PBB Desak ASEAN Tingkatkan Diplomasi ke Myanmar
2021.06.11
Washington
Kepala urusan Hak Asasi Manusia untuk PBB pada Jumat (11/6) mendesak ASEAN untuk mengintensifkan upaya menghentikan kekerasan pasca kudeta di Myanmar, beberapa hari setelah pejabat di blok kawasan tersebut bertemu dengan kepala junta Burma namun gagal mendapatkan kepastian untuk mencegah jatuhnya korban lagi.
Sementara itu, Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara tersebut belum menunjuk utusan untuk Myanmar, kata juru bicara kementerian luar negeri Indonesia pada hari Jumat, tujuh minggu setelah kelompok regional itu setuju mereka akan mengirim utusan untuk bertemu dengan semua pemangku kepentingan Burma.
“Komisaris Tinggi (PBB untuk Hak Asasi Manusia) mendorong intensifikasi diplomasi regional, termasuk oleh ASEAN dan negara-negara berpengaruh lainnya, untuk mendesak penghentian segera kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung,” kata Kantor Hak Asasi Manusia PBB dalam sebuah pernyataan, Jumat.
“Dialog sangat dibutuhkan dengan Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government – NUG) dan pemangku kepentingan masyarakat sipil,” kata pernyataan itu, merujuk pada pemerintah sipil bayangan di Myanmar.
Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, mengajukan permohonan kepada ASEAN sambil menuntut agar eskalasi kekerasan di negara Asia Tenggara itu “harus dihentikan untuk mencegah hilangnya nyawa lebih banyak lagi.”
“Seperti yang saya khawatirkan, konflik bersenjata dan kekerasan lainnya meningkat di banyak wilayah di Myanmar, termasuk Negara Bagian Kayah, Negara Bagian Chin dan Negara Bagian Kachin, dengan kekerasan yang sangat intens di daerah-daerah dengan kelompok etnis dan agama minoritas yang signifikan,” kata Bachelet, “pasukan keamanan Myanmar terus menggunakan persenjataan berat, termasuk serangan udara, terhadap kelompok bersenjata dan terhadap warga sipil dan objek sipil, termasuk gereja-gereja.”
“Tampaknya tidak ada upaya ke arah de-eskalasi melainkan peningkatan pasukan di daerah-daerah kunci, bertentangan dengan janji-janji yang dibuat militer kepada ASEAN untuk menghentikan kekerasan,” tambahnya.
ASEAN tidak mengundang perwakilan NUG atau anggota masyarakat sipil ke pertemuan puncak khusus tentang Myanmar yang diadakan di Jakarta pada akhir April, tetapi mengundang kepala junta Min Aung Hlaing.
Kedua pejabat ASEAN yang mengunjungi Myanmar pada 4-5 Juni bertemu dengan Min Aung Hlaing tetapi tidak dengan perwakilan NUG. Mereka juga merujuk pada jenderal senior yang menggulingkan pemerintah terpilih dengan gelar yang diasumsikan untuk dirinya sendiri – “Ketua Dewan Administrasi Negara (Chairman of the State Administrative Council-SAC)” – nama resmi untuk junta Burma.
Penyebutan gelar SAC terhadap pimpinan junta ini disebut dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh ASEAN pada tanggal 5 Juni, tetapi pernyataan itu telah dihapus dari situs web resmi blok tersebut tiga hari kemudian. Namun, BenarNews membuat salinan teks pernyataan tersebut.
Para pejabat yang mengunjungi Myanmar berasal dari ketua ASEAN Brunei. Pejabat di sekretariat ASEAN di Jakarta tidak menanggapi beberapa pertanyaan dari BenarNews tentang mengapa pernyataan tersebut dihapus dari situs ASEAN. Sejak kunjungan ke Myanmar, pejabat pemerintah Brunei juga belum mengeluarkan pernyataan apapun.
ASEAN kemungkinan menghapus pernyataan itu karena “kesalahan paling fatal” itu, seperti yang ditulis dalam editorial Jakarta Post pada Kamis.
“Itu adalah bentuk pengakuan terbuka terhadap junta, sementara ASEAN hanya mengakui Jenderal Hlaing sebagai panglima tertinggi militer Myanmar,” tulis editorial itu.
