MUI tolak kunjungan utusan khusus AS untuk perlindungan LGBT
2022.12.01
Jakarta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Kamis (1/12) menyatakan menolak rencana kunjungan utusan khusus Amerika Serikat dalam perlindungan hak-hak kaum LGBT ke Indonesia pekan depan, dan menuduhnya memiliki agenda untuk “merusak nilai agama dan budaya.”
Jessica Stern akan melakukan perjalanan ke Asia Tenggara dan dijadwalkan mampir ke Indonesia pada 7 - 9 Desember, setelah mengunjungi Vietnam dan Filipina pekan ini, kata Departemen Luar Negeri AS.
“Sehubungan dengan akan datangnya Jessica Stern, utusan khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia LGBTQI+ tanggal 7-9 Desember ke indonesia maka MUI menyatakan menolak dengan tegas kehadiran dari utusan khusus tersebut,” kata Wakil Ketua MUI Anwar Abbas kepada BenarNews.
LGBTQI+ adalah singkatan dari lesbian, gay, bisexual, transgender, queer dan intersex persons.
Menurut Anwar, MUI “tidak bisa menerima tamu yang tujuannya datang kesini adalah untuk merusak dan mengacak-acak nilai-nilai luhur dari agama dan budaya bangsa kita.”
Anwar menyebut perilaku LGBT “berbahaya.”
“Jika perilaku tersebut dibiarkan maka dia akan bisa membuat umat manusia punah di muka bumi ini karena sudah merupakan fitrah laki-laki kalau kawin dengan laki-laki dan atau perempuan kawin dengan perempuan maka dia sudah pasti tidak akan bisa melahirkan keturunan,” kata dia.
Penolakan juga datang dari pengurus Pimpinan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Ketua MUI, Cholil Nafis, yang meminta pejabat Indonesia tak meluangkan waktu untuk bertemu Stern.
“Persoalan kita masih banyak yang perlu diselesaikan daripada menerima kunjungan orang yang sudah jelas bertentangan dengan Pancasila, agama dan nilai kemanusiaan. Tolak!” ujarnya dalam pernyataan di akun media sosial miliknya.
Dalam kunjungannya ke Asia Tenggara, Stern akan membahas hak asasi manusia, termasuk memajukan hak LGBTQI+ dengan pejabat dan perwakilan masyarakat sipil, kata Departemen Luar Negeri A.S.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya belum mengetahui detail tentang rencana kunjungan utusan AS tersebut dan enggan berkomentar terkait dengan penolakan MUI.
Kecuali Aceh - satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan Syariah Islam, keberadaan kaum LGBT tidak dilarang dalam peraturan hukum di Indonesia hingga saat ini.
Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir, penolakan terhadap kaum minoritas ini semakin gencar dilakukan, diakomodir oleh pemerintah dan tokoh masyarakat.
Pekan ini, media nasional melaporkan bahwa pengadilan militer telah menghukum dua anggota TNI dengan penjara 7 bulan dan pemecatan karena terbukti melakukan tindakan hubungan sesama jenis.
Di Aceh, pasangan sesama jenis menerima hukuman cambuk sebanyak 77 kali pada akhir tahun lalu karena kedapatan berdua di sebuah kamar kos.
Majelis Hakim Pengadilan Syariah Kota Banda Aceh menyatakan keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana homoseksual atau liwath.
Qanun tahun 2014 tentang Hukum Jinayat di Aceh menyebutkan,setiap orang yang melakukan hubungan homoseksual diancam dengan hukuman paling banyak 100 kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni, atau penjara paling lama 100 bulan.
Pada bulan Mei, Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia guna memprotes pengibaran bendera pelangi yang identik dengan kelompok LGBT di halaman kedutaannya di Jakarta dan mempostingnya di akun Instagram untuk memperingati Hari Internasional menentang Homofobia, Transfobia dan Bifobia.
Menyambut positif
Pendiri Gaya Nusantara - komunitas pembela LGBT, Dede Oetomo, mengaku senang karena pihaknya juga sudah mendapatkan undangan pertemuan daring dengan Stern.
Ia sudah memprediksi kedatangan Stern ke Indonesia bakal mendapat penolakan dari kelompok tertentu.
"Namun Indonesia kan bukan mereka (MUI) saja. Indonesia beragam. Ada juga yang, misalnya, gay," kata Dede kepada BenarNews.
Ia menyebut penolakan MUI terhadap Stern “tidak sopan” dan “tidak sesuai dengan adab tata pergaulan antarbangsa.”
Aktivis dari kelompok Human Rights Watch, Andreas Harsono, menyayangkan penolakan yang disampaikan Anwar karena tidak sejalan dengan kampanye yang selama ini kerap digaungkan otoritas bahwa Indonesia merupakan negara yang moderat.
“Di negara yang benar, seseorang seperti Jessica, yang tidak punya catatan kriminal, tentu sangat diterima, apalagi jika dia hendak berbicara isu penting. Hak-hak LGBTQI+, suka atau tidak suka, adalah isu penting,”kata Andreas kepada BenarNews.
“Bagaimana pun dia (Anwar) tidak punya kewenangan untuk memerintahkan imigrasi menolak kedatangan Jessica,” tambahnya
Pemahaman keagamaan
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, mengatakan penghormatan terhadap keberagaman di Indonesia masih pada seputar pengelompokkan sosial berbasis agama, etnisitas, nilai budaya dan adat.
“Sementara keragaman identitas lainnya, khususya terkait dengan orientasi seksual, bagi sebagian besar masyarakat ditolak karena dikaitkan dengan pemahaman keagamaan, yang mana lebih dilihat sebagai penyimpangan sosial,” kata Ida kepada BenarNews.
“Selama memandang LGBTQ dari kacamata agama sebagai menyimpang, maka (mereka) relatif masih sulit diterima, meski isu tersebut semakin terbuka ditampilkan dan didiskusikan,” tambahnya.
Ia menilai, kehadiran Stern dilihat oleh sebagian kalangan membawa misi tertentu.