Aparat Sergap Terduga Penyerang Pegawai Freeport, 2 Tewas Ditembak

Juru bicara kelompok separatis mengatakan 2 korban tewas bukan anggotanya tapi warga sipil.
Ronna Nirmala
2020.04.10
Jakarta
200410_ID_Papua_620.jpg Warga Papua yang melarikan diri dari kampung mereka karena konflik bersenjata di wilayah tambang Freeport berkumpul di penampungan di Mimika, Papua, 9 Maret 2020.
AFP

Dua anggota kelompok separatis Papua yang diduga terlibat dalam aksi penyerangan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia akhir bulan lalu tewas dalam penyergapan yang dilakukan aparat gabungan TNI/Polri di Kabupaten Mimika, demikian juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Jumat (10/4).

Selain itu, pasukan gabungan juga mengamankan satu orang lainnya yang diduga anggota apa yang disebut aparat keamanan sebagai “kelompok kriminal bersenjata (KKB)” dalam penyergapan yang terjadi pada Kamis (9/4/) pagi di Distrik Iwaka.

“Telah dilakukan penindakan tegas terhadap KKB yang melakukan penembakan di kompleks kantor PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal, dalam rilis yang diterima BenarNews, Jumat (10/4/2020).

Penyergapan bermula dari penangkapan enam orang yang diduga akan menyuplai bahan pokok ke kelompok bersenjata itu, kata Ahmad.

“Setelah dilakukan penyelidikan, aparat gabungan berhasil menemukan tempat persembunyian kelompok tersebut,” kata Ahmad.

Penyerangan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia terjadi pada Senin, 30 Maret, di area perkantoran dan perumahaan perusahaan di Kuala Kencana, Mimika.

Insiden tersebut menewaskan seorang pekerja asal Selandia Baru bernama Graeme Thomas Wall, dan melukai dua pekerja lainnya, Ucok Simanungkalit dan Jibril MA Bahar.

Hendrik Wamang, komandan kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengklaim kelompoknya bertanggung jawab atas penembakan di area perkantoran tersebut.

Kepolisian tidak menyebut identitas dua orang kelompok separatis yang tewas.

Dalam penyergapan tersebut, aparat turut mengamankan sejumlah barang bukti seperti satu buah senjata rakitan, satu buah airsoft gun merek Glock, 162 butir peluru, 7 buah senapan angin, 10 buah selongsong, busur panah dan puluhan anak panah, dan tiga bendera bercorak Bintang Kejora.

Juru Bicara TPNPB-Organisasi Papua Merdeka (OPM), Sebby Sambom, membantah dua orang yang tewas dan satu orang yang ditangkap sebagai bagian dari kelompoknya.

“Laporan pertama yang kami terima bahwa yang tangkap itu warga sipil, dan yang ditembak itu warga sipil juga,” kata Sebby kepada BenarNews.

“Tapi nanti kami tunggu pimpinan militer di Timika dan kepastian konfirmasinya akan disampaikan oleh pimpinan TPNPB di Timika,” tambah Sebby tanpa menjelaskan lebih jauh perihal penemuan sejumlah senjata api dan tajam di lokasi penyergapan.

Tawaran gencatan senjata tak direspons

Dua hari sebelum penyergapan aparat, TPNPB-OPM menawarkan gencata senjata kepada Pemerintah Indonesia menyusul penyebaran pandemi COVID-19 yang juga ditemukan di Bumi Cenderawasih.

Gencatan senjata akan berlaku jika pemerintah Indonesia menarik seluruh pasukan keamanan non-organik di Papua.

Namun hingga Jumat, baik TNI/Polri maupun pemerintah pusat masih enggan merespons tawaran tersebut.

Juru bicara TPNPB-OPM Sebby mengaku tidak ambil pusing atas diamnya pemerintah dan aparat keamanan Indonesia.

Menurutnya, yang terpenting TPNPB-OPM telah mengikuti instruksi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres tentang gencatan senjata selama pandemi.

“Kalau Indonesia tidak mau ikut tawaran kami itu tidak masalah. Karena kami sudah lakukan sesuai instruksi Sekjen PBB tentang gencatan senjata. Dan hal itu adalah nilai plus bagi TPNPB di mata masyarakat internasional,” kata Sebby.

Sebelumnya Sebby mengatakan, jika pemerintah Indonesia menolak tawaran gencatan senjata, maka TPNPB dan OPM mengancam akan tetap melakukan perlawanan di berbagai wilayah, termasuk di kawasan pertambangan emas dan tembaga milik Freeport Indonesia di Tembagapura.

“Gelombang besar pengungsi ke negara tetangga Papua Nugini tidak akan terhindarkan karena wilayah-wilayah tersebut menjadi semakin tidak aman,” tukasnya.

Berdasarkan laporan ISEAS-Yusof Ishak Institute, perbandingan pasukan keamanan dengan rasio per kapita populasi di Papua berkisar 1:97, yakni terdapat satu polisi atau tentara untuk setiap 97 orang. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional yang berkisar 1:296.

Dari rasio tersebut, saat ini diperkirakan jumlah pasukan gabungan TNI/Polri yang berjaga di Papua berjumlah sekitar 37.000 personel.

Di sisi lain, Wakapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Dax Sianturi, pada akhir Desember 2019, mengklaim jumlah anggota kelompok separatis di Papua dan Papua Barat mencapai 50.000 sampai 60.000 orang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.