Produsen mobil China guncang pasar kendaraan listrik Indonesia
2023.08.14
Tangerang
Pada pembukaan pameran mobil internasional tahunan pekan lalu di BSD City, Tangerang, para pengunjung disambut oleh pemandangan baru: mobil listrik yang mulus dan berkilau dari China.
Neta Auto dan Great Wall Motor adalah beberapa produsen mobil China yang memulai debut di Gaikindo Indonesia International Auto Show 2023, seiring meningkatnya permintaan kendaraan ramah lingkungan di Indonesia.
“Kami sangat bersemangat untuk memasuki pasar Indonesia, yang memiliki potensi besar bagi kendaraan listrik,” kata Wang Chengjie, Wakil Presiden Neta Overseas kepada wartawan.
Dia mengumumkan bahwa perusahaannya berencana untuk memulai produksi lokal di Indonesia tahun depan.
Neta Auto menghadirkan tiga model di acara itu dan membuka pra-pemesanan (pre-order) untuk crossover Neta V yang populer, yang dijual seharga Rp379 juta.
Sementara itu Great Wall Motor Group (GWM) memamerkan Ora Good Cat, hatchback elektrik dengan fitur mirip kucing dan warna ceria. Mobil tersebut menarik perhatian banyak pengunjung yang penasaran dan ingin melihat lebih dekat.
Masuknya produsen mobil listrik China ini menghadirkan tantangan bagi produsen mobil Jepang yang sudah lama menguasai pasar Indonesia.
Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), merek Jepang – Toyota, Honda, Daihatsu, Mitsubishi, dan Suzuki – menyumbang sekitar 85 persen dari total penjualan mobil di Indonesia pada 2022.
Namun, merek-merek Jepang itu lambat dalam memperkenalkan kendaraan listrik di Indonesia, antara lain karena kurangnya infrastruktur dan insentif untuk adopsi mobil listrik.
Produsen mobil listrik China berharap dapat mengisi celah tersebut dengan menawarkan model-model yang terjangkau dan menarik bagi konsumen Indonesia.
Penjualan kendaraan listrik di Indonesia mencapai 10.327 unit pada 2022, meningkat lebih dari 15 kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 685 unit, menurut Gaikindo.
Indonesia perlu mengatasi beberapa kendala, seperti stasiun pengisian yang tidak memadai, biaya awal yang mahal, dan kebijakan yang tidak konsisten, untuk mencapai tujuan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menghadirkan 1,8 juta kendaraan listrik roda dua dan 400 ribu kendaraan listrik roda empat pada tahun 2025, kata Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga kajian swasta, dalam sebuah laporan yang dirilis pada Februari.
“Mengingat akses bensin yang terbatas dan berbiaya tinggi, EV (electric vehicle) adalah solusi bagi daerah terpencil. Namun, keandalan listrik bisa menjadi masalah di pedesaan,” kata laporan itu.
Untuk mendongkrak permintaan kendaraan listrik, pemerintah meluncurkan program subsidi yang mencakup penjualan 200 ribu sepeda motor listrik dan 35.900 mobil listrik. Ini juga akan mencakup konversi 50.000 sepeda motor bermesin pembakaran menjadi sistem propulsi listrik.
Bagi produsen, pemerintah menawarkan bea keluar dan pajak pertambahan nilai nol persen untuk mobil dan bus listrik yang memenuhi persyaratan kandungan dalam negeri tertentu.
Bagi konsumen, pemerintah memberikan subsidi hingga Rp80 juta untuk setiap pembelian mobil listrik dan memastikan biaya kepemilikan yang lebih rendah.
Program subsidi, yang dimulai pada 20 Maret tahun ini, merupakan pelengkap upaya Indonesia untuk mengembangkan fasilitas produksi EV dalam negeri untuk memanfaatkan cadangan nikel negara yang kaya, komponen utama baterai lithium-ion yang digunakan dalam EV.
Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, telah menyatakan harapannya agar Indonesia menjadi “salah satu dari tiga negara teratas di dunia yang memproduksi baterai EV serta mobil listrik” pada tahun 2027.
Di Indonesia, produsen mobil listrik China tidak hanya bersaing dengan merek Jepang, tetapi juga dengan pemain lain dari Korea Selatan dan Eropa.
