Museum Antiteror: Refleksi kelam dan harapan masa depan
2024.07.22
Sentul, Jawa Barat
Chusnul Chotimah, penyintas bom Bali, menyeka air matanya di depan replika mobil Mitsubishi L-300 berwarna putih, serupa dengan kendaraan pengangkut bom yang meledak di Jalan Legian, Kuta, pada 2002, yang menewaskan 202 orang tak berdosa, di museum yang baru didirikan di Bogor, Jawa Barat.
Chusnul sengaja mengajak putra bungsunya berkeliling ke setiap sudut di Museum Nasional Penanggulangan Terorisme Adhi Pradana di Sentul, Bogor, Jawa Barat, demi menunjukkan setiap detail peristiwa tragis yang menimpanya.
“Akhirnya, saya bisa menjelaskan sejelas-jelasnya kepada anak bungsu saya yang saat itu belum lahir, tentang kejadian yang menimpa saya 22 tahun lalu, semengerikan apa ledakan saat itu yang mengubah saya sampai seperti ini,” ucap Chusnul, yang pada malam nahas itu berada 100 meter dari area ledakan dekat Paddy’s Pub, kepada BenarNews pekan lalu.
Chusnul hadir dalam peresmian museum tersebut, yang menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto, dibuka untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang perjalanan panjang penanggulangan terorisme di Indonesia.
Perempuan yang tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur, itu menjadi salah satu perwakilan penyintas Bom Bali dalam peresmian museum antiteror seluas 2.458 meter persegi yang berlokasi dalam kompleks kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Museum yang diresmikan pada Selasa (16/7) ini menampilkan kronologi serangan teroris di Indonesia sejak 1948, ditandai dengan pemberontakan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosuwiryo, hingga pengeboman kantor Polsek Astanaanyar di Bandung, Jawa Barat, pada 2022.
BNPT mencatat setidaknya ada 19 peristiwa teror di Indonesia sejak pemberontakan Kartosuwiryo, termasuk Bom Bali 1 pada 2002, Bom Bali 2 pada 2005, hotel JW Marriott pada 2009, dan bom gereja di Surabaya 2018.
Menurut BNPT, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan yang menimbulkan suasana rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban massal, dan menimbulkan kerusakan atau kehancuran objek vital, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris mengatakan pendirian museum, yang bertepatan dengan ulang tahun ke-14 badan antiteror tersebut, sesuai amanat undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan terorisme.
Museum ini berdiri sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat, terutama para pelajar dan mahasiswa, dan berperan sebagai wisata edukasi yang merekam seluruh rangkaian peristiwa dan aksi peledakan bom serangan terorisme di Indonesia, kata Irfan.
"Supaya menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar mereka tahu bahwasanya rangkaian serangan teroris itu nyata adanya,” kata Irfan kepada BenarNews, Senin (22/7).
“Kemudian menunjukkan bahwa ada perjuangan panjang untuk bisa mewujudkan zero terrorist attack. Museum ini menjadi wadah untuk menunjukkan semuanya kepada masyarakat."
Selain itu, museum ini juga menyajikan replika barang bukti, senjata, bom rakitan, dan peralatan yang digunakan dalam berbagai serangan teroris di Indonesia.
Chusnul mengalami luka bakar hampir di seluruh tubuhnya, namun dia kini sudah bisa tersenyum dan bercakap-cakap dengan tenang saat diajak berbincang oleh mantan teroris dan tokoh Jemaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas saat menghadiri peresmian museum.
JI, yang sekarang sudah resmi membubarkan diri, berdiri pada 1990-an dengan tujuan mendirikan negara Islam di seluruh Asia Tenggara, dan merupakan pelaku utama Bom Bali.
Museum ini juga mendedikasikan satu bagian untuk serangan Bom Bali 1 dengan menyajikan linimasa perencanaan pengeboman, dokumentasi foto, dan replika mobil minibus warna putih bermuatan bom rakitan yang dipakai untuk menyerang sasaran.
Menurut Nasir Abbas, yang kini telah menjadi mitra pemerintah dalam penanggulangan terorisme, keberadaan museum ini bisa menjadi pembelajaran sekaligus menyadarkan masyarakat tentang bahaya terorisme.
Penjelasan disertai detail-detail kejadian dan contoh dalam bentuk gambar dan benda-benda dirasa akan lebih mudah diserap dan dipahami oleh masyarakat daripada buku-buku tentang penanggulangan terorisme.
“Museum adalah bagian dari edukasi, membuat masyarakat yang mungkin awalnya tidak percaya terorisme itu ada menjadi tahu dan percaya, ada data-datanya, barang-barang yang nyata ada dan pernah dipakai,” ujar Nasir kepada BenarNews.
