Polri Tawarkan Posisi kepada Pegawai KPK yang Dipecat
2021.09.29
Jakarta
Pemerintah menyiapkan posisi di kepolisian untuk puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan diberhentikan pada Kamis (30/9) karena tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan yang memicu kontroversi di masyarakat.
Jumlah pegawai KPK yang dinonaktifkan bertambah satu orang pada Rabu, menjadi 57 dari total 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes yang banyak dikritik publik sebagai upaya untuk menyingkirkan mereka sebagai bagian dari pelemahan lembaga itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan sebelumnya pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menarik 56 pegawai non aktif KPK itu sebagai aparatur sipil negara (ASN) di institusinya. Kepolisian belum memberi keterangan lanjutan apakah akan merekrut satu orang tambahan itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud MD mengatakan para pegawai KPK itu juga akan diberdayakan di bidang pemberantasan korupsi, tetapi belum memastikan posisi yang akan diberikan.
“Mereka sebagian besar akan didayagunakan di bidang pemberantasan korupsi. Apa posisinya? Tunggu, biar Kapolri yang mengaturnya,” kata Mahfud, lewat pesan singkat kepada wartawan, Rabu (29/9).
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan pegawai KPK yang akan direkrut kemungkinan besarnya tidak akan diberikan posisi sebagai penyidik.
“Berdasarkan UU Kepolisian sih nggak ya, karena penyidik, penyidik pembantu, maupun penyelidik itu anggota Polri bukan ASN Polri,” katanya, dikutip dari CNN Indonesia.
Awal Mei, Komisoner KPK mengumumkan sebanyak 75 pegawai dibebastugaskan karena tidak lolos TWK, yang merupakan dampak dari pengesahan revisi Undang-Undang (UU) KPK tahun 2019 dan syarat peralihan untuk menjadi aparatur sipil negara di bawah eksekutif.
Dari jumlah itu, KPK kemudian memberikan kesempatan kepada 24 orang untuk mengikuti “pembinaan kembali” dan didapatkan hasil 19 di antaranya memenuhi syarat.
KPK belum merilis nama ke-57 pegawai KPK itu, namun penyidik senior Novel Baswedan dipastikan menjadi salah satu di antaranya. Adapun masa kerja mereka akan berakhir pada akhir September ini, merujuk batas waktu yang diberikan dalam undang-undang baru KPK tentang peralihan menjadi ASN.
Kapolri Listyo mengatakan alasan perekrutan pegawai KPK demi memperkuat divisi pencegahan dan penindakan korupsi di Polri.
“Rekam jejak dan pengalaman di tipikor sangat bermanfaat untuk memperkuat jajaran organisasi Polri yang kita sedang kembangkan,” kata Listyo, dalam keterangan tertulis yang dibagikan divisi humas Polri.
Listyo mengatakan pihaknya telah mendapat respons positif dari Istana Negara terkait penawaran posisi kepegawaian tersebut. “Secara tertulis, prinsipnya Beliau setuju,” ujarnya, merujuk kepada Presiden Joko Widodo.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno membenarkan pernyataan Kapolri perihal persetujuan Presiden.
“Ya, dalam surat permohonan itu silakan Kapolri (tindak lanjuti), tetapi pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan Kementerian PAN-RB (Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara), itu jelas suratnya,” kata Pratikno, di Gedung DPR Senayan, Rabu.
Kendati demikian, Pratikno belum bisa menjawab apakah peralihan status kepegawaian itu bersifat wajib atau pilihan. “Ya, itu nanti ditangani oleh Kapolri,” kata Pratikno.
Bukti penyingkiran
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal nonaktif KPK, Hotman Tambunan, mengatakan penawaran jabatan di kepolisian semakin menunjukkan upaya penyingkiran pegawai KPK yang bekerja secara sungguh-sungguh dalam pemberantasan korupsi.
Pasalnya, Pimpinan KPK ketika itu menyatakan para “pegawai yang tidak lolos berstatus ‘merah’ karena sudah tidak dapat lagi dibina untuk menjadi aparatur sipil negara.”
“Tapi, nyatanya kini kami disetujui menjadi ASN di instansi yang berbeda,” kata Hotman dalam keterangan tertulis, Rabu. “Ketidaklolosan kami, semakin nyata merupakan praktik penyingkiran dari KPK.”
Sementara itu, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK nonaktif, Giri Suprapdiono, mengatakan dirinya belum bisa memberi keputusan apakah akan menerima tawaran posisi di kepolisian tersebut.
“Kami masih konsolidasi dulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini. Banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait rencana kebijakan ini,” kata Giri, melalui pesan singkat.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan dan mantan Juru Bicara KPK, Johan Budi, mempertanyakan penarikan pegawai KPK menjadi ASN Polri.
“Tentunya Polri tidak bisa serta-merta langsung merekrut. Harus koordinasi terlebih dahulu dengan Menpan-RB dan BKN,” kata Johan di DPR.
“Karena 56 pegawai ini di KPK kan tidak lolos dengan alasan untuk alih status ke ASN. Saya pribadi sejak dulu tidak setuju kalau alih status ini kemudian membuat pegawai KPK diberhentikan,” kata Johan menambahkan.
Kendati demikian, Johan mengatakan tawaran Kapolri itu tetap perlu diapresias sebagai jalan tengah atas masalah yang dialami para pegawai itu.
TWK jadi ‘tidak bermakna’
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritik sikap pemerintah yang merespons positif tawaran Kapolri sebagai bentuk inkonsistensi atas kebijakan bagi para pegawai KPK.
“Jika Kapolri kemudian justru inginkan rekrut mereka, artinya TWK kemarin yang dilakukan KPK itu tidak bermakna. Tidak mempunyai nilai apa-apa. Kalau mereka dianggap tidak lolos mengapa Kapolri malah merekrut?” kata Boyamin saat dihubungi.
“Ini juga harus menjadi koreksi bagi KPK, juga Kapolri,” tambahnya.
Mohammad Choirul Anam, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan langsung terkait rencana perekrutan ini.
“Ide yang ditawarkan oleh Kapolri jika dipahami secara mendalam dapat diartikan sebagai sikap Presiden,” kata Anam, kepada wartawan.
Pada Agustus, Komnas HAM menyatakan tes wawasan kebangsaan kepada pegawai KPK melanggar hak asasi manusia, di antaranya dari aspek keadilan dan kepastian hukum, diskriminasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas bekerja, hingga hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Ketika itu, Komnas HAM mengirimkan rekomendasi kepada Presiden terkait temuan itu, salah satunya memulihkan nama baik pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dan mengangkat mereka menjadi ASN.
“Jika ini bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas. Apakah pelaksanaan sebagian atau seluruhnya. Oleh karenanya, penting bagi Komnas HAM untuk mendapatkan penjelasan dari Presiden secara langsung,” kata Anam.
Pengakuan sejumlah pegawai KPK secara anonim kepada media mengatakan dari tes tersebut terdapat sejumlah pertanyaan yang tidak memiliki korelasi dengan pemberantasan korupsi seperti gaya berpacaran, rencana menikah, pendapat tentang LGBTQ, hingga bersediakah melepas jilbab bagi pegawai Muslim perempuan.