Upaya penangkapan tersangka pemerkosa di pesantren Jombang kembali gagal
2022.07.07
Jakarta
Sekitar 800 polisi dikerahkan dalam upaya penangkapan tersangka perkosaan di sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur pada Kamis (7/7), setelah rangkaian usaha peringkusan oleh kepolisian gagal dalam beberapa pekan terakhir.
Polisi mendatangi pesantren yang diasuh orang tua dari tersangka Mochamad Subchi Azal Tsani di Jombang pada pukul 07.00 WIB, namun mereka diadang oleh pendukung Subchi, sehingga terjadi aksi saling dorong, menurut kepolisian dan siaran televisi nasional.
Namun hingga Kamis sore pukul 18.00, polisi belum juga berhasil menangkap tersangka.
“Saya rasa polisi sudah berupaya sehumanis mungkin. Kami menghimbau keluarga MSAT [Mochamad Subchi Azal Tsani] untuk kooperatif membantu kami,” kata juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto.
“Kami masih terus mencari dan koordinasi dengan keluarga MSAT,” ujarnya kepada wartawan, seperti ditayangkan CNN Indonesia.
Seorang perwira menengah polisi setempat bahkan disiram kopi panas oleh massa pendukung tersangka tatkala aparat keamanan hendak merangsek masuk ke kompleks pesantren, demikian dilaporkan media lokal.
Kepolisian kemudian menangkap sejumlah orang yang menghalangi-halangi penangkapan tersangka Subchi, termasuk di antaranya seorang berinisial DD yang merupakan sopir mobil yang mengangkut tersangka saat lolos dari kejaran polisi pada Minggu (3/7).
Tersangka Subchi dituduh mencabuli dan memerkosa setidaknya tiga orang santriwati dengan modus menggelar seleksi tenaga kesehatan untuk klinik miliknya sejak 2017 --namun laporan ke kepolisian baru disampaikan pada Oktober 2019 oleh salah seorang santri berinisial NA.
Saat kesempatan wawancara satu per satu, tersangka mengeklaim bahwa ia memiliki kesaktian yang bisa menyembuhkan penyakit dan meminta para korban untuk melepas pakaian guna memindahkan kesaktiannya.
Pada momen itu lah pemerkosaan terjadi, kata salah seorang pendamping korban bernama Nun Sayuti dikutip dari Detik.com, tanpa memerinci jumlah korban yang telah diperkosa Subchi.
Atas rangkaian perbuatan ini, Subchi dijerat pasal tentang perkosaan serta pencabulan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur pada Januari 2020, namun Subchi selalu mangkir dari pemeriksaan bahkan saat berkasnya telah dilimpahkan ke kejaksaan, hingga akhirnya ditetapkan sebagai buronan sejak Januari 2022.
Penangkapan Subchi pun bahkan beberapa kali dihalangi oleh ayahnya, Muhammad Mukhtar Mukhti, yang merupakan pemilik dan pengasuh pesantren dengan menyebutnya tudingan pencabulan terhadap Subchi sebagai fitnah.
Dalam sejumlah kesempatan, pihak pesantren bahkan menyebarkan kabar bahwa polisi hendak mengkriminalisasi pesantren lewat penangkapan Subchi.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyesalkan perilaku keluarga tersangka yang kerap menghalangi penangkapan sehingga pengusutan kasus menjadi berlarut-larut dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para korban.
"Dalam beberapa kesempatan bahkan menggunakan massa untuk mengadang upaya paksa kepolisian," kata Aminah kepada BenarNews.
"Kami berharap kepolisian dapat menangkap tersangka dan jaksa menuntut ancaman pidana maksimal dan memasukkan hak restitusi (dalam dakwaan), serta hakim memperhatikan dampak kekerasaan seksual terhadap korban (dalam putusan)."
Perihal sama disampaikan Ketua PB Nahdlatul Ulama, Ahmad Fahrur Rozi, yang mengatakan prihatin kasus kekerasan seksual terjadi di pesantren, bahkan pesantren berupaya menutupi dan menghalangi pengungkapan pelakunya.
"Saya merasa malu dan berharap pimpinan pesantren taat hukum dan menyerahkan kepada pihak berwajib," ujar Fahrur saat dihubungi.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias menilai kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan yang terjadi di lingkungan pesantren ini menjadi ujian keseriusan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberantas kekerasan seksual usai pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada April 2022.
"Bagi kami, ini adalah momen penting dan ujian komitmen aparat hukum dan pemerintah pasca pengesahan undang-undang TPKS," katanya kepada BenarNews.
Sejak 2019 hingga saat ini, LPSK telah melindungi tujuh orang dalam dugaan pencabulan dan perkosaan oleh tersangka Subchi, dengan rincian satu korban dan enam saksi.
Korban sempat didatangi oleh orang-orang yang diduga pendukung tersangka untuk mencabut laporan, sementara seorang saksi sempat dianiaya oleh orang-orang yang diduga pengikut Subchi usai menyuarakan kekerasan seksual yang dilakukan anak pemilik pesantren lewat media sosial, lanjut Susilaningtias.
Akibatnya, korban dan saksi masih merasa trauma hingga saat ini dan kerap didapati menangis.
"Mereka bilang kepada kami bahwa masih suka teringat kejadian dan kadang-kadang menangis karena trauma akibat kekerasan yang didapat," lanjut Susilaningtias.
"Maka, LPSK berharap ada penegakan hukum yang fair karena sejak awal kasus ini bermasalah, tersendat, dan ada upaya damai dari kubu pelaku."
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Waryono, dalam keterangan tertulis hari ini menyatakan telah mencabut izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah Jombang, dengan alasan pencabulan dan perkosaan bukan hanya tindakan yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang agama.
"Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut," kata Waryono.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto berharap orang tua santri dapat segera memindahkan anak-anak mereka ke pondok pesantren (ponpes) lain yang lebih aman dari kemungkinan kekerasan seksual.
"... Menarik semua putra-putrinya untuk pindah ke ponpes yang lebih aman," kata Agus kepada wartawan.
Terkait ihwal ini, Kementerian Agama berjanji bakal memfasilitasi kepindahan para santri ke pesantren lain yang berada di bawah kementerian.