TNI AU gelar operasi pemantauan gelombang pengungsi Rohingya ke Aceh
2023.12.21
Jakarta
TNI Angkatan Udara dalam sepekan terakhir telah mengerahkan sejumlah pesawat untuk memantau masuknya pengungsi Rohingya ke wilayah Indonesia, menyusul eksodus manusia perahu asal Myanmar itu ke perairan Aceh, namun operasi ini bukan untuk mengusir mereka.
Komandan Pangkalan Angkatan Udara Sultan Iskandar Muda Kolonel Penerbang Yoyon Kuscahyono mengatakan Operasi Mata Elang-23 ini digelar untuk menjaga perairan Indonesia dari gangguan batas wilayah menyusul gelombang pengungsi Rohingnya memasuki Aceh tanpa dokumen yang jelas.
Polisi, yang juga menggelar kegiatan serupa, mengatakan bahwa operasi yang dilakukan TNI-AU tersebut bukan untuk mengusir pengungsi Rohingya yang memasuki wilayah Indonesia, tetapi hanya untuk memantau kedatangan mereka.
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Joko Krisdiyanto menyampaikan patroli yang dipimpin langsung Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko pada Rabu tersebut merupakan bentuk tanggung jawab terhadap keamanan lokal seiring banyaknya pengungsi Rohingya yang masuk ke Aceh.
“Bukan (upaya mengusir Rohingya). Hanya memantau situasi perairan,” ujar Joko saat dikonfirmasi BenarNews pada Kamis (21/12).
Joko mengatakan bahwa Polda Aceh menyusuri perairan pesisir timur yang meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, dan Lhokseumawe.
Sejak Kamis lalu hingga Sabtu, TNI AU mengerahkan pesawat Boeing 737 AI-7302 dari Skuadron Udara 5 Wing Udara 5 Lanud Sultan Hasanuddin Makassar untuk melaksanakan patroli udara.
Pada Minggu, Pesawat Casa 212 Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh juga dikerahkan ke Perairan Aceh. Terbaru pada Selasa (19/12), pesawat CN 295 Skadron Udara 2 Lanud Halim Perdanakusuma dikerahkan dalam misi lanjutan.
Menurut Yoyon, fokus dari operasi ini adalah memantau pergerakan pengungsi Rohingya di lima wilayah potensi pendaratan kapal Rohingnya yakni Langsa, Lhoukseumawe, Sigli, Aceh Besar, dan Sabang.
“Kami juga meluruskan tidak benar telah mendeteksi lima kapal pengungsi Rohingya,” ujarnya.
Yoyon mengatakan Operasi Mata Elang-23 telah berjalan sejak dua pekan lalu dan merupakan operasi rutin yang digelar tahunan. Namun Yoyon tidak merinci kapan operasi akan berakhir.
"Mungkin secara continue (patroli udara) juga akan dilakukan ke lokasi perairan lainnya yang juga berpotensi mendaratnya pengungsi Rohingya," ujar Yoyon.
Dari pihak polisi, Joko menyampaikan patroli udara itu dilakukan sejauh 70 kilometer dari arah bibir pantai. Namun, polisi tidak menemukan adanya kapa-kapal pengungsi Rohingya yang hendak memasuki perairan Aceh.
"Situasi perairan juga dalam keadaan aman dan terkendali," kata Joko.
Dalam dua bulan terakhir di tahun 2023. lebih dari 1.600 Rohingya kabur dari kamp pengungsian di Bangladesh dengan kapal, dan mendarat di Aceh. Namun kedatangan para Rohingya diwarnai dengan adanya isu penyelundupan manusia.
Senin lalu (18/12), Polresta Banda Aceh menangkap dan menetapkan tersangka seorang pengungsi Rohingya bernama Muhammed Amin dalam kasus dugaan tindak pidana penyeludupan manusia ke Indonesia.
"Tersangka berinisial MA, umur 35 tahun, asal Myanmar; yang bersangkutan adalah pengungsi Camp 1 Blok H-88 Kutupalum, lokasi penampungan etnis Rohingya di Cox's Bazar Bangladesh," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol. Fahmi Irwan Ramli di Banda Aceh, seperti dikutip Antara.
Dalam kasus tersebut, polisi juga telah memeriksa 12 orang saksi dari pengungsi Rohingya.
Dua pekan lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan pemerintah akan menindak tegas para pelaku perdagangan manusia yang terlibat dalam gelombang kedatangan pengungsi Rohingya.
Pernyataan tersebut Jokowi menyusul maraknya narasi yang menggambarkan pengungsi Rohingya secara negatif di media sosial sehingga memicu antipati masyarakat terhadap kelompok minoritas Muslim yang jadi korban persekusi di Myanmar.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa penyelundup dan penjahat pelaku perdagangan manusia telah memanfaatkan kebaikan hati rakyat Aceh dengan mengambil keuntungan finansial dari para pengungsi.
Polda Aceh menyampaikan bahwa terhitung dari Oktober 2015 hingga pertengahan Desember tahun ini, polisi telah menangani 23 kasus terkait penyelundupan imigran Rohingya.
Dari 23 kasus yang ditangani tersebut, polisi telah menetapkan 42 orang sebagai tersangka, sementara tiga orang masih buron. Para tersangka itu terdiri dari dua warga negara Bangladesh, 13 Rohingya, dan 27 orang Indonesia.
Para pelaku tersebut diduga terlibat penyelundupan manusia dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
UNCHR, NGO minta Indonesia selamatkan Rohingya
Perwakilan UNHCR di Aceh Faisal Rahman tetap berharap TNI-Polri bertindak untuk menyelamatkan pengungsi Rohingya ketika mereka mendapati mereka sedang terkatung-terkatung di lautan.
“Sebagai lembaga yang memiliki mandat untuk perlindungan pengungsi, tentunya kita tetap berharap pemerintah Indonesia tetap akan menjunjung tinggi nilai-nilai universal kemanusiaan,” ujar Faisal kepada BenarNews.
Menurut Faisal, Indonesia selama ini sudah memiliki rekam jejak sebagai negara yang menolong para pengungsi yang menghadapi kesulitan di lautan.
“Atas dasar kemanusiaan, (kami berharap Indonesia masih tetap akan melanjutkan kebiasaan yang sudah dilakukan dan diketahui dunia sebagai negara yang menjunjung dan memperjuangkan hak asasi manusia,” jelasnya.
Angga Reynadi Putra dari Suaka, sebuah lembaga swadaya masyarakat pembela hak pengungsi, mengatakan kebijakan menghalau dan mengusir pengungsi Rohingya di lautan bukanlah pilihan yang tepat bagi Indonesia.
Sebab, menurut dia, hal itu dapat membahayakan pengungsi Rohingya yang sedang dalam kondisi terombang ambing.
“Apalagi mengingat mereka kemungkinan besar tidak memiliki perbekalan logistik yang memadai,” jelasnya kepada BenarNews.
Menurut Konvensi PBB Soal Hukum Laut atau UNCLOS, lanjut Angga, negara berkewajiban untuk menyelamatkan kapal dalam keadaan darurat. Indonesia sendiri telah meratifikasi UNCLOS.
“Ini juga tidak sejalan dengan penerapan prinsip non-refoulement sebagai perlindungan HAM dan kebiasaan hukum internasional yang mengikat,” jelasnya.
Sejak 2017, lebih dari sejuta warga Rohingya meninggalkan rumah mereka ketika militer Myanmar melakukan pembantaian terhadap mereka.
PBB mengatakan tindakan militer itu "contoh nyata dari pembersihan etnis".
Nazarudin Latif berkontribusi dalam laporan ini.