli terhadap lingkungan.

Akun pribadi media sosial, Pandu Dharma Wicaksono menerangkan aktif dalam kegiatan GG sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama Balikpapan.

Organisasi lingkungan tersebut kemudian berafiliasi dengan 508 sekolah yang tersebar di 133 kota/kabupaten seluruh Indonesia sehingga simpatisan GG diklaim mencapai 2,3 juta siswa siswa di seluruh Indonesia.

GG Balikpapan, kata MIrhan, dijadikan pelaku sebagai modus dalam menjerat korban yang di antaranya anak di bawah umur. Dengan berbagai dalih, kata Mirhan, pelaku memaksa anak asuhnya untuk melakukan pencabulan.

Mirhan menyambut baik putusan hakim yang mengakomodir seluruh dakwaan jaksa. Menurutnya, putusan hakim tersebut mampu memberikan efek jera bagi para predator pencabulan anak.

“Korban seluruhnya anak laki-laki sehingga putusan ini sudah maksimal. Ada putusan lebih berat bagi kasus dengan korban anak perempuan,” ungkapnya.

Sehubungan putusan pengadilan, Mirhan mengaku akan mengkoordinasikan terlebih dengan pimpinan Kejari Balikpapan.

“Upaya banding menjadi hak terdakwa untuk melakukan pembelaan hukum,” sebutnya.

Tim kuasa hukum terdakwa, Ach Mabrur Tabrani dan Tri Hendro Puspito, menyatakan pengadilan tidak mempertimbangkan fakta hukum yang sudah disampaikan selama persidangan.

Hakim, menurut Mabrur, hanya mempertimbangkan berkas acara pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Kaltim.

“Padahal kami sudah mencabut seluruh keterangan terdakwa dalam BAP itu,” katanya.

Mabrur masih mengacu hasil visum medis fisik para korban yang tidak menunjukkan bukti pencabulan.

Ia mengatakan, pengadilan tidak mampu menunjukan fakta hukum bukti keterlibatan kliennya dalam kasus tersebut.

“Tidak ada bukti visum dan lainnya. Sehingga sampai kapan pun kami siap melakukan pembelaan hukum bagi Pandu,” tegasnya.

Pegiat anak dan perempuan Balikpapan, Mei Christi, menilai vonis hukuman terhadap Pandu cukup setimpal dalam memberikan eferk jera pelaku pencabulan.

Menurutnya, hukuman berat ini menjadi peringatan keras para predator pencabulan anak lainnya di Kalimantan Timur dan juga seluruh Indonesia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.