KPK Didesak Segera Tahan Setya Novanto
2017.11.10
Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera menahan Setya Novanto setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu kembali ditetapkan secara resmi sebagai tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), Jumat.
Penahanan itu dilakukan agar Ketua Umum Partai Golkar tersebut tak lagi melakukan rangkaian manuver yang bisa menghambat pengungkapan dugaan korupsi proyek yang ditaksir merugikan negara Rp2,3 triliun – dari nilai total proyek Rp 5,9 triliun.
“Seperti tidak kunjung memenuhi panggilan,” kata pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada BeritaBenar, Jumat, 10 November 2017.
Novanto sekalipun memang belum pernah datang memenuhi panggilan KPK, baik saat masih berstatus saksi atau setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelum penetapan tersangka untuk kedua kalinya, dia sempat dipanggil dua kali tapi tak pernah hadir dengan alasan menjalani dinas.
Melalui kuasa hukumnya, Novanto bahkan berkelit dengan mengatakan pemanggilan terhadap dirinya harus atas seizin Presiden Joko Widodo.
"Makanya, baiknya memang begitu (ditahan)," ujar Fickar seraya menambahkan bahwa secara aturan, KPK berhak menahan Novanto.
"Dapat dilakukan penangkapan sekaligus penahanan sejauh ada indikasi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau bahkan manuver politik,” tegas Fickar.
Hal sama disampaikan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Arif Susanto, yang menilai Novanto sebaiknya ditahan setelah ditetapkan kembali sebagai tersangka.
Alasannya, kata Arif, Novanto tak henti bermanuver menghindari pemeriksaan, bahkan “menyerang balik” KPK dengan melaporkan dua pimpinan komisi antirasuah itu – Agus Raharjo dan Saut Situmorang – atas dugaan penyalagunaan wewenang.
“KPK punya hak kok. Penahanan juga akan memberikan kesan baik bahwa KPK tegas dan tidak gentar memberantas korupsi,” kata Arif.
Kembali tersangka
Novanto diumumkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Jumat sore, 11 November 2017.
"Setelah proses penetapan penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut dalam konferensi pers di kantornya.
"SN selaku anggota DPR bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto, diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi."
Sebenarnya, penetapan kembali Novanto sebagai tersangka sudah diketahui publik sejak 6 November lalu setelah surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) beredar. Namun saat itu, pejabat KPK enggan berkomentar.
Ini adalah penetapan tersangka kedua bagi Novanto, setelah penetapan pertama gugur dalam praperadilan pada 1 Oktober lalu.
Hakim tunggal Cepi Iskandar yang memimpin sidang praperadilan ketika itu menilai KPK tidak sah serta cacat prosedur dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka lantaran barang bukti yang diajukan berasal dari perkara lain.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan beragam pertimbangan hakim Cepi di persidangan lalu itu telah dijadikan pertimbangan oleh penyidik KPK dalam penetapan tersangka Novanto kali ini.
"Ada bukti baru. Kami juga sudah memeriksa beberapa saksi, dari anggota DPR, kementerian, dan swasta," kata Febri, tanpa memerinci lebih lanjut bukti baru penjerat Novanto.
Dengan penetapan Novanto, maka KPK kini telah mengukuhkan empat orang tersangka dalam kasus e-KTP.
Sebelumnya adalah Markus Nari, Anang Sugiana Sugihardjo, dan Miryam Haryani yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan palsu saat bersaksi di persidangan.
Seorang lain tengah menjalani persidangan adalah Andi Narogong alias Andi Agustinus, pihak swasta yang didakwa turut melicinkan jalan proyek dengan membagi-bagikan uang kepada sejumlah pimpinan, anggota komisi II, dan Badan Anggaran DPR.
Sedangkan dua eks-pejabat Kementerian Dalam Negeri, yaitu Irman dan Sugiharto telah menerima vonis masing-masing tujuh dan lima tahun penjara.
Dalam pernyataannya, KPK akhirnya memutuskan menahan Anang selama 20 hari ke depan untuk keperluan penyidikan korupsi e-KTP.
'Kembali praperadilan'
Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Novanto mempertimbangkan untuk mengajukan lagi praperadilan atas status tersangka yang kembali disandang kliennya.
“Ya, akan kami ajukan (praperadilan),” kata Fredrich kepada BeritaBenar.
Tak cuma itu, Friedrich juga akan melapor KPK ke kepolisian atas penetapan tersangka kali ini karena lembaga anti-rasuah itu dianggap telah melanggar putusan praperadilan yang pernah menganulir status tersangka Novanto.
Menurut Fredrich, putusan praperadilan telah tegas menyebutkan bahwa KPK tidak boleh lagi menyidik kliennya. Maka, Fredrich beralasan Novanto memiliki dasar kuat untuk melapor ke polisi.
"Melawan putusan pengadilan itu ancamannya sembilan tahun," tambahnya.
Hanya saja, Fredrich belum bisa memerinci kapan akan melaporkan KPK ke kepolisian.
"Sesegera mungkin, sesaat setelah kami menerima surat resmi (penetapan tersangka). Kalau dapat malam ini, malam ini juga kami laporkan."
Perihal rencana kuasa hukum Novanto, Febri tak mempermasalahkannya. KPK dikatakan siap menghadapi segala langkah hukum yang bakal ditempuh kubu Novanto.
"Sepanjang ada jalur hukum, kami akan hadapi," kata Febri.
Adapun terkait desakan untuk menahan Novanto, Febri enggan berkomentar lebih lanjut. Dia hanya menyatakan bahwa KPK masih berfokus pada penetapan tersangka Novanto.
"Itu (penahanan) nanti pertimbangan penyidik," pungkas Febri, “yang pasti, nanti akan diagendakan jadwal pemeriksaan sebagai tersangka."