Indonesia Sebut Pandemi Halangi Vietnam Pulangkan 500 Nelayannya
2021.05.24
Jakarta
Lebih dari 500 nelayan Vietnam terdampar di Indonesia dan belum dipulangkan oleh pemerintah negara asalnya sejak dimulainya pandemi COVID-19, kata pejabat Indonesia dan nelayan yang ditahan kepada BenarNews dan Radio Free Asia.
Beberapa nelayan mengatakan ingin keluar dari tempat penahanan mereka dan kembali ke negara asalnya agar bisa menghidupi keluarganya. Pemerintah Vietnam, sementara itu, bungkam perihal upaya pemulangan mereka.
“Pada dasarnya kami ingin mereka segera pulang, tetapi situasi saat ini, akibat pandemi COVID-19, tidak memungkinkan mereka untuk kembali ke Vietnam karena Vietnam sendiri masih di lockdown. Belum ada penerbangan ke sana,” kata Ahmad Nursaleh, juru bicara Direktorat Jenderal Imigrasi, kepada BenarNews.
“Kami hanya bisa mendorong Vietnam untuk segera memulangkan warganya,” kata Ahmad.
Sementara semua awak kapal penangkap ikan yang disita itu ditahan, hanya kapten dan pemimpin kapal yang didakwa, demikian menurut pejabat Indonesia. Pada pertengahan Desember 2020, pihak berwenang Indonesia mengatakan 225 nelayan telah ditahan tahun itu - tetapi 199 di antaranya diizinkan untuk kembali ke Vietnam kapan saja.
“Upaya telah dilakukan untuk mengembalikan mereka. Direktur Jenderal Imigrasi telah berkomunikasi dengan pihak Vietnam setiap kali ada tambahan warga Vietnam yang ditahan, kami segera menyampaikan hal ini kepada mereka,” kata Ahmad. “Jumlah mereka terus bertambah dan tidak ada kejelasan tentang kepulangan mereka, sedangkan dari pihak kami tidak ada halangan untuk memulangkan mereka.”
Abdi Suhufan, dari kelompok lingkungan hidup nirlaba Destructive Fishing Watch mengatakan para awak kapal biasanya diizinkan kembali ke negara asalnya. “Mereka yang ditahan biasanya nakhoda, sementara awak kapal dipulangkan, tapi mungkin pemerintah Vietnam tidak siap memulangkan mereka. Indonesia juga memiliki keterbatasan dana, shelter dan ahli bahasa,” kata Abdi.
Sebelum pandemi, para nelayan dipulangkan dengan pesawat udara dalam beberapa bulan setelah ditahan. Karena jumlah yang ditahan dan kurangnya penerbangan antar negara, pejabat Indonesia mengharapkan pemerintah Vietnam mengirim kapal untuk menjemput mereka.
“Kami tidak bisa marah karena ini tentang prosedur. Kami telah berusaha semaksimal mungkin, karena ini adalah tugas kami juga. Tapi ini masa pandemi, semua orang mengalami masa-masa sulit,” kata Ahmad.
“Ini bukan yang diinginkan Indonesia - kami juga tidak bisa menyalahkan para nelayan atau negara asal mereka. Betul, mereka melanggar hukum, tapi saat keadilan telah ditegakkan, mereka hanya perlu dipulangkan."
Vietnam, negara yang memiliki kapal-kapal yang disita itu, bertanggung jawab atas repatriasi, tegas Ahmad.
“Kami juga tidak bisa menegakkan kebijakan negara mereka. Yang penting kita mengupayakan koordinasi dengan semua pihak terkait,” lanjutnya.
Ketika ditanya apakah pertemuan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh membahas masalah tersebut dalam pertemuan mereka bulan lalu di Istana Kepresidenan Bogor, para pejabat mengatakan mereka tidak tahu.
'Hidup yang sulit'
Seorang nelayan Vietnam yang berada di pusat penahanan Tanjung Pinang sejak Maret 2020 mengatakan bahwa penahanannya itu menyebabkan ia tidak bisa menghidupi anak-anaknya yang masih kecil dan kedua orang tuanya di kampungnya. Ayah dan ibunya yang telah berusia 70-an tahun harus terus bekerja sehingga mereka dapat mengirim sekitar Rp500.000 per bulan untuknya untuk membeli makanan.
“Kami semua di pusat penahanan mengalami kehidupan yang sulit. Banyak yang sering kelaparan karena kami hanya diberi setengah mangkuk nasi setiap kali makan. Kami semua ingin kembali ke Vietnam dan bisa bekerja untuk menghidupi keluarga kami. Sungguh menyedihkan di sini," kata Pak Dung yang meminta agar namanya tidak digunakan karena alasan keamanan, kepada RFA, media yang terafiliasi dengan BenarNews.
Seorang pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia mengatakan para nelayan mendapat cukup makan.
“Kami memberi mereka makan dan jumlahnya cukup banyak. Tidak ada yang lapar, mereka bisa makan tiga sampai empat kali sehari,” kata direktur operasi dan pemantauan armada Pung Nugroho Saksono kepada BenarNews.
Di Vietnam, seorang perempuan yang meminta untuk diidentifikasi sebagai Ms. Vy yang mempunyai adik laki-laki ditahan di Tanjung Pinang, mengatakan kepada RFA bahwa keluarganya telah berkali-kali menghubungi Kementerian Luar Negeri Vietnam.
“Kementerian Luar Negeri di sini [di Vietnam] mengatakan bahwa mereka telah mengirimkan semua [dokumen terkait] ke Kedutaan Besar Vietnam. Ketika saya menghubungi Kedutaan, mereka mengatakan bahwa kami harus menunggu. Kami telah menunggu lebih dari setahun tetapi belum mendengar kabar dari mereka. "
Dia mengatakan banyak keluarga di Vietnam telah menghubungi perantara yang tidak jelas untuk membantu upaya membebaskan kerabat mereka.
“Saya mendengar bahwa sekitar 100 keluarga tahanan harus meminjam uang, bahkan ada yang meminjam uang dari geng kriminal atau bank untuk membayar perantara itu,” ujarnya, “banyak yang sekarang khawatir bahwa perantara itu telah menipu mereka.”
Pada Desember 2020, tahanan di Tanjung Pinang mengirim video mereka ke RFA memperlihatkan kondisi kehidupan mereka yang buruk termasuk makanan basi.
Seorang narapidana yang meminta untuk diidentifikasi sebagai Mr. Bien mengatakan bahwa sejumlah pejabat Vietnam telah mengunjungi pusat penahanan itu sebelum Tahun Baru Imlek (Tet) pada Februari 2021) untuk mengumpulkan informasi setelah publikasi video tersebut.
“Sebelum Tet, staf Kedutaan Besar Vietnam datang untuk mewawancarai kami secara langsung. Saya memang meminta mereka untuk membantu kami semua agar kami segera dipulangkan dan bersatu kembali dengan keluarga kami,” katanya kepada RFA.
“Staf Kedutaan mengatakan mereka akan berusaha untuk memfasilitasi secepat mungkin, tetapi sejauh ini, kami belum melihat kemajuan apa pun.”
Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta tidak mau langsung menjawab ketika BenarNews meminta untuk menanggapi masalah tersebut dan mengatakan akan menginformasikannya nanti.