Pekerja migran Filipina yang dihukum mati akan dipulangkan masih sebagai tahanan
2024.11.20
Jakarta dan Manila
Indonesia telah menyetujui pemulangan seorang warga Filipina yang berada dibawah hukuman mati ke negara asalnya, 14 tahun setelah ia divonis bersalah, dalam keadaan tetap sebagai tahanan, demikian disampaikan otoritas berwenang kedua negara.
Presiden Filipina Ferdinand Marcor Jr mengatakan secara pribadi telah mengupayakan kasus pekerja migran asal Filipina Mary Jane Veloso dengan mantan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo pada Januari lalu.
Mary Jane, 39 tahun, dihukum atas tuduhan penyelundupan narkoba, meskipun banyak pihak di Filipina meyakini ia hanya menjadi korban sindikat narkoba yang menjebaknya sebagai kurir tanpa ia ketahui. Kasusnya mencerminkan nasib jutaan pekerja migran Filipina yang kerap menghadapi ketidakadilan di negara tempat mereka bekerja.
“Setelah satu dekade diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama untuk mencapai kesepakatan agar ia akhirnya dapat kembali ke Filipina,” kata Marcos dalam sebuah pernyataan.
“Saya menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto dan pemerintah Indonesia atas itikad baik mereka,” tambahnya.
"Kisah Mary Jane menyentuh hati banyak orang: seorang ibu yang terperangkap dalam cengkeraman kemiskinan, yang membuat satu pilihan di tengah keputusasaan yang mengubah jalan hidupnya. Meskipun ia dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum Indonesia, ia tetap menjadi korban dari keadaannya sendiri," ungkap Marcos.
Namun, tanggal pemulangan Mary Jane belum ditentukan. Pejabat di Filipina mengatakan kemungkinan hal ini terjadi sebelum Natal.
Marcos menekankan bahwa pemulangan Mary Jane mencerminkan kemitraan bilateral yang erat dengan Indonesia, seraya menambahkan bahwa kedua negara Asia Tenggara tersebut “berbagi komitmen terhadap keadilan dan belas kasih.”
Kasus Mary Jane menarik perhatian luas di Filipina, negara yang ekonominya sebagian besar ditopang oleh kiriman uang dari jutaan wargamya yang berprofesi sebagai pekerja migran.
Pada 1995, pekerja migran Filipina lainnya, Flor Contemplacion, dieksekusi di Singapura atas tuduhan pembunuhan meskipun pemerintah Filipina telah berulang kali mengajukan permohonan grasi. Peristiwa ini sempat memperburuk hubungan diplomatik antara kedua negara.
Sinyal beragam
Namun, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, meluruskan bahwa pernyataan Marcos tidak berarti Mary Jane akan segera dibebaskan.
“Tidak ada kata ‘dibebaskan’ dalam pernyataan Presiden Marcos. ‘Memulangkan ke Filipina’ berarti mengembalikan dia ke Filipina,” kata Yusril dalam pernyataan tertulis.
Pemerintah Indonesia telah menerima permohonan resmi dari Filipina untuk pemindahan Mary Jane. Namun, Yusril menegaskan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, termasuk pengakuan terhadap putusan pengadilan Indonesia yang menjatuhkan hukuman mati kepada Veloso atas kasus penyelundupan narkoba. Selain itu, Filipina harus menyetujui bahwa Mary Jane akan melanjutkan hukumannya di Filipina sesuai dengan keputusan pengadilan Indonesia.
Filipina juga diwajibkan menanggung semua biaya terkait pemindahan dan pengaturan keamanan.
“Setelah dia kembali ke negaranya dan melanjutkan hukumannya di sana, tanggung jawab rehabilitasinya menjadi tugas pemerintah Filipina,” jelas Yusril.
Secara terpisah, Menteri HAM Indonesia, Natalius Pigai, menegaskan bahwa Mary Jane saat ini masih ditahan di Yogyakarta.
Pigai menilai pemindahan tahanan adalah opsi terbaik berdasarkan prinsip-prinsip HAM, karena memungkinkan Veloso menjalani hukuman di negaranya tanpa mengubah kewajiban hukumnya.
“Mary Jane masih berada di Yogyakarta. Dia belum diklasifikasikan sebagai ‘bebas.’ Tim hukum kami sedang mengkaji kasus ini,” katanya kepada BenarNews.
Eduardo de Vega, Wakil Menteri Luar Negeri Filipina, mengatakan Mary Jane akan tetap berada dalam tahanan setelah pulang, sementara pemerintah Filipina terus bernegosiasi dengan Indonesia untuk memberikan grasi kepadanya.
“Jadi, ketika dia sampai di sini, jika dia sampai di sini, dia tidak akan langsung dibebaskan. Artinya, kami berkomitmen untuk menahannya sampai ada kesepakatan bersama bahwa dia dapat diberikan grasi,” kata De Vega dalam sebuah pernyataan.
“Tapi setidaknya, dia akan berada di sini.”
Keluarga Prihatin
Meskipun pemerintah Filipina menyambut baik rencana pemulangan Mary Jane, keluarganya justru merasa lebih aman jika ia tetap ditahan di Indonesia.
“Bagi kami, keluarganya, jika Mary Jane dipulangkan tapi masih tetap ditahan, lebih baik dia tetap dipenjara di Indonesia karena dia lebih aman di sana. Walaupun kami bisa mengunjunginya di penjara sini, sindikat kriminal bisa saja membunuhnya di tahanan,” kata Celia Mary Jane, ibu Mary Jane, kepada stasiun radio lokal DWPM.
Mary Jane, seorang ibu rumah tangga dengan dua anak, melakukan perjalanan ke Indonesia pada April 2010 untuk mencari kerja sebagai asisten rumah tangga, namun ia ditangkap di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, setelah do dalam kopernya ditemukan 2,6 kilogram heroin.
Ia diadili di Indonesia dan dijatuhi hukuman mati, tetapi eksekusinya ditunda pada menit terakhir pada 2015 setelah adanya permohonan dari Manila untuk meninjau ulang kasusnya.
Mary Jane secara konsisten menyatakan bahwa ia tidak mengetahui isi kopernya mengandung narkoba, mengklaim bahwa ia ditipu oleh perekrutnya, Maria Cristina Sergio, yang kemudian divonis bersalah atas perdagangan manusia di Filipina dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2020.
Jason Gutierrez melaporkan dari Manila, Filipina, dan Pizaro Gozali Idrus dari Jakarta.