Mantan Teroris Butuh Solusi Keluar Jaringan

Sulit diterima masyarakat, sementara jaringan lama menyediakan sistem dukungan namun mengancam jika mereka meninggalkan kelompok, menyebabkan mantan teroris susah lepas dari terorisme.
Kusumasari Ayuningtyas
2017.11.22
Yogyakarta
171122_ID_Terrorism_1000.jpg Agus Martin bercerita pengalamannya selama bergabung dengan jaringan teroris dalam diskusi kebangsaan di Yogyakarta, 19 November 2017.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Agus Martin (36) alias Tin alias Abu Nova alias Hasan sudah setahun empat bulan bebas usai menjalani hukuman empat tahun penjara.

Pria yang dulu menganggap polisi sebagai musuh, kini memilih untuk menjadi mitra dan mengaku tidak akan kembali ke jaringan terorisme.

Bukan hal mudah baginya untuk mengambil keputusan.

Sebagai seorang bekas narapidana terorisme, ada stigma negatif dari masyarakat ketika bebas. Rekan-rekannya yang masih di jaringan tidak terima dengan keputusannya untuk berdiri berseberangan.

“Saya banyak menerima ancaman, sejak bebas sampai sekarang,” ujarnya saat ditemui BeritaBenar di Yogyakarta, Minggu, 19 November 2017.

Ia ditangkap pada 25 Agustus 2013 karena berperan sebagai pemasok senjata api untuk jaringan teroris.

Pria yang ahli menembak dan merakit bom itu mengaku sadar bukan karena bujukan polisi, tapi dari orang yang mengajaknya masuk ke jaringan teroris, yaitu Ali Fauzi Manzi, yang pernah jadi kepala instruktur perakitan bom kelompok teroris Jamaah Islamiyah.

Ali Fauzi, yang masih bersaudara dengan Trio Bom Bali, Amrozi, Ali Imron, dan Ali Ghufron alias Mukhlas itu, kini aktif membantu pemerintah dalam pencegahan terorisme.

“Saat Polisi dan BNPT menasehati, rasanya biasa saja, tidak tergerak. Tapi ketika orang yang pernah merekrut saya yang menasehati, saya mulai sadar,” katanya.

Pendekatan Ali telah berlangsung sejak Agus masih dalam penjara, di antaranya melalui istrinya, Sholihah, yang juga sepupu Ali.

Ali juga membantu Agus mendapatkan pekerjaan. Dia sekarang bekerja di pertambangan dan mulai diterima masyarakat.

Tantangan mantan napi teroris

Ali menyatakan setelah keluar dari penjara, banyak napi teroris memutuskan untuk kembali ke jaringan dan melakukan aksi terorisme karena mendapat dukungan material dan non-material dari jaringan lama mereka.

Dukungan material berupa bantuan pendidikan, pekerjaan, serta kesehatan. Sementara non-material di antaranya ideologi, persaudaraan, dan pelatihan keahlian tertentu.

“Hadirnya kedua support itu mengikat anggotanya sehingga mereka sulit untuk keluar dari jaringan,” kata Ali.

Mereka khawatir jika keluar, tidak punya teman, dikucilkan, anak sekolah sembarangan, dan ditambah dengan nyawa terancam.

“Ketika mereka dihukum penjara dan berstatus mantan narapidana terorisme kemudian bebas, teman-teman jaringan menyambut suka cita bak seorang pahlawan,” jelasnya.

Untuk menanggulangi hal itu, pendiri kamp pelatihan militer teroris di Mindanao yang pernah dipenjara di Filipina karena keterlibatannya itu sebelum dipulangkan ke Indonesia dan mendapatkan pembinaan di Mabes Polri, telah menginisiasi komunitas untuk memberi dukungan bagi mantan teroris.

Dukungan itu bermuatan perdamaian, toleransi, dengan menjunjung Islam yang ramah.

Yayasan Lingkar Perdamaian

Agus kini bergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) di Lamongan sebuah yayasan yang didirikan Ali bersama mantan teroris lainnya untuk mencegah radikalisme dan terorisme.

“Saya tahu konsekuensi pilihan saya. Saya tidak mendapat perlindungan dari siapapun, saya menyerahkan semuanya pada Allah,” ujarnya.

Hal sama juga dialami Sumarno alias Asad alias Asadullah alias Abu Zahidi, keponakan trio Bom Bali.

Sumarno yang ditangkap setelah aksi Bom Bali I 2002 karena menyembunyikan senjata serta bahan peledak divonis 5 tahun penjara.

Dia memutuskan berhenti dari jaringan terorisme juga karena Ali. Kini Asad yang sehari-hari bekerja sebagai guru sebuah pesantren juga ikut bergabung dengan YLP.

“Saya yang dulunya berada dalam lingkaran bom, kini sudah bermuara dan menciptakan perdamaian,” ujarnya.

Saat ini, terdapat 37 bekas narapidana terorisme yang telah dirangkul YLP sejak Maret 2016 lalu.

“Di sini kami berperan seperti dokter untuk menyembuhkan, tapi sama seperti penyakit, lebih baik mencegah daripada mengobati, sehingga peran aktif semua pihak dari semua aspek sangat dibutuhkan,” ujar Ali.

 Direktur Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi ketika berbicara pada diskusi kebangsaan di Yogyakarta, 19 November 2017. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)
Direktur Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi ketika berbicara pada diskusi kebangsaan di Yogyakarta, 19 November 2017. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

 

Makin beragam

Sejak serangan pertama berupa mobil bermuatan 350 kilogram bom di Kantor Kedutaan Besar Filipina pada 1 Agustus 2000, hingga November 2017 telah terjadi sekitar 295 aksi teror di Indonesia.

Jika pada 2000 hingga 2009 teror banyak dilakukan dengan bom bunuh diri dan mobil, maka kisaran tahun 2010 sampai 2017 teror makin beragam seperti penyerangan polisi, bom panci, hingga pembakaran markas polisi.

“Sekarang kuantitas meningkat, tapi kualitas menurun karena dulu serangan dilakukan secara terorganisir, disiplin dengan kemampuan tinggi sementara sekarang lebih banyak dilakukan secara lone wolf oleh anak-anak muda,” papar Ali.

Kepala Sub Direktorat Pembinaan Penertiban dan Penyuluhan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, AKBP Sinungwati, mengatakan bahwa hal itu banyak dipengaruhi oleh sistem perekrutan yang banyak berubah.

Sinung memaparkan, kalau dulu harus bertatap muka secara langsung kemudian diberi pendekatan intensif dan diakhiri dengan pesan untuk tidak cerita pada siapa-siapa, kini cukup lewat gadget.

“Mereka punya ‘juru masak’, dan juru masak ini berperan memasak kabar-kabar bohong yang memicu munculnya simpatisan jaringan teror,” ujarnya yang menambahkan bahwa berbagai upaya pencegahan penularan paham radikal terus dilakukan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.