Pelantikan Ade Komarudin Dinilai Tak Redakan Kisruh Golkar
2016.01.12
Jakarta
Pelantikan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR masih meninggalkan kekisruhan di DPR. Ade - yang dipilih Partai Golkar menggantikan Setya Novanto setelah Setya mengundurkan diri terkait keterlibatannya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap PT Freeport Indonesia - dilantik pada hari Senin ditengah protes dari kubu Agung Laksono.
Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Tobias Basuki menilai pelantikan ini tidak akan meredakan kisruh dua kubu Partai Golkar pimpinan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie yang masih saling mengklaim kepemimpinan.
Ketidakpastian atas siapa yang sah memimpin partai berlambang pohon beringin itu berlanjut setelah akhir Desember lalu Menteri Hukum dan HAM (Menkunham) Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan (SK) mengenai pengesahan kepengurusan Partai Golkar Hasil Musyawaran Nasional (Munas) Ancol kubu Agung.
Langkah itu diambil Menkumham setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie untuk mensahkan kepengurusannya.
Namun walaupun mencabut SK pengesahan kubu Agung, sampai saat ini Menkumham tidak kunjung mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Aburizal, sehingga kevakuman kepemimpinan partai tetap berlanjut.
Tobias Basuki menilai Ade tidak didukung penuh oleh partainya sendiri, sehingga tidak akan bisa mengharapkan dukungan dari partai lainnya dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPR.
“Ia memang bukan orang yang ideal untuk posisi ini, karena tugas seorang Ketua DPR itu adalah orang yang bisa menjembatani komunikasi antara institusi DPR dan Pemerintah. Artinya ia harus bisa diterima semua pihak,” kata Tobias kepada BeritaBenar.
Tobias mengatakan sebaiknya masalah internal Golkar diselesaikan dulu baru mereka memilih ketua DPR pengganti Setya.
Sementara itu anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP Adian Napitupulu sependapat dengan Tobias, karena menurutnya pelantikan Ade Komarudin tidak mempunyai landasan hukum.
“Partai Golkar itu belum mendapat pengajuan dari negara, seharusnya kedua kubu mendukung Ade. Saya kira kegaduhan akan terus berlanjut,” ujar Adian.
Diwarnai walk out
Ketika Ade dilantik oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan disumpah oleh ketua MA Hatta Ali, para wakil rakyat partai Golkar kubu Agung melakukan walk out sebagai aksi protes karena permohonan interupsi di dalam sidang tidak ditanggapi. Menurut para anggota DPR kubu Agung mereka telah melayangkan surat protes dan mengajukan nama Agus Gumiwang, namun tidak diindahkan.
Interupsi juga dilakukan oleh beberapa wakil rakyat dari partai Nasdem dan Demokrat.
Menjawab pertanyaan tentang dilantiknya Ade Komarudin, Agung Laksono mempertanyakan keputusan itu.
“Kenapa terburu-buru... seolah-oleh tidak mendengarkan aspirasi dari partai yang menjadi bagian dari parlemen,” katanya.
Sementara anaknya, Dave Laksono, yang juga anggota DPR dari kubu Agung mengatakan keberatannya.
“Yang kami protes adalah prosesnya, kami tidak pernah diajak bicara, dan kami pun telah mengajukan nama calon. Tetapi tidak didengar. Saya pribadi menunggu reaksi pemerintah. Tetapi yang saya dengar banyak kader-kader yang tidak puas, akan melakukan protes,” ujar Dave.
Namun tidak semua anggota DPR menentang pelantikan Ade. Syarief Hasan dari Partai Demokrat, mengatakan partainya setuju dengan penunjukan Ade.
“Menurut saya tidak ada masalah. Beliau punya kemampuan berkomunikasi, komunikasinya dengan semua pihak, bagus,” ujar Syarief.
Partai pemenang pemilu, PDIP selama ini berkeberatan dengan UU MD3 (MPR, DPR,DPD, DPRD) yang mengatakan partai pemenang pemilu belum tentu menjadi pemimpin DPR. UU MD3 digolkan tahun 2014 oleh koalisi oposisi yang memiliki suara mayoritas di parlemen segera setelah mereka terpilih, sehingga anggota partai pemenang pemilu tidak lagi menduduki posisi Ketua DPR seperti tradisi selama ini.
Bertemu Presiden
Presiden Joko Widodo pada hari Senin mengundang ketua partai Golkar dari kedua kubu secara terpisah untuk membicarakan penyelesaian konflik internal partai Golkar secara tertutup.
Pertemuan antara Agung dan Presiden berlangsung sekitar 30 menit. Dalam jumpa pers didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Agung mengusulkan Munas diselenggarakan bersama oleh kedua kubu.
“Salah satu cara terakhir adalah Munas Bersama yang diadakan oleh Mahkamah Partai Golkar (MPG) karena saat ini hanya MPG yang masih memiliki legalitas,” ujar Agung.
Ia mengatakan selama pertemuan tertutup tersebut Presiden lebih banyak mendengar penjelasannya.
Sementara itu setelah bertemu dengan Presiden sekitar satu jam, Aburizal Bakrie yang didampingi Sekjen versi Munas Bali, Idrus Marham mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya menolak usulan Agung untuk mengadakan Munas Bersama.
Dia menganggap sudah tidak ada persoalan lagi dalam tubuh Golkar, karena pengadilan sudah memutuskan bahwa Kepengurusan Munas Ancol tidak sah.
“Kami datang untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah dan duduk bersama Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa,” kata Ical setelah pertemuan.
Jokowi diminta turun tangan
Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung kepada wartawan mengatakan mengatakan akan menghormati keputusan DPR mengenai pelantikan Ade Komarudin asalkan sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. Dia menambahkan bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi masalah internal partai Golkar.
“Tapi pemerintah berketetapan persoalan partai-partai politik bisa segera diselesaikan,” kata Pramono.
Sebab jika persoalan-persoalan partai politik tidak selesai dapat mengganggu jalannya pemerintahan dan DPR.
Namun Tobias Basuki dari CSIS menyerukan agar pemerintah ikut menyelesaikan masalah ini.
“Apakah itu dengan meminta mereka untuk duduk bersama dan menyelesaikan masalah bersama-sama atau memilih salah satu dari kedua kubu,” kata Tobias kepada BeritaBenar.
Untuk jangka panjangnya, menurut Tobias, harus dibuat revisi undang-undang partai politik yang mengatur soal kisruh internal partai. Menurutnya, yang membuat kisruh antar pengurus partai ini sulit dipecahkan adalah, masalah ini belum diatur oleh UU parpol, sehingga tidak ada kejelasan siapa yang bisa memutuskan.
“Selama ini kan kubu yang satu dimenangkan oleh pemerintah, lalu kubu lawannya dimenangkan pengadilan. Semua merasa menjadi pemenang,” kata Tobias.
Menurut Tobias, yang dibutuhkan saat ini adalah kemampuan Presiden Jokowi untuk bekerjasama dengan PDIP untuk membantu memecahkan friksi di tubuh partai besar ini. Karena, tambahnya, Jokowi tidak mempunyai partai pendukung di DPR, sehingga bisa saja, kedua kubu malah bersaing merebut perhatian Ketua Umum PDIP.
“Jika Jokowi gagal mendapat dukungan PDIP di DPR (untuk memecahkan masalah ini), tidak mustahil Megawati sebagai ketua umum yang menjadi penentu,” tutupTobias.