Din Minimi Ingin Hidup Tenang Sebagai Rakyat Biasa

Nurdin Hasan
2016.01.06
Banda Aceh
minimi-1000 Din Minimi dipeluk oleh seorang anggota keluarganya di Ladang Baro, Aceh Timur, 29 Desember 2015.
AFP

Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi (36), pemimpin kelompok bersenjata di Aceh yang menyerahkan diri bersama sekitar 120 anak buahnya tanggal 29 Desember lalu, mengaku ingin untuk hidup tenang sebagai rakyat biasa.

Keinginan itu diungkapkannya saat diwawancara BeritaBenar melalui telepon, Rabu, setelah sehari sebelumnya Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyebutkan, dia akan memberi amnesti kepada Din Minimi dan kelompoknya.

"Proses pemberian amnesti sejak awal akan kita berikan. Tapi juga kita lihat HAM dan produk hukum yang ada. Intinya akan diberikan amnesti," kata Jokowi saat  memimpin sidang kabinet tentang hak asasi manusia (HAM) di Istana Presiden, Selasa 5 Januari, seperti dikutip detik.com.

Namun walaupun Presiden Jokowi setuju untuk memberikan amnesti, polisi Aceh akan tetap memroses Din dan kelompoknya secara hukum karena diduga berada di balik sejumlah kasus kejahatan bersenjata di Aceh.

Seperti diberitakan sebelumnya, Din Minimi menyerahkan diri kepada Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso setelah “berjuang” dengan senjata untuk menuntut keadilan pada Pemerintah Aceh. Dia juga menyerahkan 15 pucuk senjata api dan amunisi kepada Sutiyoso.

Din Minimi menuntut reintegrasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dilanjutkan serta anak yatim piatu, para korban konflik dan janda-janda GAM supaya diperhatikan kesejahteraannya. Dia  juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Aceh untuk mengusut kasus dugaan korupsi di Pemerintahan Aceh.

“Mudah-mudahan tuntutan saya segera dipenuhi Pemerintah Aceh karena yang saya minta untuk kesejahteraan masyarakat seperti telah dijanjikan pemerintah,” kata Din Minimi.

Ingin hidup tenang

Namun Din Minim mengaku belum tahu bagaimana Pemerintah Aceh akan mewujudkan tuntutannya. Dia juga belum sempat memikirkan. Pasalnya setiap hari rumahnya di Kabupaten Aceh Timur, ramai dikunjungi berbagai kalangan mulai dari politisi hingga masyarakat biasa. Malah, mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah menyambanginya beberapa hari lalu.

“Kalau Gubernur Aceh Zaini Abdullah atau Wakil Gubernur Muzakir Manaf datang ke rumah, saya siap menerima mereka. Dengan begitu, saya dapat sampaikan langsung  kepada mereka bahwa masih banyak rakyat yang hidup miskin,” tuturnya. “Tapi, apa mereka mau datang ke tempat saya?”

Setelah tak ramai lagi warga bersilaturrahmi ke rumahnya, Din Minimi mengaku akan kembali bekerja seperti sebelum “berontak melawan” Pemerintah Aceh tiga tahun lalu. Menghidupi ibu kandung, istri dan ketiga anaknya,  dia belum tahu apa yang akan dikerjakan.

“Mungkin saya akan berkebun atau menjadi supir alat berat karena dulu saya pernah bawa alat berat,” katanya seraya menambahkan anak buahnya mulai kembali bekerja seperti biasa menjadi nelayan atau petani.

“Saya hanya ingin hidup tenang. Saya juga ingin bisa membantu masyarakat apabila mereka membutuhkan. Kalau terjun ke politik, belum terpikirkan karena saya tidak tamat sekolah,” ujarnya menambahnya.

Polisi tetap proses hukum

Terkait pernyataan Kapolda Aceh Irjen Pol. Husein Hamidi yang tetap memproses hukum meski sudah menyerah, Din Minimi menyebutkan, “Itu urusan polisi. Saya tak ada urusan dengan polisi. Silakan saja mereka memroses saya. Tapi bagaimana jika saya tuntut mereka karena telah menembak mati anak buah saya.”

Din Minimi mengharapkan apa yang sudah terjadi sejak ia angkat senjata “melawan” Pemerintah Aceh untuk dilupakan. “Biarlah yang sudah lalu, berlalu saja. Sekarang mari kita sama-sama memikirkan bagaimana membangun Aceh ke arah lebih baik,” katanya.

“Semua senjata telah saya serahkan. Apalagi yang mereka harapkan. Kalau mau tangkap saya, silakan. Tapi saya tetap pegang janji Pak Sutiyoso,” tambahnya.

Sebelumnya pada jumpa pers akhir tahun, 31 Desember, Kapolda Aceh menegaskan, Din Minimi dan kelompoknya diduga berada di balik 14 kasus kriminal bersenjata di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur dalam tiga tahun terakhir.

Kasus-kasus itu adalah penculikan dengan menuntut uang tebusan, penganiayaan, pemerasan, pembakaran, pengrusakan, dan pembunuhan dua personel intelijen TNI di pedalaman Aceh Utara pada 24 Maret 2015. Tetapi, Din Minimi telah membantah semua tuduhan polisi tersebut.

“Kita akan tetap memproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Husein di Markas Polda Aceh. Tapi dia tak menjelaskan kapan proses hukum terhadap Din Minimi Cs akan dimulai.

Desakan LSM

Desakan agar polisi tetap memproses hukum Din Minimi Cs juga disuarakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Mustiqal Syahputra dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Aceh, Hendra Saputra.

“Wacana pemberian amnesti pada sosok yang diduga pelaku 14 tindak pidana ialah wacana yang sangat tendensius dan benar-benar harus dikaji ulang,” ujar Mustiqal.

Dia menambahkan bahwa ada anggota Din Minimi telah diperiksa di persidangan dan divonis sampai 5 tahun penjara. Dalam proses persidangan terungkap bahwa perbuatan pidana yang dilakukan mereka atas perintah Din Minimi.

Hendra menilai langkah presiden memberikan amnesti kepada Din Minimi sebagai kebijakan yang keliru dan tak tepat, karena bukan kelompok pemberontak terhadap negara yang bertujuan ingin memisahkan diri dari Indonesia.

“Din Minimi harus diproses secara hukum karena sampai saat ini masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang Polda Aceh atas serangakaian kejahatan yang dilakukannya,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Menurut Hendra, kejahatan yang dilakukan Din Minimi Cs adalah kriminal biasa. Jadi sepantasnya diproses hukum, bukan memberi amnesti yang merupakan konsesus politik.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.