Menko Polhukam: Pengusutan Bom Thamrin Sudah 95 Persen

Lintang Sulastri
2016.02.29
Jakarta
160229_ID_LUHUT_620.jpg Salah satu sudut bangunan yang rencananya akan dijadikan penjara deradikalisasi di kawasan Sentul, Jawa Barat. Foto diabadikan, akhir pekan lalu.
Istimewa/BeritaBenar

Pemerintah Indonesia mengungkapkan bahwa sel kelompok yang terlibat dalam aksi teror dan penembakan di Jalan Thamrin, Jakarta, 14 Januari lalu, sudah dilumpuhkan menyusul operasi pengejaran dan penangkapan terhadap puluhan terduga teroris pasca-kejadian.

"Kasus Thamrin sudah rampung lebih dari 95 persen setelah operasi penangkapan enam tersangka yang kami lakukan beberapa hari lalu di Malang," jelas Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan kepada BeritaBenar, akhir pekan lalu.

Dari penangkapan itu, menurut dia, polisi menyita alat-alat telekomunikasi berupa sejumlah telepon genggam. Dari situ, polisi mendapatkan petunjuk bahwa perintah aksi teror itu datang dari Iwan alias Rois di Nusakambangan kepada Bahrun Naim di Rakka (Suriah). Selanjutnya dari Bahrun diteruskan ke Dian di Indonesia.

Luhut menambahkan, aparat keamanan sudah mengetahui sel itu sejak beberapa waktu lalu. "Saat ini bisa dikatakan 95 persen dari sel ini sudah kami lumpuhkan," tegasnya.

Data Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menunjukkan menyusul kasus teror bom di Thamrin, Polri telah menangkap sekitar 40 terduga teroris. Dari jumlah itu, yang terkait langsung 18 orang dengan rincian empat pelaku lapangan tewas di lokasi dan 12 lagi terlibat langsung. Selebihnya masih diselidiki keterkaitan mereka.

Mabes Polri juga mencatat terdapat 22 orang tidak terkait langsung,termasuk enam orang narapidana yang sedang menjalani hukuman karena terjerat kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang dan Nusakambangan.

Penjara deradikalisasi

Menurut data Polri, sejak Oktober 2013 polisi telah menangkap 364 terduga teroris dan 75 organisasi dinyatakan sebagai organisasi radikal. Dari jumlah organisasi itu, sebanyak empat entitas berada di Indonesia.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution, awal bulan ini mengatakan pihaknya terus bekerja melakukan program deradikalisasi kepada narapidana, terutama bagi mereka yang kooperatif.

“Kami telah punya penjara khusus untuk napi teroris. Yang kooperatif, rencananya di situ akan kami lakukan proses pembelajaran dan pemahaman,” tutur Saud.

Bangunan di Sentul, Jawa Barat, tersebut berisi 48 sel yang dapat menampung dua orang napi dalam setiap sel. Tetapi program ini masih menunggu adanya legalitas hukum agar pemindahan mereka tidak menjadi masalah secara hukum.

Menurut Luhut ketika berkunjung ke BNPT di Kompleks Indonesia Peace and Security Center (IPSC) Sentul, Kamis pekan lalu, program-program pencegahan terorisme dan deradikalisasi yang dijalankan selama ini sudah bagus.

"Jujur, program-program BNPT telah berjalan di luar perkiraan saya karena ternyata BNPT sudah cukup maju dalam menjalankan pencegahan terorisme," ujarnya seperti dikutip kantor berita Antara.

Saud menjelaskan bahwa saat ini terdapat 204 napi teroris yang menempati 47 lapas di beberapa daerah. BNPT menggolongkan mereka dalam empat level berdasarkan ideologinya.

Level 1 adalah yang paling keras memegang ideologi mereka dan tidak mau didekati. Jumlah mereka 68 orang. Level 2 ialah mereka yang bersedia ditemui tapi tidak mau mengubah ideologinya, yang jumlahnya 38 napi.

Level 3 adalah mereka yang bersedia ditemui membuka diri tapi  takut dicap sebagai berkhianat oleh yang memegang ideologi radikal. Sedangkan level 4 adalah mereka yang bersedia membuka diri dan menerima pemahaman baru.

Revisi UU

Luhut mengatakan yang harus diwaspadai adalah pejuang militan yang kembali dari Suriah karena mereka sudah mendapat pelatihan perang. Data BNPT menyebutkan ada sekitar 45 orang WNI yang kembali dari Suriah dan sebanyak 63 WNI tewas di Suriah.

Menko Polhukam berharap revisi UU Anti-Terorisme bisa dirampungkan secepatnya sehingga operasi pencegahan terhadap kelompok radikal bisa dilakukan.

“Kita bisa mencega mereka yang diduga akan melakukan tindakan teror. Kami harap secepatnya (selesai revisi UU Anti-Terorisme). Semoga bisa selesai sebelum tanggal 18 Maret,” harap Luhut.

Anggota Komisi III Taufiqulhadi menyatakan optimis DPR bisa segera merampungkan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keinginan merevisi UU Anti-Terorisme ini menyusul serangan teror di Thamrin yang menewaskan empat warga sipil.

“UU sebelumnya hanya memberi waktu penahanan relatif singkat untuk para pelaku tindakan terrorisme. Masa tahanan memang perlu ditambah,” ujarnya.

Taufiqulhadi menambahkan proses penahanan berbeda dengan Internal Security Act (ISA) yang berlaku di Malaysia dan Singapura. Dia menyebutkan yang mendesak ialah pencabutan status kewarganegaraan untuk mereka yang terlibat ISIS.

Tetapi seorang pengamat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Zaki Mubarak mengatakan revisi UU Anti-Terorisme bukan solusi.

“Sebenarnya harus dilakukan meningkatkan kualitas dan kapasitan aparat intelijen dan kepolisian kita. Bukan merevisi undang-undang,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Menurut dia, revisi itu bisa mengarahkan Indonesia untuk menerapkan konsep mirip ISA di Singapura dan Malaysia.

“UU yang ada sudah baik, sudah sesuai dengan standar demokrasi. Sistem aturan di Singapura dan Malaysia tak mementingkan HAM dalam regulasi terorismenya,” ujar Zaki.

Ia melihat koordinasi antar-lembaga masih lemah dalam menangani kasus terorisme dan menjalankan program deradikalisasi. Seharusnya koordinasi ditingkatkan sambil melibatkan berbagai kalangan dalam program deradikalisasi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.