Menag Mengimbau Muslim Jangan Terprovokasi Dengan Kasus Kartun Muhammad Terbaru
2015.05.06
Pemerintah Indonesia menganjurkan agar umat Muslim tidak terprovokasi dengan kasus penembakan dua orang yang tewas di Amerika Serikat dalam protes kartun Nabi Muhammad.
Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim bertangggung jawab atas serangan yang gagal dalam acara seni bertajuk “Jihad Watch Muhammad Art Exhibit and Cartoon Contest” di Garland, Texas, tanggal 3 Mei lalu.
"Umat Muslim agar tidak terprovokasi berlebihan atau merespon situasi ini dengan cara kekerasan. Hal itu bukanlah ajaran Islam," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin kepada wartawan di Jakarta tanggal 5 Mei.
Lukman mengatakan Nabi Muhammad tidak bisa divisualisasikan.
"Kami meminta non-Muslim untuk memahami Nabi Muhammad tidak boleh divisualisasikan dengan apapun termasuk lewat kontes kartun," kata Lukman di Jakarta, Selasa.
Terkait dengan ISIS?
Elton Simpson dan Nadir Soofi, dua warga AS, diduga melepaskan tembakan dengan senja api menyerbu acara pameran kartun yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad di Garland. Satu staf keamanan AS terluka, Elton dan Nadir tewas ditempat tanggal 3 Mei.
ISIS mengklaim serangan dari dua warga Muslim tersebut sebagai bukti bahwa kelompok militan ini mempunyai pengaruh kuat kepada individu di AS, seperti dikutip oleh Foxnews.
Pejabat AS mengatakan terlalu dini untuk mengatakan kelompok militan di balik serangan yang gagal ini, AFP melaporkan.
Kasus ini "masih dalam penyelidikan FBI dan badan intelijen lainnya" untuk menentukan apakah dua penyerang punya hubungan dengan kelompok ISIS, juru bicara Gedung Putih Josh Earnest kepada wartawan.
Pameran di Garland menawarkan hadiah $ 10.000 untuk karya seni terbaik atau kartun yang menggambarkan Nabi. Acara ini disponsori oleh Pamela Geller, seorang aktivis Amerika yang menyuarakan pentingnya kebebasan berekspresi, menurut Washington Post.
"Kami memutuskan untuk menggelar kontes kartun ini untuk menunjukkan bahwa kita tidak akan takluk dengan intimidasi kekerasan dan mengalahkan kebebasan berbicara…," katanya kepada Washington Post lewat surel.
Polisi dan agen federal telah merencanakan keamanan sebulan sebelum menjelang acara, yang diselenggarakan oleh American Freedom Defense Initiative (AFDI). Organisasi ini kontroversial di AS, sebagian masyarakat menganggap sebagai "kelompok pembenci".
Namun, "Tidak ada bentuk ekspresi yang membenarkan tindakan kekerasan," AFP melaporkan mengutip juru bicara Gedung Putih.
Kebebasan berekspresi ada batasnya:MUI
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan bahwa penembakan ini tidak perlu terjadi.
“Kebebasan berekspresi ada batasnya terutama jika itu menyinggung keyakinan dan budaya yang berbeda,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 6 Mei.
Din mengatakan bahwa pelukisan kartun NabiMuhammad membuat kemarahan Muslim.
“Harusnya nilai ini juga dihargai oleh mereka. Kasus Charlie Hebdo yang terjadi di Perancis awal tahun ini seharusnya menjadi pelajaran berharga,” katanya lanjut.
Din menyayangkan penggelaran acara ini. Lukman menyuarakan hal yang sama.
"Memang kita punya hak mengekspresikan diri. Tapi tidak ada kebebasan tanpa batas. Kebebasan itu dibatasi dengan kewajiban kita menghormati orang lain," katanya.
Baik Din dan Lukman menganjurkan akan Muslim Indonesia lebih mengutamakan dialog dan menjauhi protes yang bisa menyebabkan kemarahan pihak tertentu.
“Tidak perlu lagi ada pertumpahan darah. Dialog adalah cara yang lebih tepat untuk mengekspresikan pendapat kita,” kata Lukman.
Seni adalah “seni”
Kartunis Indonesia Joko Kusbiantoro mengatakan sebaiknya seni dilihat dan dihargai dari kacamata seni dan tidak diinterpretasikan dengan nilai-nilai agama.
“Tentunya ini adalah penilaian setiap orang. Tetapi sebagai seniman saya menilai sebuah karya seni dari sudut pandang seni, keindahan,” katanya kepada BeritaBenar tanggal 6 Mei.
“Kalau semua dikaitkan dengan isu suku, agama, ras dan antargolongan ini gampang sekali memicu konflik,” katanya lanjut.
Joko mengatakan kejadian di Perancis dan di Texas bisa diatasi kalau masyarakat mempunyai toleransi.
“Mereka seharusnya berlajar dari Indonesia. Kita mempunyai berbagai macam agama, bahasa dan suku tetapi isu seperti ini tidak terjadi. Kita sudah melewati ini 17 tahun lalu,” katanya merujuk kepada kerusuhan yang terjadi tanggal 13-16 Mei 1998 lalu.