Pemerintah subsidi pembelian kendaraan listrik, dorong investasi dalam negeri
2023.03.06
Jakarta
Pemerintah pada Senin (6/3) secara resmi mengumumkan pemberian bantuan untuk pembelian kendaraan listrik demi mendorong perkembangan kendaraan jenis tersebut di Indonesia dan menarik investasi asing.
Bantuan tersebut berlaku mulai 20 Maret hingga Desember 2023, dengan target subsidi sebanyak 200 ribu unit sepeda motor dan 35.900 unit mobil, kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan pers di Jakarta.
"Program insentif KBLBB (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai) sebagai langkah awal untuk meningkatkan keterjangkauan harga dan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik yang lebih luas serta memacu perkembangan industri otomotif energi baru," kata Luhut.
Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar di dunia, mencapai 21 juta metrik ton. Nikel merupakan bahan baku utama baterai litium yang menjadi komponen penting kendaraan listrik.
"Begitu kebijakan diambil, kita bisa menjadi produsen mobil dan motor listrik kompetitif di dunia, dari hulu ke hilir. Bahan baku ada, kendaraan ada."
Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi karbon 29 persen pada 2030 dan nol emisi pada 2070.
Pemerintah akan memberikan subsidi sebesar Rp7 juta kepada setiap orang yang membeli sepeda motor listrik yang diproduksi di Indonesia dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40 persen atau lebih, kata Kepala Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu.
Bantuan nominal serupa juga diberikan kepada mereka yang mengonversi sepeda motor konvensional menjadi kendaraan listrik di bengkel yang masuk dalam daftar pemerintah.
"Target penerimaan (subsidi) adalah pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) untuk mendorong efektivitas pelaku UMKM," kata Febrio.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optimis kebijakan ini bakal kian menarik produsen kendaraan listrik untuk berinvestasi di Indonesia.
"Percepatan ini menjadi momentum baik kita berkejar-kejaran dengan negara lain, salah satunya Thailand," kata Agus dalam kesempatan sama, seraya menambahkan bahwa aturan perihal penerbitan subsidi akan dituntaskan dalam sepekan ke depan.
Merujuk laporan yang dilansir Sekretariat ASEAN, Thailand telah lebih dulu memberikan subsidi dengan jumlah bervariasi untuk pembelian kendaraan listrik, sejak Februari 2022.
Di Thailand, subsidi terkecil bernilai sekitar Rp8 juta diberikan untuk pembelian sepeda motor listrik. Sementara pembelian mobil listrik berkapasitas 10-30 kWh mendapat subsidi sekitar Rp31,1 juta dan mobil di atas 30kWH beroleh subsidi sekitar Rp66,7 juta.
Pemerintah dalam sejumlah kesempatan memang terus berupaya menarik produsen kendaraan listrik untuk berinvetasi di Indonesia, salah satunya Tesla, namun sampai sekarang belum membuahkan hasil.
Tesla bahkan akan membuka kantor, showroom, dan pusat servis serta jaringan di Malaysia, seperti diumumkan Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Aziz lewat Twitter-nya.
Terkait realisasi investasi Tesla di Tanah Air, Luhut tak menjelaskan, dan hanya mengatakan, "Pada regional ini, mereka berkomitmen 1 juta mobil. Kita lihat saja perkembangan beberapa hari ini."
Sejauh ini, baru dua produsen otomotif yang telah memproduksi mobil listrik di Indonesia yakni perusahaan Korea Selatan, Hyundai, dan produsen asal China, Wuling.
Hyundai telah membuka pabrik mobil di Bekasi, Jawa Barat, pada Maret tahun lalu, dalam peresmian yang dihadiri Presiden Joko "Jokowi" Widodo, dan mulai memproduksi mobil listrik IONIQ 5 pada tahun yang sama.
Sementara Wuling secara resmi memproduksi kendaran listrik di Cikarang, Jawa Barat, pada Agustus 2022.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai kebijakan yang diterbitkan pemerintah terkesan dilakukan hanya demi kepentingan politik dan dikhawatirkan akan menambah masalah yang ada yaitu kemacetan.
“Semua orang akan berganti ke motor listrik, berbondong-bondong beli mobil listrik maka mobil lama mau dikemanakan? Yang ada hanya tambah macet saja, karena mobil yang ada nggak bisa diapa-apain lagi,” kata Agus kepada BenarNews.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih baik menyelesaikan masalah kemacetan dulu ketimbang memberikan subsidi kepada motor listrik atau mobil listrik.
“Peralihan ke mobil listrik perlu tapi harus diatur dengan baik. Lebih baik subsidi diberikan ke kendaraan umum, atau ganti kendaraan umum jadi listrik, misal bus listrik, kereta api listrik, sehingga harga naik kendaraan umum murah syukur-syukur gratis, jadi orang bisa beralih naik kendaraan umum,” ujar dia.
Hal sama disampaikan peneliti Center of Economi and Law Studies (CELIOS) Muhammad Andri Perdana yang menilai kebijakan tersebut keliru dan tidak tepat sasaran karena transisi energi semestinya mengubah energi fosil menjadi energi terbarukan. Sementara Indonesia sampai sekarang masih sebagian besar masih menghasilkan listrik lewat pembangkit bertenaga batu bara.
“Jadi tidak hijau sama sekali. Kita hanya ingin menunjukkan ke pasar internasional bahwa Indonesia beralih ke lebih hijau yaitu mobil energi fosil ke listrik,” kata Andri kepada BenarNews.
Ia pun sependapat bahwa kebijakan ini bakal menambah kemacetan, terutama di perkotaan. Padahal kalau hendak mengurangi kemacetan, pemerintah semestinya mengutamakan transportasi publik.
“Semakin dimanjakan kendaraan pribadi maka akan menambah kemacetan. Jika tujuan menurunkan kemacetan, kenapa malah menambah jumlah kendaraan pribadi? Yang ada nanti masyarakat malah beralih lagi ke kendaraan listrik pribadi,” kata Andri, seraya mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan yang berkesinambungan dan menyeluruh.
“Kalau hanya setengah-setengah memajukan satu sisi saja, tujuan utama tidak akan tercapai. Yang paling diuntungkan dari kebijakan ini adalah produsen kendaraan mobil listrik, masyarakat nomor dua," ujarnya.