Polisi tangkap tiga terduga militan Jemaah Islamiyah di Lampung
2022.11.18
Jakarta
Polisi telah menangkap tiga terduga militan Jemaah Islamiyah (JI) di Lampung dalam kurun waktu tiga hari pada pekan lalu, kata juru bicara Mabes Polri pada Jumat (18/11).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan polisi telah menyita barang bukti berupa satu unit senapan jenis PCP, satu revolver, empat senapan laras panjang, tiga magasin, 825 butir amunisi, serta 10 buku dan dua CD terkait gerakan jihad dalam penangkapan itu.
“Menangkap tiga orang yaitu TY, AB dan JD terkait tindak pidana terorisme di wilayah Lampung,” kata Brigjen Ramadhan dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Ramadhan, TY merupakan koordinator jaringan JI wilayah Lampung, bagian dari struktural Hidmat Qodimah Barat JI dan Wakil Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren jaringan yang sama pada periode 2015 hingga 2020.
“TY memiliki satu pucuk senjata api rakitan dan 420 butir amunisi dari JD. Pada 2019, TY bersama dengan JD memesan senjata api rakitan jenis laras panjang,” kata Ramadhan.
Sedangkan AB, tambah Ramadhan, merupakan pengganti TY setelah ditangkap polisi, dan memiliki senapan jenis PCP di Lampung, kata Ramadhan.
“AB melakukan pertemuan di Bandar Lampung, membahas penggalangan dana di Lampung untuk jihad global di Suriah,” ungkap Ramadhan.
Sementara JD, lanjut Ramadhan, merupakan anggota jamaah pengajian binaan TY pada kurun 2019 hingga 2020.
JD memiliki 520 butir amunisi, mempunyai senjata api rakitan laras panjang dan senapan angin yang telah dimodifikasi, jelas Ramadhan. JD juga menjual sepucuk senjata api rakitan dan 430 butir amunisi kepada TY.
Menurut Ramadhan, ketiga tersangka teroris tersebut kini ditahan di Polda Lampung.
Atas perbuatannya, kata Ramadhan, TY, AB dan JD dijerat dengan Pasal 17 jo Pasal 7, dan Pasal 15 jo Pasal 9 UU nomor 5 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Deradikalisasi gagal?
Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Aceh, mengatakan penangkapan ketiga terduga teroris JI tersebut membuktikan bahwa program deradikalisasi tidak mencapai target yang diharapkan.
“Deradikalisasi gagal. Mereka sangat eksis,” kata Al Chaidar kepada BenarNews, menambahkan bahwa jumlah anggota JI yang sudah diputuskan sebagai organisasi terlarang di Indonesia pada tahun 2007 itu saat ini mencapai 6.000 orang dan terus berkembang.
Al Chaidar mengatakan, JI merupakan pecahan organisasi Darul Islam dan diperkirakan mulai membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an yang diinisiasi oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir.
Pemerintah dan pakar terorisme – berdasarkan data dan investigasi – menyatakan JI berada dibalik rangkaian aksi teror pada awal dekade 2000-an di Indonesia, termasuk Bom Bali pada 2002 yang merupakan tragedi terorisme paling mematikan di Indonesia dengan korban jiwa 202 orang. JI juga berada di belakang aksi teror Bom Marriott 2003, bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 2004, Bom Bali II pada 2005, dan Bom Marriott-Ritz Carlton di Jakarta pada 2009.
Mantan pemimpin JI, Nasir Abbas, mengatakan bahwa kelompok yang terafiliasi dengan organisasi teroris al-Qaeda untuk wilayah Asia Tenggara itu mempertahankan keberadaannya di Indonesia karena dinilai oleh sebagian pihak sebagai “jalan perjuangan Islam yang benar”.
“Anggota JI yang masih aktif diantara mereka juga mengancam anggota JI yang melepas baiat dan kembali ke NKRI,” kata Nasir kepada BenarNews.
Oleh karena itu, kata Nasir, sangat sulit untuk menghapus organisasi JI di Indonesia termasuk melalui program deradikalisasi.
“Masih banyak anggota JI yang belum terungkap,” kata Nasir.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, walaupun mengakui bahwa organisasi JI masih mempertahankan keberadaannya, ia menampik pendapat bahwa program deradikalisasi tidak efektif.
“Kita melihat bahwa aksi terorisme menurun dari beberapa tahun belakangan. Karena bagaimanapun, mantan teroris yang terlibat deradikalisasi akan menyampaikan pemahaman dan pengalaman hidup barunya kepada yang lain yang masih di luar,” kata Irfan kepada BenarNews.
Irfan mengatakan bahwa upaya pencegahan terus dilakukan lembaganya mengingat kelompok-kelompok tersebut tetap bahaya laten meski mereka telah mengurangi aksi kekerasannya.
Selain ketiga militan yang ditangkap minggu lalu, sejumlah terduga teroris sebelumnya juga ditangkap di Lampung. Aris Sumarsono alias Zulkarnaen (58), tersangka komandan militer JI ditangkap di provinsi ini pada Desember 2020 setelah buron selama 18 tahun. Ia dituntut penjara seumur hidup atas tuduhan terlibat dalam perencanaan Bom Bali 2002 dalam persidangan awal tahun ini.
Pada Juli, Densus 88 Antiteror menangkap 17 terduga teroris kelompok JI dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di sejumlah wilayah di Sumatra.
BNPT mencatat bahwas sepanjang 2021, polisi telah menangkap 370 terduga teroris, yang mayoritas berafiliasi dengan JI.
Sejak 2011, JI tidak pernah lagi mendalangi serangan teror di Tanah Air. JAD yang terafiliasi ISIS mewarnai serangan teror di Indonesia setelah itu, seperti serangan Bom Thamrin-Sarinah di Jakarta 2016, aksi bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda 2016, serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan markas kepolisian di Surabaya 2018, dan bom bunuh diri di gereja di Makassar pada Maret tahun lalu.
BNPT mengakui bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini aksi teror di Indonesia telah berkurang tetapi kegiatan organisasi kelompok militan masih terus berkembang.