Aktivis Menyambut Pembebasan Tapol dan Peliputan Media Asing

Oleh Aditya Surya
2015.05.11
150511_ID_ADITYA_PAPUA_TAPOL_DIBEBASKAN_700.jpg President Joko Widodo (Kanan) membebaskan tapol Penjara Abepura, Jayapura, tanggal May 9, 2015.
AFP

Aktivis menyambut keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan lima tahanan politik (tapol) Papua dan membuat wilayah Indonesia paling timur ini terbuka untuk liputan media asing.

Indonesia telah menikmati kebebasan pers sejak jatuhnya Suharto, kecuali di Papua dan Timor Timur [sekarang Timor Leste], yang memiliki kelompok separatist dan operasi militer.

Papua adalah bagian terakhir dari nusantara yang masih tertutup dari peliputan media asing selama empat dekade terakhir.

Gerakan separatis itu dulu, sekarang sudah berbeda… Kita harus berpikiran positif, harus membangun rasa saling percaya,” ujar Jokowi saat mengumumkan bahwa Papua bebas untuk peliputan media asing, di Kabupaten Merauke , tanggal 9 Mei.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Papua Victor Mambor mengatakan bahwa lebih dari empat dekade akses jurnalis asing di Papua sangat terbatas.

“Telah sekian lama suara orang Papua tidak didengar oleh dunia,” kata Victor Mambor kepada BeritaBenar tanggal 11 Mei.

Penutupan Papua terhadap wartawan asing telah menyebabkan sejumlah kekerasan, katanya lanjut.

“Blokade terhadap media asing membuat minimumnya pengadilan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tambahnya.

“Pendekatan yang baik”

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan bahwa kebebasan pers sebaiknya digunakan dengan bertanggung jawab oleh media asing.

“Wartawan asing sebaiknya meliput dengan seimbang, bukan berita provokatif untuk kepentingan mereka semata,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 11 Mei.

Ia menambahkan pendekatan yang baik dengan peliputan yang seimbang akan memberikan pengaruh yang baik bagi Papua.

“Sudah tidak lagi pelanggaran HAM di Papua,” katanya lanjut.

Terkait peristiwa berdarah yang terjadi di Paniai Desember tahun lalu, dimana militer Indonesia telah menembak mati empat warga sipil, Tedjo Edhy mengatakan pemerintah akan terus melakukan investigasi.

"Kita akan terus memantau dari berbagai sisi dan melibatkan semua pihak termasuk TNI, Polri, Komnas HAM," kata Tedjo.

Mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga putra asli dari Papua, Velix Wanggai, memuji komitmen Presiden Jokowi untuk masyarakat Papua.

“Kami [masyarakat Papua] sangat menghargai usaha dan komitmen Presiden Jokowi untuk membuka peluang dan dialog bagi kepentingan masyarakat,” katanya sambil menambahkan bahwa selama enam bulan pemerintahnnya Presiden Jokowi sudah melakukan kunjungan kerja dua kali.

Ia menambahkan pembangunan di Papua harus dipercepat karena faktor kemiskinan dan keterbelakangan seringkali dijadikan alasan oleh kelompok separatis untuk memisahkan diri dari Indonesia.

“Kestabilan adalah kunci pendekatan menyelesaikan kasus separatis di Papua,” katanya lanjut.

Tapol dibebaskan

Pada hari yang sama, presiden membebaskan kelima tapol dihukum tahun 2003 atas tuduhan pembobolan gudang senjata KODIM Jayawijaya dan tuduhan melakukan tindakan makar.

“Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka untuk menghentikan stigma konflik yang ada di Papua,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Jayapura, setelah mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan di Abepura.

Numbungga Telenggen dan Jefrai Murib adalah napi yang dihukum seumur hidup; Apotnalogolik Lokobal dihukum 20 tahun penjara; Linus Hiluka dan Kimanus Wenda dihukum 19 tahun 10 bulan dengan dakwaan yang sama.

“Ini adalah awal, setelah ini akan ditindaklanjuti pemberian grasi atau amnesti untuk lainnya,” katanya lanjut.

Ia mengatakan bahwa kurang lebih 90 tapol lainnya masih di dalam penjara.

Pembebasan ini juga mendapat kritikan dari pakar hukum pidana, Margiato yang berbasis di Jakarta. Menurutnya pembebasan dalam bentuk grasi harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Meskipun Presiden mempunyai kekuasaan penuh memberikan grasi tetapi ini ada prosesnya, yaitu melalui DPR,” katanya lanjut.

Margianto mengatakan keputusan Jokowi sangat singkat dan tanpa perencanaan matang.

Tapi Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan bahwa dua kebijakan Jokowi di Papua menunjukkan komitmen Indonesia untuk demokrasi.

“Ini merupakan langkah awal bagi Papua khususnya dan Indonesia untuk terus memperjuangkan demokrasi dan HAM,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 11 Mei via telefon.

“Masyarakat Papua akan terus menuntut keadilan dan pemerintah Indonesia harus siap memperjuangkannya,” katanya lanjut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.