Sementara NU menyambut, ormas keagamaan lain tolak tawaran Jokowi untuk kelola tambang

Mereka mengatakan tidak memiliki kapasitas dan pertambangan bertentangan dengan amanah menjaga lingkungan.
Tria Dianti
2024.06.12
Jakarta
Sementara NU menyambut, ormas keagamaan lain tolak tawaran Jokowi untuk kelola tambang Aktivis lingkungan membentangkan spanduk dan membawa balon bertuliskan CO2 yang dihasilkan dari penggunaan batu bara dalam pertemuan pemegang saham perusahaan tambang batu bara Adaro di Jakarta pada 15 Mei 2024.
Bay Ismoyo/AFP

Sementara Nahdlatul Ulama - organisasi keagamaan terbesar di Indonesia menyambut kebijakan pemerintah memberikan hak pengelolaan pertambangan kepada organisasi keagamaan, beberapa ormas sejenis menolak tawaran pemerintah itu, dengan alasan khawatir atas potensi dampak lingkungan dan tidak adanya kapasitas relevan dari organisasi terkait dalam pertambangan.

“Kami menolak karena mau tetap konsisten dan berpegang teguh pada prinsip sebagai lembaga keagamaan,“ kata Marhen LP Jenarut, sekretaris eksekutif Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI) kepada BenarNews, Rabu (12/6).

Ia mengatakan sejak berdiri pada 1924, institusinya berfokus pada pengembangan rohani umat dan pelayanan kemanusiaan. 

Marhen juga menegaskan bahwa sebagai representasi Gereja Katolik Indonesia, pihaknya berperan mengawal manajemen pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan memperhatikan lingkungan hidup dan berlandaskan moral etis gereja Katolik, kata Marhen.

“Yakni menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, bersikap solider, berorientasi kepada kepentingan umum serta menjamin keutuhan alam ciptaan dan menjunjung tinggi prinsip keadilan,” kata dia.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom.

“Kami menolak ikut mengelola usaha tambang. Selain diliputi ragam kontroversi di dalamnya, usaha ini juga sangat kompleks dan memiliki implikasi yang sangat luas,” kata Gomar kepada BenarNews.

“Dan sudah pasti itu semua bukanlah bidang pelayanan PGI dan kami juga tidak memiliki kemampuan di bidang ini. Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI,” kata dia.

Selain itu, Gomar menambahkan bahwa selama ini PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha tambang.

“Ikut menjadi pelaku usaha tambang potensial akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri kelak dan akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” kata dia.

Uskup Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Robinson Butarbutar menyatakan pihaknya ikut bertugas dan bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia untuk pembangunan.

“Bersama ini dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” kata dia seperti dalam rilis yang diterima BenarNews.

Namun pendapat berbeda disampaikan Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia dengan klaim sekitar 100 juta pengikut.

“Kebijakan (izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan) ini merupakan langkah berani dan terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kepentingan langsung rakyat,” kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam keterangan tertulisnya, pekan lalu.

Sementara Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua yang mengklaim memiliki sekitar 60 juta anggota belum memberikan respons resmi atas peraturan pemerintah itu.

“Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” jelas Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti awal bulan ini.

Peraturan Pemerintah yang ditandatangani oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 30 Mei itu merupakan tindak lanjut dari kebijakan pemerintah pada 2022 terkait pencabutan izin operasi atas jutaan hektar lahan yang awalnya ditujukan kepada perusahaan-perusahaan tambang, namun tidak dikembangkan selama bertahun-tahun atau disalahgunakan.

Pemerintah mengatakan pengalihan pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan adalah sebagai penghargaan kepada mereka atas jasa besar dalam kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, demikian termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25/2024 tersebut.

Menanggapi kecaman bahwa ormas keagamaan tidak memiliki kompetensi dalam mengurus tambang, Kementerian Investasi menyebut akan melakukan verifikasi dan pemberian syarat ketat sebelum mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP).

“Pemerintah nanti yang menentukan misalnya ada yang mengajukan, kemudian diverifikasi dan memenuhi syarat, dan persyaratannya akan ketat, tidak mudah. Ormas itu harus punya badan usaha,” kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia

Bahlil menambahkan nantinya IUP tidak bisa dipindah tangan dan pengelolaannya harus profesional sehingga bisa memberikan pendapatan ke ormas tersebut untuk menunjang program sosial mereka.

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (belakang), dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf (kanan) menghadiri peringatan Hari Santri Nasional di Surabaya, Jawa Timur pada 22 Oktober 2023, tiga hari sebelum Prabowo secara resmi mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dalam Pemilu 2024 berdampingan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi sebagai calon wakilnya. [Juni Kriswanto/AFP]
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (belakang), dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf (kanan) menghadiri peringatan Hari Santri Nasional di Surabaya, Jawa Timur pada 22 Oktober 2023, tiga hari sebelum Prabowo secara resmi mencalonkan diri sebagai kandidat presiden dalam Pemilu 2024 berdampingan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi sebagai calon wakilnya. [Juni Kriswanto/AFP]

Relasi patron-klien

Dominique Nicky Fahrizal, pakar politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), mendukung penolakan beberapa ormas keagamaan terhadap izin pemberian pengelolaan tambang.

“Mengurus tambang ini berbeda dengan ormas. Tambang memerlukan teknologi, keahlian, visi dampak panjang, dan mitigasi lingkungan tercemar, core business yang sangat beda dengan pemberdayaan umat,” kata dia.

Ia mengkhawatirkan peraturan pemerintah ini dikeluarkan semata untuk mengkonsolidasi kekuasaan demi menopang rezim yang ada supaya bisa bertahan sampai akhir.

“Ini semacam bentuk relasi patron-klien. Jadi ketika dikasih fasilitas dan itu diterima artinya ada keuntungan bagi pemerintahan Jokowi bisa bertahan karena ada orang yang mendukung, secara tidak langsung,” ucapnya kepada BenarNews.

“Agama itu bumbu saja, harapannya si ormas ini bisa mendukung pemerintahan sampai akhir atau ‘mendukung semua agenda saya.’”

Pakar Politik Islam dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan ormas yang menolak ini dinilai tidak sevulgar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam mendukung pemerintahan Jokowi.

“Manfaat bagi ormas itu sendiri tergantung (bagaimana) mereka mengelolanya,” kata Yon kepada BenarNews.

“Apabila kader mereka miliki sumber daya manusia, dan bisa menjalankannya, maka program ini bisa membantu pendanaan untuk ormas agar menjadi independen, menopang dari sisi ekonomi. Tapi kalau gagal ya izin itu hanya sebatas pemberian hadiah saja.”

Seperti juga pendapat sejumlah pengamat lainnya, Yon mengatakan izin tambang ini tak lebih dari bentuk "terima kasih" Jokowi kepada ormas keagamaan yang telah membantu kemenangan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra Jokowi Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu pada Februari lalu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.