Pemerintah Papua akan negosiasi untuk selamatkan pilot Susi Air

Juru bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan kelompoknya siap bernegosiasi dengan catatan melibatkan negara lain sebagai mediator.
Tria Dianti
2023.02.15
Jakarta
Pemerintah Papua akan negosiasi untuk selamatkan pilot Susi Air Seorang mahasiswa Papua berunjuk rasa sambil membawa poster di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, pada 15 Agustus 2020.
[Bay Ismoyo/AFP]

Pemerintah daerah Papua akan bernegosiasi dengan kelompok separatis untuk meminta pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru yang disandera setelah pesawatnya dibakar pekan lalu, kata pejabat kepolisian dan TNI, Rabu (15/2).

Polda Papua telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, termasuk bupati Nduga dan DPRD, untuk mengupayakan komunikasi dengan kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya, kata juru bicara Polda, Benny Adi Prabowo.

“Jajaran Pemda, dari Bupati, DPR dan tokoh adat dan agama, mereka yang punya akses ke sana,” kata dia kepada BenarNews.

“Kami mengedepankan mereka untuk membuka ruang komunikasi dengan kelompok Egianus Kogoya,” ujarnya.

Beberapa orang yang turut serta dalam tim negosiasi telah tiba di distrik Paro, Kabupaten Nduga, yang menjadi lokasi penyanderaan dan pembakaran pesawat Susi Air pada 7 Februari.

Pada Selasa, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) merilis sejumlah foto dan video tanpa tanggal yang menunjukkan pilot Selandia Baru Philip Mehrtens bersama anggota kelompok separatis, termasuk Kogoya, yang menenteng senjata laras panjang dan panah.

Dalam video itu, Kogoya mengatakan kelompoknya tidak akan ragu untuk menembak Mehrtens jika pasukan TNI dan Polri terus mengejar mereka. Ia juga menyebut Mehrtens hanya akan dilepaskan jika Jakarta menarik diri dari Papua.

Sementara itu Mehrtens dalam video itu mengulang permintaan kelompok separatis agar tentara Indonesia mundur dari Papua.

"Kalau mereka (TNI) enggak pulang, saya enggak bisa lepas. Mereka bilang tembak saya," ujar Mehrtens.

Pangdam Cenderawasih Mayjen Muhammad Saleh Mustafa menyatakan bahwa orang dalam foto dan video tersebut adalah Mehrtens.

"Bahwa dari ciri yang ada, benar foto dan video yang beredar di medsos merupakan Pilot Susi Air yaitu Capt Philip Mark Mehrtens bersama gerombolan KST (Kelompok Separatis dan Teroris) Egianus Kogoya," kata Saleh dalam pernyataan yang diterima BenarNews, Rabu.

Juru bicara Kodam Kolonel Herman Taryaman mengatakan pemerintah daerah sudah menyampaikan kepada tokoh adat dan masyarakat untuk menyampaikan pesan kepada kelompok Kogoya untuk segera melepaskan Mehrtens.

“Saat ini penanganan dalam rangka menyampaikan keinginan seperti apa, ini jadi penanganan Pemda dan dalam kewenangan Pemda (Kabupaten Nduga),” kata Herman.

Herman menyebut permintaan kelompok Kogoya tidak mungkin dipenuhi dan “tidak masuk akal.”

“Justru kami berharap kelompok mereka sadar dan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi,” kata Herman.

Pasukan TNI dan polisi, kata dia, terus melakukan pencarian Mehrtens dengan memonitor melalui pesawat udara, helikopter dan jalur darat. 

“Posisi titik pasti belum diketahui Capt. Philip berada, belum ada titik terang,” kata dia.

Herman menambahkan, sebelumnya pihak Kedutaan Besar New Zealand telah melakukan pertemuan dengan Pangkogabwilhan III Letjen TNI I Nyoman Cantiasa.

“Permintaan pertama, mereka (pihak Selandia Baru) intinya meminta bagaimana yang penting Philip selamat. Yang kedua, mereka meminta kita untuk menyiapkan tim kesehatan dan alat medis, sebagai lokasi pemeriksaan medis jika Philip sudah dievakuasi,” kata Cantiasa.

Mediator

Juru bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan kelompoknya siap bernegosiasi dengan Pemerintah Indonesia terkait pelepasan Mehrtens, namun dengan catatan melibatkan negara lain sebagai mediator.

Andaikata Jakarta bersikukuh melakukan negosiasi tanpa melibatkan dunia internasional, TPNPB secara tegas menolak keinginan tersebut, kata Sambom.

“Kami tidak mau hanya dengan pemerintah Indonesia,” kata Sambom kepada BenarNews.

Namun Sambom mengaku pihaknya belum menerima permintaan negosiasi dari pemerintah atau aparat keamanan Indonesia.

“Belum tahu soal negosiasi dan belum ada yang berkomunikasi,” kata Sambom.

Sementara itu menurut Polda Papua, 225 warga sipil asal Paro mengungsi ke Distrik Kenyam karena khawatir terjadi bentrokan antara pasukan pemerintah dan pejuang kemerdekaan.

Sekitar separuh dari mereka mendapatkan pelayanan di Puskesmas Kenyam, terdiri dari laki-laki 51 orang, perempuan dewasa 50 orang dan anak-anak 43 orang.

Sementara sisanya tersebar ke daerah lainnya untuk tinggal di rumah sanak saudara mereka, menurut keterangan Polda.

Penerbangan ke Paro dihentikan sementara

Benny mengatakan untuk sementara tidak ada pelayanan penerbangan dari dan menuju Paro setelah insiden pembakaran dan penyanderaan, namun penerbangan sudah dibuka untuk daerah lainnya, termasuk ke distrik lain di Nduga.

“Penerbangan ke Paro sendiri kan berdasarkan permintaan, sementara tidak ada lagi masyarakat di sana karena mereka takut, jadi memang tidak ada penerbangan,” katanya.

Kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz, mengakui penerbangan di daerah tertentu di Papua masih terbatas dalam rangka evaluasi dan pengecekan ulang untuk verifikasi keamanan terbang.

“Sedang pemeriksaan ulang, dan memastikan keamanan penerbangan ke Kemenhub, (apakah) aman atau tidak untuk terbang ke sana,” kata dia tanpa menyebut daerah mana saja yang dibatasi.

Ia mengatakan, pihak Susi Air tidak termasuk dalam tim negosiator dan menyerahkan upaya pembebasan sandera kepada otoritas keamanan di Papua.

“Namun kami bisa konfirm kalau itu yang ada di video merupakan Philip,” katanya.

Ia menjelaskan, Susi Air yang berdiri sejak 2004 itu merupakan penerbangan perintis yang dibiayai dan dijamin keselamatannya oleh negara.

“Ke Paro sudah 12 tahun bolak-balik ke sana. Ke Nduga bahkan lebih lama lagi karena lebih besar daripada Paro, jadi sebelumnya memang tidak ada larangan ke sana,” kata dia.

Tokoh hak asasi manusia Papua, Yones Douw menilai upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengirimkan tim negosiator akan sia-sia karena menurutnya itu bukanlah yang diinginkan oleh kelompok Kogoya.

“Sepertinya dari komentar Egianus tidak mungkin dia membebaskan karena masih ada lagi panglima tertinggi yaitu Goliat Tabuni,” kata dia.

Arie Firdaus di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.