Media Diimbau Hindari Berita Berpotensi Benarkan Terorisme
2016.01.25
Jakarta
Lebih seminggu pasca-serangan teror di Jalan Thamrin, Jakarta 14 Januari lalu, pemberitaan mengenai hal itu masih berlanjut, namun para awak media diingatkan untuk tidak menyajikan berita yang berpotensi memberikan legitimasi atas tindakan terorisme dan glorifikasi terhadap pelakunya.
Anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan bahwa hal ini sudah tertera di salah satu butir pedoman peliputan terorisme, yang dituangkan sebagai Peraturan Dewan Pers No. 01 tahun 2015.
"Terorisme adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan," ujar Yosep dalam diskusi "Membedah Pemberitaan Terorisme Jalan Thamrin: Kode Etik atau Rating?" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta hari Minggu.
Yosep menambah bahwa walaupun terorisme tergolong sebagai kejahatan luar biasa, media harus tetap menjaga proporsionalitas dan tidak terkesan melegitimasi tindak terorisme, namun juga menggunakan bahasa yang baik dalam meliput kasus terorisme. Dia memberikan contoh halaman depan sebuah harian yang menampilkan judul berita dengan kata makian khas Jawa Timur di halaman pertamanya tentang serangan tersebut.
Yosep juga mengatakan bahwa wartawan tidak boleh menyiarkan foto atau adegan dari jarak dekat tentang korban terorisme, yang dapat menimbulkan kengerian dan pengalaman traumatik.
"Pemuatan hanya boleh bila tujuannya menyampaikan pesan kemanusiaan, bahwa terorisme selalu menyasar sasaran umum dan menelan korban-korban yang tidak berdosa,” paparnya.
Serangan di Jalan Thamrin memakan korban jiwa empat warga sipil, termasuk satu warga negara Kanada. Selain itu, lebih dari 30 warga sipil dan petugas polisi terluka berat dan ringan akibat serangan tersebut.
Efek viral kabar palsu
Yosep mengatakan ada efek viral yang timbul ketika gambar rekaman televisi yang diambil secara langsung saat serangan terjadi dan foto-foto yang menampilkan jenazah korban serta pelaku secara eksplisit itu disiarkan ulang oleh stasiun televisi dan berbagai platform media internasional di luar negeri.
Menurutnya, hal itu terjadi dalam lima jam pertama sejak serangan terjadi, yang menggambarkan suasana panik, bingung, dan karena banyak media yang mengambil keterangan dari media sosial dan pesan berantai di aplikasi pesan seperti WhatsApp, tanpa mengecek dan melakukan konfirmasi terlebih dahulu.
"Banyak kabar palsu di media sosial yang diakomodasi oleh (organisasi) media," ujar Yosep.
Menyusul adanya tayangan yang menggambarkan secara jelas jenazah yang tergeletak di dekat lokasi peledakan di pos polisi Jalan Thamrin dan penayangan informasi bohong mengenai adanya ledakan bom di beberapa lokasi lain di Jakarta saat yang sama, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi sanksi teguran tertulis kepada tujuh stasiun televisi dan satu stasiun radio yang melanggar standar perilaku penyiaran yang sudah ditetapkan oleh komisi itu.
Andi Jatmiko, produser senior Associated Press Television News (APTN) yang berpusat di London juga sempat menggunakan gambar dari televisi swasta tersebut untuk siarannya. Namun dia mengatakan bahwa banyak gambar yang disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia yang seharusnya tidak disiarkan.
"Saya mendapat telpon dari kantor pusat, mereka menanyakan apakah ada gambar lain yang lebih baik," ujarnya dalam diskusi tersebut.
Akurasi paling penting
Menurutnya, juru kamera seharusnya bisa berinisiatif mengambil gambar dengan format dan sudut yang dapat menghindari tersorotnya jenazah atau adegan lain yang tidak etis untuk disiarkan.
“Walaupun gambar mayat disamarkan, hal itu tidak bagus secara estetika," ujar jurnalis senior tersebut.
Andi mengatakan bahwa kecepatan menampilkan berita menjadi andalan bagi awak media yang bertugas karena ketatnya kompetisi sesama stasiun televisi, namun dia juga mengingatkan bahwa akurasi berita lebih penting daripada kecepatan menampilkan berita.
Ini, menurutnya, karena akan ada kewajiban mengoreksi berita bila informasi yang sudah disiarkan ternyata salah.
“Pemberitaan lima jam pertama yang kacau itu tidak perlu terjadi bila medianya bertanggung jawab. Informasi yang ada di media sosial bisa dipakai sebagai informasi awal namun informasi itu masih perlu dikonfirmasi dan dikonfirmasi ulang," ujar Andi.
Polisi mengklarifikasi
Juru bicara Polda Metro Jaya Kombes. Pol. Muhammad Iqbal - yang hadir dalam diskusi menggantikan Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. Tito Karnavian - mengatakan bahwa dirinya segera menyampaikan kepada awak media yang bertugas di lokasi bahwa Jakarta aman dan semua berita palsu yang beredar itu tidak benar.
"Pada waktu Pak Kapolda sudah melakukan penyisiran dari atas ke bawah (gedung) dan dinyatakan aman, saya langsung cari teman-teman media untuk menyampaikan bahwa Jakarta aman dan semua sudah dikendalikan," ujar Iqbal.
Seluruh proses melumpuhkan pelaku penyerangan memakan waktu 10 menit dan lebih cepat dari durasi serangan yang memakan waktu 12 menit, tambah Iqbal. Ia juga mengatakan bahwa yang memakan waktu lebih banyak adalah saat penyisiran dan pengamanan lokasi untuk mengumpulkan barang bukti, termasuk satu bom aktif yang terpaksa diledakkan di tempat.
Setelah situasi berhasil dikendalikan, Polda Metro Jaya segera membuka pusat media di markas Polda untuk memberikan informasi terbaru kepada awak media mengenai perkembangan kejadian tersebut.
"Dari 19 orang yang diamankan, enam sudah dipastikan terlibat dalam aksi teror di Thamrin. Tapi ini belum selesai, kita masih melakukan pengejaran terhadap beberapa kelompok," ujar Iqbal.