Citroen dan Mercedes-Benz juga memamerkan kendaraan listrik mereka di pameran mobil Indonesia. Hyundai telah memproduksi mobil listrik Ioniq 5 di pabriknya di dekat Jakarta.
Pemerintah Indonesia juga tertarik untuk mempromosikan kendaraan listrik sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Indonesia telah berjanji untuk mengurangi emisinya sebesar 29 persen pada 2030 berdasarkan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim.
Tetapi beberapa kritikus berpendapat bahwa penggerak EV Indonesia mungkin tidak menguntungkan iklim, kecuali jika negara tersebut juga berinvestasi pada sumber daya yang lebih ramah lingkungan.
Mayoritas pembangkit listrik Indonesia masih mengandalkan bahan bakar fosil – batu bara, gas alam, dan minyak – yang menimbulkan pertanyaan tentang manfaat lingkungan dari kendaraan listriknya. Pemerintah telah mencoba merayu Tesla untuk berinvestasi dalam memprosuksi mobil dan baterai di Indonesia, melalu kunjungan langsung Presiden Jokowi ke pendiri perusahaan tersebut, Elon Musk, di Texas tahun lalu.
Malaysia yang memiliki industri otomotif yang lebih maju dan infrastruktur yang lebih baik juga menarik minat para pembuat kendaraan listrik, termasuk Tesla. Pada bulan Juli, Tesla membuka kantor regional dan pusat layanan di Kuala Lumpur.
Para petinggi Indonesia mengaku tidak terlalu mempermasalahkan keputusan Tesla berinvestasi di Malaysia.
“Tesla adalah bisnis – mereka pergi ke Malaysia, pergi ke Thailand. Saya kira kalau bisa masuk ke Indonesia, alhamdulillah. Tetapi kita juga tidak perlu terlalu khawatir kalau Tesla tidak masuk, itu bukan kiamat,” kata Agus Tjahajana Wirakusuma, penasihat menteri energi dan sumber daya mineral, dalam sebuah acara bincang-bincang awal bulan ini.
Indonesia juga mencoba menarik investasi asing dan mengembangkan rantai pasokan baterai berbasis nikelnya sendiri.
Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan CATL China dan Hyundai Motors untuk membangun pabrik baterai di sini.
Selain Neta dan GWM, produsen mobil China lainnya sudah lebih dulu hadir di Indonesia, seperti Chery dan Wuling.
Chery yang sebelumnya masuk ke pasar Indonesia pada awal tahun 2000-an namun gagal mendapatkan daya tarik, kembali hadir tahun ini dengan produk yang lebih segar, termasuk Omoda 5 yang canggih dan futuristik, yang versi elektriknya akan dijual di sini tahun depan.
Wuling yang telah menjual mobil konvensionalnya di Indonesia sejak 2017, merilis mobil listrik kecil AirEV yang populer tahun lalu, sementara DFSK Motor baru saja meluncurkan Seres E1 yang juga dapat menampung empat orang.
Produser mobil China memanfaatkan pengalaman dan keahlian mereka dalam mengembangkan dan memproduksi kendaraan listrik di China, yang merupakan pasar kendaraan listrik terbesar di dunia.
China menjual 5,9 juta mobil listrik dan hibrida plug-in pada tahun 2022, menyumbang 59 persen dari penjualan EV global, menurut angka pemerintah China.
Pembuat mobil Cina tidak hanya bertujuan untuk merebut pangsa pasar Indonesia, tetapi juga menggunakannya sebagai batu loncatan untuk ekspansi lebih lanjut di Asia Tenggara.
Neta telah mengekspor kendaraannya ke Thailand, Malaysia, dan negara-negara ASEAN lainnya.
Meski mobil listrik China menarik minat pengunjung di pameran otomotif internasional di Tangerang, beberapa orang meragukan kualitas dan keandalannya dalam jangka panjang.
“Saya pikir mobil listrik China sangat mengesankan. Produknya sangat beragam dan harganya sangat terjangkau,” ujar Dino Andrianto, salah seorang pengunjung pameran.
“Ini sangat lucu dan praktis. Saya rasa sangat cocok untuk pemakaian di dalam kota,” ujar Arsita Kamila, pengunjung lainnya mengomentari Ora Good Cat.
“Tapi saya akan menunggu dulu sebelum memutuskan membelinya. Kira-kira apakah tahan lama, terutama baterainya, karena itu bagian yang paling mahal,” imbuhnya.