Jelang putusan, MK terima pendapat tim Anies, Ganjar, dan Megawati
2024.04.16
Jakarta
Mahkamah Konstitusi pada Selasa (16/4) menerima kesimpulan akhir dari dua kandidat presiden yang kalah dalam kontestasi politik Februari lalu, yang antara lain meminta mahkamah membatalkan kemenangan Prabowo Subianto.
Kuasa hukum Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo – keduanya menuding Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyalahgunakan pengaruhnya untuk memenangkan Prabowo – memberikan tanggapan akhir ke Mahkamah Konstitusi.
Pada saat yang bersamaan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri juga menyerahkan pendapat tertulisnya terkait sengketa hasil pemilihan presiden 2024.
Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan hasil sidang sengketa pilpres paling lambat 22 April mendatang.
Analis menilai kecil kemungkinan hakim konstitusi akan mengabulkan sepenuhnya permohonan kubu Anies dan Ganjar, terutama perihal mendiskualifikasi Prabowo dan pasangannya Gibran Rakabuming Raka serta menggelar pemilihan ulang yang hanya akan diikuti oleh kedua kandidat yang kalah.
Ketua Tim Hukum Anies Baswedan, Ari Yusuf Amir, mengaku optimistis bahwa MK bakal mengabulkan gugatan yang diajukan.
Ari merujuk perjalanan sidang di mana banyak hakim konstitusi menggali perihal kualitas pemilihan umum alih-alih tentang perbedaan perolehan suara masing-masing kandidat.
"Kami puas dengan proses persidangan ini. Tinggal sekarang mendoakan, semua majelis diberikan keteguhan hati, keberanian, ketegasan dalam memberikan putusan yang seadilnya," ujar Ari.
Selain menyerahkan kesimpulan akhir, tim hukum Anies juga menyerahkan 35 bukti tambahan terkait dugaan pelanggaran pemilu ke MK, meliputi penyalahgunaan bantuan sosial, netralitas pejabat, kepala daerah, serta kejanggalan sistem teknologi informasi.
Sementara Ketua Tim Hukum Ganjar, Todung Mulya Lubis, mengatakan timnya menjabarkan sejumlah kategori pelanggaran prinsipil yang terjadi sepanjang proses Pilpres 2024 di dalam kesimpulan akhir yang diserahkan ke MK.
Pelanggaran tersebut, antara lain terkait etika yang dimulai dengan putusan MK yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dan penyalahgunaan kekuasaan secara masif.
"Kalau kita melihat apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo mendorong anak dan menantunya, itu adalah bagian membangun satu dinasti kekuasaan yang menurut kami melanggar etika, seperti dikatakan Romo Magnis Suseso," kata Todung, merujuk salah satu ahli yang pernah hadir di persidangan.
Adapun Megawati dalam pendapat tertulis ke MK berharap hakim konstitusi dapat mengambil putusan yang mampu menjaga kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Dalam kapasitas sebagai amicus curiae atau "sahabat pengadilan", Megawati menyampaikan pendapat tertulis yang merupakan kegundahan Megawati menyaksikan kecurangan masif pada pemilihan presiden 2024 yang diduga telah dilakukan Presiden Jokowi, kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang ditugaskan Megawati menyerahkan dokumen tanggapannya ke MK.
Amicus curiae adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
"Semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan palu godam, melainkan palu emas," tulis Megawati seperti dibacakan Hasto di hadapan wartawan di Gedung MK.
PDIP merupakan partai yang mengusung Jokowi sejak awal karier politik sebagai wali kota hingga presiden, namun hubungan keduanya kini disebut sejumlah pihak merenggang setelah putra sulung Jokowi, Gibran maju sebagai calon wakil presiden Prabowo.
"Ketika kita menghadapi kegelapan demokrasi akibat abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Jokowi akibat kepentingan nepotisme untuk anak dan keluarganya, maka tercipta suatu kecurangan masif dan penggunaan sumber daya negara serta alat-alat negara," kata Hasto.
"Karena itulah ini disampaikan dengan kesungguhan oleh Beliau (Megawati) sebagai warga negara Indonesia."
Megawati menambah panjang daftar pihak yang menyerahkan pernyataan tertulis mereka dalam kapasitas sebagai amicus curiae ke MK, setelah sebelumnya sejumlah akademisi dan perwakilan kampus, koalisi masyarakat sipil, serta sekitar seratus sastrawan dan budayawan juga menyerahkan hal serupa ke mahkamah.
Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, mengkritik Megawati yang menempatkan posisi sebagai amicus curiae terkait sengketa hasil pilpres, dengan mengatakan pendapat tersebut semestinya dilakukan oleh pihak yang independen.
"Kalau Ibu Mega, dia merupakan pihak yang dalam perkara ini, sehingga tidak tepat untuk amicus curiae," ujar Otto di Gedung MK, seraya mengatakan bahwa pihak yang tepat mengajukannya adalah para akademisi yang tidak partisan.
Sebaliknya, pengajar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Megawati bukan manuver politik, melainkan hak politisi untuk mengemukakan pendapatnya untuk diuji, selain secara politik juga secara yuridis.
Menurut Abdul, amicus curiae merupakan bagian dari materi persidangan di MK sehingga jika ditolak atau tidak digunakan, mahkamah harus memberikan argumen penolakannya, alasan kenapa pendapat itu ditolak atau tidak digunakan.
“Tidak ada aturan yang melarang siapa pun mengemukakan amicus curiae, sepanjang dia warga negara Indonesia,” kata dia.
Sementara, pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, mengatakan kecil kemungkinan hakim konstitusi mengabulkan seluruh permohonan Anies maupun Ganjar, terutama terkait mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran serta menggelar pemilu ulang yang hanya diikuti pihak yang kalah.
"Saya berpandangan, opsi ini hampir muskil bin mustahil terjadi," kata Denny dalam keterangannya, seraya menilai kemungkinan MK untuk menolak seluruh permohonan Anies dan Ganjar dan hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan pilpres sangat mungkin terjadi.
"Melihat situasi, kondisi politik, hukum di Tanah Air, saya berpandangan opsi satu ini yang sangat mungkin menjadi kenyataan."
Kendati kecil kemungkinan MK mengabulkan permohonan Anies dan Ganjar, Denny mengatakan mahkamah bisa mengabulkan sebagian permohonan para pemohon dengan membatalkan kemenangan Gibran dan hanya melantik Prabowo.
Perihal tersebut tidak ada dalam permohonan Anies dan Ganjar, namun Denny menilai MK memiliki kewenangan untuk menerbitkan keputusan berbeda seperti termaktub pada Peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 4 tahun 2024.
"Yang dilakukan bukan mendiskualifikasi paslon 02 (Prabowo-Gibran) karena mahkamah tidak mendapatkan keyakinan atas pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), di samping hal demikian adalah kewenangan Bawaslu," kata Denny.
"Namun pelanggaran prinsip anti-KKN, khususnya nepotisme relasi cawapres Gibran dengan Presiden Joko Widodo telah melanggar prinsip pemilu yang dijamin UUD 1945 dan menjadi pelanggaran konstitusi yang intolerable."