Polisi Luka Tembak dalam Serangan yang Diduga Dilakukan Simpatisan MIT
2020.10.22
Palu
Seorang polisi lalu lintas terluka dalam penembakan yang diduga dilakukan oleh simpatisan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Kamis (22/10), demikian Polda Sulteng, sementara operasi Tinombala untuk memburu kelompok militan yang telah berafiliasi dengan ISIS tersebut kembali diperpanjang hingga akhir tahun.
Personel Patroli Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Sulteng, Wayan Sudastra, terluka terkena tembakan senapan angin di bagian pelipis mata dalam penyerangan di pos PJR di Kotaraya, Desa Mensung, Kecamatan Mepanga, kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto.
“Saat ini Wayan sudah dievakuasi ke RSUD Undata di Palu untuk menjalani operasi karena ada proyektil bersarang di bagian pelipis matanya,” ujar Didik kepada BenarNews.
Wayan tengah melaksanakan tugas berjaga di Pos PJR Kotaraya bersama seorang rekannya ketika ia didatangi seorang yang tidak dikenal.
Menurut Didik, laki-laki yang tidak dikenal tersebut menanyakan alamat serta arah, namun dia kemudian memanggil temannya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari pos.
Teman laki-lakinya itu kemudian menembak Wayan menggunakan senapan angin dan mengenai pelipis mata Wayan, yang mengakibatkan petugas itu limbung, kata Didik.
Wayan kemudian membuang tembakan sebanyak dua kali dan berteriak memanggil rekannya Bripka Setiadi.
“Mendengar suara tembakan dan teriakan Wayan, Setiadi langsung lari keluar kearah penjagaan dan mendapati Wayan sudah berdarah di pelipis, sedangkan dua orang tidak dikenal kabur meninggalkan lokasi kejadian,” ungkap Didik.
Polda Sulteng menduga pelakunya adalah simpatisan MIT.
“Kalau hanya dugaan itu kan sah-sah saja, apalagi melukai dan menjadikan sasaran polisi itu modus yang biasa dilakukan MIT,” ungkap Didik.
Berdasarkan catatan kepolisian dan pengadilan, sejumlah aksi kriminal di Sulawesi Tengah, dari penembakan terhadap aparat hingga pembunuhan warga sipil yang sebagian dilakukan secara mengenaskan, seperti dengan memenggal kepala, banyak dilakukan oleh MIT, kelompok militan bersenjata yang telah berbaiat kepada kelompok ekstrimis ISIS.
Seorang warga Kotaraya yang menjadi saksi mata bernama Yoel mengaku, sebelum melakukan aksinya, dua orang tidak dikenal tersebut telah mengecek Pos PJR Kotaraya dari arah jalan menggunakan sepeda motor, menurut laporan kepolisian.
“Ada dua kali pulang balik dan mereka melihat-melihat pos. Saya pikir warga biasa, ternyata mereka melakukan penembakan,” ujarnya seperti dikutip laporan Polda.
Setelah penembakan, Wayan langsung dilarikan ke Puskesmas Kayu Agung yang tidak jauh dari pos itu. Namun karena keterbatasan alat, Wayan kemudian dirujuk ke RSUD Undata Palu.
“Waktu kami angkat Pak Wayan masih sadarkan diri dan mengaku ditembak orang tidak dikenal yang singgah di pos,” imbuh Yoel.
Operasi diperpanjang
Menurut kepolisian, saat ini masih tersisa 13 orang pengikut MIT, termasuk pemimpinnya Ali Kalora.
Kapolda Sulteng, Irjen. Pol. Abdul Rakhman Baso, mengaku bahwa operasi Tinombala untuk memburu sisa anggota MIT kembali diperpanjang untuk keempat kalinya tahun ini.
Operasi Tinombala dimulai pada awal 2016, sebagai perpanjangan dari operasi Camar Maleo pada tahun 2015 dengan tujuan mengikis MIT yang disinyalir berada di belakang sejumlah aksi terorisme di daerah Poso.
“Sudah diperpanjang lagi sejak 30 September 2020 hingga Desember 2020,” katanya.
Jumlah personel yang terlibat kurang lebih 779, termasuk anggota TNI, ujar Rakhman.
Wakil Gubernur Sulteng, Rusli Baco Dg Palabbi, mengatakan keputusan untuk memperpanjang operasi adalah tepat, terutama karena akan diadakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Sulteng, 9 Desember nanti.
“Kita tidak mau situasi di Sulteng, kacau hanya gara-gara ulah MIT. Makanya sebelumnya kami sudah meminta kepada Polda agar operasi terus dilaksanakan hingga anggota MIT yang tersisa ditangkap,” kata Rusli.
Namun demikian Satgas Tinombala juga tidak terbebas dari penolakan oleh sebagian masyarakat.
Dua belas anggota Tinombala telah ditarik ke Jakarta menyusul diinterogasinya 41 anggotanya atas tuduhan melakukan kesalahan tembak pada April dan Juni 2020 mengakibatkan tewasnya tiga orang yang diklaim anggota masyarakat sebagai warga sipil. Hingga saat ini aparat belum menginformasikan hasil dari interogasi tersebut.
Pesan berantai
Sebelum aksi penembakan terhadap anggota polisi PJR terjadi, dilaporkan sebuah pesan tersebar di grup WhatsApp tentang akan adanya serangan oleh simpatisan MIT menjelang Pilkada di Sulteng.
“Isi pesannya pasti soal penyerangan di pos-pos polisi, Polsek, Polres, hingga ke Polda,” ujar Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulteng, Mohammad Affandi. Ia mengatakan, sebelum-sebelumnya pesan berantai sudah pernah disebarkan oleh simpatisan-simpatisan MIT.
Menurutnya, pada 2012 silam juga ada pesan berantai yang menyatakan akan terjadi bom bunuh diri di Polres Poso.
“Belum lama pesan itu tersebar, sudah terjadi bom bunuh diri di Polres Poso. Untung saat itu tidak ada korban dari sipil atau anggota Polri yang meninggal dunia,” papar Affandi.
Ia menambahkan, bahwa bukan tidak mungkin aksi yang terjadi di Pos PJR Kotaraya adalah jawaban atas pesan berantai yang sebelumnya sudah disebar oleh simpatisan MIT.
“Nah, ini PR bagi polri untuk mengusutnya,” tutup Affandi.