Meski Santoso Masih Bebas, Polisi Klaim Operasi Camar Maleo Berhasil
2016.01.11
Palu
Diperbaharui pada 20-1-2016, 22:00 WIB
Kendati belum bisa menangkap seluruh pengikut termasuk pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso alias Abu Wardah, kepolisian menganggap Operasi Camar Maleo I, II, III, dan IV yang dimulai sejak Januari 2015 cukup membuahkan hasil.
Operasi Camar Maleo IV, yang digelar kepolisian untuk mengejar dan menangkap hidup dan mati kelompok sipil bersenjata itu berakhir 9 Januari 2016.
"Memang saat operasi digelar belum bisa menangkap seluruh pengikut termasuk pimpinan dalam kelompok itu, tapi paling tidak adanya operasi sudah bisa memperkecil aksi teror dan jumlah pengikut dari kelompok tersebut," aku Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Idham Aziz kepada BeritaBenar di Palu, Senin.
Dia menyebutkan, selama pelaksanaan Operasi Camar Maleo I-III, Polri yang bekerjasama dengan TNI dan sejumlah pihak terkait sudah berhasil menangkap hidup 24 orang pengikut kelompok tersebut.
Kemudian pada Operasi Camar Maleo IV yang baru saja usai, aparat gabungan berhasil menangkap tujuh orang lagi hidup-hidup.
"Jadi kalau dijumlahkan, ada 31 orang pengikut dari kelompok itu yang sudah berhasil ditangkap sepanjang Operasi Camar Maleo digelar," ungkap Idham.
Jumlah itu, menurutnya, belum termasuk tujuh pengikut kelompok itu yang tewas dalam baku tembak selama Operasi Camar Maleo digelar.
Selain terdapat korban jiwa dari kelompok tersebut, dua anggota Polri yang ikut dalam operasi itu juga gugur saat melaksanakan tugas negara.
"Dua anggota kita yang meninggal dunia juga karena terlibat baku tembak dengan kelompok mereka. Bahkan dari beberapa peristiwa baku tembak itu, empat anggota kita juga ikut terluka," jelas Idham.
Sedangkan dari 24 terduga anggota MIT yang ditangkap hidup dalam tiga Operasi Camar Maleo sebelumnya, 17 diantaranya masih dalam proses hukum, sedangkan sisanya sudah divonis dan telah menjalani penahanan di Lembaga Permasyarakatan.
Selain itu, Polri juga mengamankan sejumlah barang bukti yang dilakukan kelompok tersebut untuk melaksanakan teror, diantaranya: lima pucuk senjata api organik jenis M-16, 35 bom rakitan jenis lontong dan 844 amunisi aktif.
Operasi bikin warga cemas
Operasi Camar Maleo yang dipusatkan di pesisir hutan pegunungan Poso itu ternyata cukup membuat warga cemas. Bahkan terdapat beberapa kelompok tani di daerah itu yang berhenti bertani karena takut dengan kelompok tersebut dan polisi yang melaksanakan operasi.
"Kami mendata ada sekitar 20-an warga yang berprofesi sebagai petani berhenti bertani karena takut dengan kelompok itu termasuk takut dengan polisi," kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulteng, Dedy Askari kepada Berita Benar.
Ketakutan warga bukan tanpa dasar. Pasalnya warga mengaku dilema saat hendak turun beraktivitas di areal perkebunannya. Pada bulan September 2015 tiga mayat petani ditemukan tanpa kepala, dan kelompok Santoso diduga kuat berada di belakang peristiwa itu.
"Ada warga yang takut turun berkebun karena menganggap jika bertemu polisi bisa disangka pengikut kelompok MIT dan jika ketemu kelompok MIT takut disangka mata-mata polisi. Memang sangat dilema, makanya untuk jauh dari prasangka seperti itu mereka rela berhenti berkebun dan pindah ke jalur usaha lain demi tetap mendapat biaya hidup," jelas Dedy.
Kendati demikian, ada beberapa warga pula yang merasa senang adanya Operasi Camar Maleo, karena menurut mereka, operasi ini bisa membuat mereka merasa aman.
"Olehnya, warga berharap operasi yang digelar polisi bisa benar-benar menumpaskan kelompok tersebut. Dan tidak ada lagi yang namanya operasi, jika kelompok itu sudah dimusnahkan. Kami menganggap, cemasnya warga dengan adanya operasi termasuk sebagai pelanggaran HAM meski skala kecil," imbuh Dedy.
Pengikut kelompok MIT 32 orang
Berdasarkan data intelejen Polri, jumlah kelompok MIT hingga saat ini tinggal 32 orang. Jumlah tersebut, termasuk pimpinan MIT Santoso, tiga perempuan asal Bima, dan dua warga negara asing asal Uyghur, Cina.
"Ini data terbaru yang kami terima. Dan semuanya sudah kita tetapkan sebagai DPO Polri yang paling dicari," beber Kepala Bidang Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto kepada Berita Benar.
Dia menambahkan bahwa tiga perempuan yang bergabung bersama kelompok Santoso itu merupakan janda-janda mujahidin yang sudah tewas di Bima.
"Setelah bergabung bersama Santoso, tiga perempuan yang diketahui bernama Umi Fadel, Umi Mujahid, dan Umi Delima itu kemudian menikah lagi bersama Santoso, Basri, dan Ali Kalora. Saat ini mereka resmi menjadi istri tiga orang dari kelompok itu dan ikut dalam bergerilya di hutan pegunungan Poso," jelas Hari.
Sedangkan dua WNA asal Uyghur, berdasarkan data intelejen, juga sudah bergabung bersama kelompok itu sejak awal 2014. Mereka diketahui pula sudah menjadi anggota resmi ISIS.
"Kemungkinan mereka utusan pimpinan ISIS untuk bergabung bersama kelompok Santoso. Sebelumnya, WNA itu berjumlah tiga orang, namun satu WNA lainnya yang bernama Faruk alias Magalasi tewas setelah terkena tembakan polisi September 2015 lalu," urai Hari.
Pengejaran kelompok Santoso berlanjut
Operasi pengejaran dan penangkapan terhadap kelompok sipil bersenjata MIT pimpinan Santoso di Poso kembali dimulai. Kendati bukan lagi bersandi Camar Maleo, namun operasi yang diberi nama Operasi Mandiri Kewilayahan (OMK) itu tetap bertujuan sama dengan operasi sebelumnya.
"Berbeda dengan Operasi Camar Maleo yang melibatkan personel BKO (bantuan kendali operasi) dari Mabes Polri. Kali ini, operasinya hanya melibatkan anggota Polri di bawah jajaran Polda," aku Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jendral Idham Aziz.
Dia menyebutkan, OMK mulai diberlakukan pasca Operasi Camar Maleo IV berakhir Sabtu lalu. "Semua pasukan yang dikirim dari Mabes ke Poso sudah ditarik. Dan hari ini personel dari internal Polda juga sudah diberangkatkan ke Poso untuk melanjutkan operasi pengejaran," jelas Idham.
Target utama operasi ini, tambah Idham masih sama, yakni menangkap hidup atau mati kelompok Santoso.
Versi sebelumnya mencantumkan informasi yang salah yang mengatakan bahwa operasi Camar Maleo dimulai pada tahun 2012.