Nasir juga mengusulkan agar ke depannya, museum ini juga menampilkan foto-foto korban dan kondisi mereka untuk memberikan kesadaran bahwa dampak terorisme adalah nyata.
Harus jujur
Namun, pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan museum ini hanya menunjukkan sisi baik pemerintah dan aparat dalam perang melawan terorisme.
Adrianus mengatakan pendirian museum ini wajar saja untuk mengabadikan jalan perjuangan dan kemenangan Indonesia melawan terorisme dan radikalisme selama lebih dari dua dekade, yang dimulai setelah Bom Bali 1 tahun 2002.
“Museum ini juga sebaiknya menceritakan mengenai kelemahan dan kekurangan Indonesia dalam penanggulangan terorisme,” kata Adrianus kepada BenarNews di sela-sela peresmian museum.
Tragedi Bom Bali, kata Adrianus, baru mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada 18 Oktober 2002, enam hari sejak serangan.
Menurut dia, ketiadaan undang-undang antiterorisme pada saat Bom Bali 1 menunjukkan ketidaksiapan Indonesia, dan terbitnya Perppu hanya dalam waktu beberapa hari sejak serangan bukanlah sesuatu yang ideal dan harus diceritakan ke publik.
"Kita juga harus jujur pada masyarakat bahwa kadang-kadang kita kalah. Serangan Bom Bali adalah salah satu bentuk kekalahan kita, jadi harus jujur apa adanya, karena ini museum publik yang memberikan edukasi pada publik," ujar Adrianus.
Menko Hadi mengatakan dalam sambutannya bahwa pencapaian BNPT yang paling menonjol adalah tidak adanya serangan berbasis terorisme selama tahun 2023 dan selama pelaksanaan pemilihan umum 2024.
“Meskipun begitu, menurunnya angka terorisme bukan berarti Indonesia sudah sepenuhnya terbebas dari ancaman terorisme,” ujar Hadi.
Menurut Pusat Informasi dan Kolaborasi Penanggulangan Terorisme, Ekstremisme, dan Kekerasan atau I-Khub di BNPT pada 2023, perempuan, anak-anak, dan remaja adalah kelompok terbesar dan paling rentan menjadi target radikalisasi secara daring maupun luring.
Menurut BNPT, pemerintah telah memverifikasi keberadaan 375 warga negara Indonesia termasuk anak-anak yang terasosiasi dengan foreign terrorist fighters yang berada di kamp-kamp di wilayah konflik di Irak dan Suriah yang perlu direpatriasi.
BNPT mengungkapkan bahwa ada 65 putusan pengadilan terkait kasus terorisme dengan terpidana perempuan selama kurun 2000 hingga 2023.
Sementara, kata BNPT, dalam rentang waktu yang sama, data dari Dentasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) menyebutkan dari 80 orang kategori usia 18-24 yang ditangkap, lima di antaranya adalah perempuan.
Sedangkan hasil penelitian lembaga advokasi Setara Institute dari 2016 hingga 2023 terhadap para siswa sekolah di lima kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sikap intoleransi di kalangan siswa.
Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel berharap museum ini dapat bermanfaat bagi perempuan, anak-anak, dan remaja agar semakin mampu menghargai nilai toleransi dalam berbangsa.
"Semoga museum ini mendatangkan manfaat agar generasi muda hidup dalam toleransi dan menjauhi kekerasan," ujar Rycko.
Terkait pengumuman JI akhir bulan lalu bahwa mereka membubarkan diri dan berikrar setia kepada Indonesia, Adrianus mengatakan agar semua pihak mengambil sikap berhati-hati dan menjaga jarak karena bisa jadi ini hanya pura-pura dan siasat politik kelompok tersebut.
"Kalau memang bersiasat, saya rasa wajar juga karena ini politik. Kita harap mereka memang tulus tapi kalau pun pura-pura, harus diterima juga karena ini politik, namun kita harus selalu ada ruang untuk skeptis dan tidak percaya," ujar Adrianus.
Adrianus juga mengatakan bahwa bisa dimengerti bila pembubaran diri JI dianggap keberhasilan dalam penanggulangan terorisme karena memang tren di dunia membuat kelompok mereka terdesak dari sisi politik dan terutama dari sisi keuangan.
Indonesia, lanjutnya, telah mengambil langkah yang baik dengan mengunci akun-akun yang selama ini menjadi penampung kiriman dari luar negeri.
Sehingga, kata dia, komplotan mereka di luar negeri tidak bisa mengirim uang, sementara penerimanya di Indonesia tidak bisa dengan mudah membuka akun baru karena sejumlah aturan, seperti kewajiban menunjukkan kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan nomor pokok wajib pajak.
"Ketika mengumpulkan uang dari dalam negeri, mereka terhalang dengan penyitaan kotak-kotak amal di masjid," ujar Adrianus.