Kelompok MIT Serang Satgas Tinombala, 1 Polisi Tewas
2019.12.13
Palu
Seorang personel polisi yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala di Sulawesi Tengah (Sulteng) tewas diserang sejumlah orang yang diduga anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) kelompok militan bersenjata yang telah berbaiat kepada kelompok ekstrim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Jumat, 13 Desember 2019.
Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Didik Supranoto menyatakan bahwa penyerangan itu terjadi di Desa Salubanga, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, sekitar pukul 13.30 WITA.
“Iya benar. Informasi awal seperti itu ada satu anggota kami yang gugur,” katanya kepada BeritaBenar.
Selain menewaskan seorang anggota polisi, kelompok MIT dilaporkan juga sempat menyandera satu anggota Satgas, tapi berhasil melarikan diri.
“Untuk identitas anggota yang gugur belum bisa kami sampaikan karena masih proses evakuasi, termasuk ada anggota yang sempat disandera kemudian bebas, kami juga perlu pastikan lagi,” tutur Didik.
Ia mengatakan saat terjadi serangan sempat terjadi kontak tembak, tetapi tidak berlangsung lama karena anggota MIT yang diduga menguasai medan langsung kabur.
“Lokasi baku tembak di perkebunan yang tidak jauh dari perkampungan warga,” jelas Didik.
Usai penyerangan, jajaran Polres Parigi Moutong langsung memperketat pengamanan untuk mengantisipasi kemungkinan serangan susulan dari simpatisan atau pengikut MIT lain.
“Kami tidak mau kecolongan, makanya keamanan langsung diperketat,” ujar Kapolres Parigi Moutong AKBP Zulham Efendi saat dihubungi.
Secara umum, tambahnya, situasi keamanan dan ketertiban warga di Parigi Moutong kondusif.
Zulham menambahkan, Polres Parigi Moutong tidak melakukan razia di pintu masuk dan keluar kabupaten, namun khusus di beberapa titik jalan desa di Kecamatan Sausu dipantau.
“Siaga satu cuma di Kecamatan Sausu,” katanya.
Dia mengimbau masyarakat di Kecamatan Sausu tetap tenang dan jika ada hal mencurigakan segera melapor ke pihak berwenang.
Operasi Tinombala IV
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Idham Aziz mengaku, operasi perburuan MIT dengan sandi Tinombala terus berlanjut.
Operasi Tinombala yang merupakan gabungan pasukan polisi dan TNI ini dimulai pada tahun 2016, sebagai perpanjangan operasi Camar Maleo yang dimulai setahun sebelumnya, untuk menumpas anggota MIT yang diduga berada dibalik sejumlah aksi terorisme di wilayah tersebut, termasuk pembunuhan polisi dan warga. Sejumlah korban, ditemukan tewas dengan leher dipenggal.
Pendiri MIT, Santoso alias Abu Wardah, yang diyakini sebagai salah satu tokoh militan pertama di Indonesia yang berbaiat kepada ISIS, tewas dalam baku tembak dengan satgas Tinombala pertengahan 2016. Dibawah kepemimpinan Santoso, anggota MIT sempat mencapai 40-an orang, termasuk sejumlah warga Uyghur, minoritas Muslim dari Xinjiang, China.
Beberapa bulan yang lalu Polda Sulteng mengatakan anggota MIT kini berjumlah 10 orang dibawah pimpinan Ali Kalora. Kepolisian juga telah merilis ke-10 nama orang tersebut yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Kita akan terus tingkatkan operasi sehingga bisa menangkap yang masih dalam DPO,” tegasnya saat melakukan kunjungan kerja di Palu, beberapa waktu lalu.
Menurut Idham, Polri yang bekerjasama dengan TNI tidak akan berhenti memburu Ali Kalora Cs.
“Kita berhenti ketika semua pengikut MIT tertangkap,” katanya.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol. Lukman Wahyu Hariyanto menyebutkan operasi Tinombala telah diperpanjang sejak 4 Oktober 2019 hingga 31 Desember 2019. Ini adalah perpanjangan untuk keempat kalinya.
“Dalam perpanjangan itu, 628 personel gabungan TNI dan Polri dilibatkan,” katanya.
Lukman mengaku, dalam operasi semua titik di hutan dan pegunungan Poso yang dicurigai sebagai tempat persembunyian anggota MIT didatangi pasukan.
“Dengan begitu kita berharap akses mereka semakin sempit sehingga bisa mempermudah pasukan untuk menangkap,” jelasnya.
Kecolongan
Pengamat terorisme Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Muhammad Lukman S. Tahir, menilai bahwa serangan terhadap personel Satgas Tinombala yang tengah melakukan operasi di Parigi Moutong sebagai suatu kecolongan.
“Mereka kan diserang. Ya, bisa dibilang kecolongan. Apa lagi sementara lakukan operasi,” ujarnya.
Menurut Lukman, sebelumnya jajaran Polda Sulteng khususnya Satgas Operasi Tinombala sudah diimbau untuk mengantisipasi serangan tidak terduga seperti itu.
“Saya sudah pernah sampaikan beberapa waktu lalu, jangan sampai kecolongan. Karena kelompok itu melakukan serangan ketika lawannya lengah,” katanya kepada BeritaBenar.
Oleh karena itu, tambah Lukman, penguatan laporan intelijen memang sangat dibutuhkan dalam perburuan kelompok MIT di Poso dan Parigi Moutong.
“Saya pikir kalau laporan intelijen kuat hal yang tidak diinginkan tidak terjadi dan kelompok MIT di Poso bisa dengan mudah tertangkap,” pungkasnya.