Selain itu, ASEAN telah sepakat pada KTT khusus pada 24 April itu bahwa mereka akan menunjuk seorang utusan untuk dikirim ke Myanmar, dan karena utusan itu belum disebutkan namanya, beberapa pengamat bertanya-tanya dalam kapasitas apa pejabat Brunei mengunjungi Naypyidaw.
Rene Pattiradjawane, seorang rekanan di The Habibie Center, sebuah think-tank di Jakarta, percaya bahwa Brunei menginginkan peran yang lebih besar dalam memutuskan seorang utusan, ciutnya di Twitter.
Pada pertemuan mereka dengan Min Aung Hlaing, kedua pejabat itu menyerahkan nama-nama kandidat kepadanya untuk ditunjuk blok itu sebagai utusan khusus. ASEAN bekerja dengan konsensus jadi hal ini tidak sepenuhnya mengejutkan.
Namun Abdul Kadir Jailani, Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia, menjelaskan bahwa keputusan siapa yang ditunjuk sebagai utusan ASEAN untuk Myanmar akan dibuat oleh menteri luar negeri dari semua negara anggota.
“Untuk menyampaikan mandat yang diberikan oleh Pertemuan Pemimpin ASEAN, penunjukan Utusan Khusus untuk Myanmar harus disertai dengan pedoman kebijakan yang jelas dari Menteri Luar Negeri ASEAN,” cuit Jailani, Kamis.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak terlalu senang dengan apa yang terjadi pada pertemuan pejabat ASEAN di Myanmar.
Sehingga, sehari setelah pertemuan itu, negara-negara anggota ASEAN, Malaysia, Indonesia, dan Singapura menyatakan frustrasi mereka atas penundaan penunjukan utusan di blok itu, di tengah laporan perbedaan sikap antara negara-negara anggota tentang masalah itu dan bahkan tentang cara menanganinya. Myanmar.
Selain itu, beberapa negara anggota ASEAN fokus pada kebijakan non-intervensi dalam blok ketika itu menguntungkan mereka secara politis, kata Bridget Welsh, seorang ilmuwan politik dari Universitas Nottingham di Malaysia.
“ASEAN telah mencoba untuk menggambarkan dirinya sebagai lawan bicara yang penting dalam dialog dengan Myanmar, dan apa yang terjadi adalah militer Myanmar telah menolak untuk menanggapi apa pun yang penting yang disarankan oleh blok tersebut,” kata Welsh dalam sebuah podcast pada hari Kamis.
Ini memberi kesan bahwa “ASEAN sedang dimainkan dan ini telah mempengaruhi kredibilitasnya dan memicu perpecahan di dalam kelompok itu,” katanya.
Oleh karena itu, ASEAN telah menciptakan situasi di mana komunitas internasional sekarang “terjebak pada apa yang harus dilakukan” karena negara-negara dan kelompok-kelompok di luar kawasan itu telah berulang kali mengatakan bahwa ASEAN adalah kunci untuk upaya mengembalikan keadaan normal ke Myanmar, kata Welsh.
Faktanya, Kurt Campbell, koordinator kebijakan Amerika untuk Indo-Pasifik, mengatakan pada konferensi minggu ini bahwa Washington “meminta negara-negara lain di kawasan sekitarnya” untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengisolasi dan menjangkau junta Myanmar, Nikkei Asia melaporkan.
ASEAN dalam bahaya dianggap sebagai tidak relevan karena Myanmar telah mendorong blok itu ke arah yang berbahaya, kata sebuah makalah yang diterbitkan minggu ini oleh The Lowy Institute, sebuah lembaga think-tank di Australia.
“ASEAN mendapat dukungan internasional untuk menangani krisis di Myanmar – dari PBB, hingga Cina, AS dan Australia – namun belum terbukti mampu secara efektif menanggulangi kelicikan para jenderal, atau keluhan penduduk Myanmar,” demikian Nicola Williams, peneliti kebijakan publik di Australian National University dalam sebuah makalahnya.
“Kudeta Myanmar menghadirkan ancaman paling serius bagi ASEAN terhadap pentingnya diplomasi regionalnya sejak Perang Dingin.”
Ronna Nirmala di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.