Supriyadi: Saudaraku yang masih bersama kelompok itu, bertobatlah!

Mantan napi terorisme di Poso memilih memerangi radikalisme.
Keisyah Aprilia
2022.08.26
Poso, Sulawesi Tengah
Supriyadi: Saudaraku yang masih bersama kelompok itu, bertobatlah! Supriyadi mantan anggota Jemaah Islamiyah dan pendiri Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Poso yang telah bertobat dan tidak mau kembali terlibat dalam aksi teror. Foto diambil di Mapane, Poso, Sulawesi Tengah, 21 Juni 2022.
[Keisyah Aprilia/BenarNews]

Pada usianya yang 36 tahun, Supriyadi sudah dua kali merasakan hukuman penjara karena kasus terorisme di Poso, Sulawesi Tengah. Kini dia memutuskan untuk tobat dan bertekad mengabdi pada upaya memerangi radikalisme.

Supriyadi alias Upik Pagar, pertama kali ditangkap awal 2007 karena kepemilikan senjata api ilegal. Setelah bebas pada Desember 2009, dia kembali ke Poso dan mencari teman-temannya dari kelompok Jemaah Islamiyah (JI) untuk kemudian membentuk Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Poso tahun berikutnya.

JI adalah kelompok terafiliasi Alqaeda di Asia Tenggara yang berada di belakang sejumlah aksi terorisme di Indonesia pada dekade awal tahun 2000-an, termasuk serangan Bom Bali pada 2002 yang menewaskan 202 orang.  

“Pertama bebas itu tidak ada aktivitas dan masih ada rasa dendam yang besar, makanya saya mencari teman-teman di Poso,” ujar Supriyadi, kepada BenarNews saat diwawancara bulan Juni.

Yah, bisa dibilang saya salah satu pendiri JAT Poso,” ujarnya.

Salah satu kegiatan JAT adalah menyebarkan paham radikal, seperti menolak pemerintahan yang sah di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketika itu JAT berhasil merekrut anggota hingga jumlahnya menjadi ratusan dalam waktu satu tahun.

Salah satu dari mereka ada Santoso, yang kemudian menjadi pemimpin kelompok baru yaitu Mujahidin Indonesia Timur (MIT), kelompok militan bersenjata yang beroperasi di Poso dan sekitarnya, yang seperti organisasi-organisasi pendahulunya bertujuan untuk membentuk khilafah Islam.

Namun, belum sempat melakukan serangan, Supriyadi kembali ditangkap Densus 88 di Parigi Moutong, kabupaten yang berbatasan dengan Poso, pada 2011.

“Dakwaan di pengadilan juga karena saya terlibat dalam pelatihan militer di Gunung Biru. Saat itu saya divonis empat tahun kurungan penjara dan ditahan di Nusa Kambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah,” ujarnya.

Gunung Biru adalah wilayah di Tamanjeka, Poso, yang medannya sulit dicapai dan menjadi tempat persembunyian para anggota kelompok militan.

Usai penangkapan Supriyadi, JAT Poso melakukan serangan teror pertamanya, yaitu menembak tiga polisi yang sedang bertugas menjaga Bank BCA di Palu, yang menewaskan dua dari mereka.

Pada 2012, JAT Poso mendeklarasikan diri sebagai MIT dan Santoso menjadi pemimpinnya, karena dia dituakan dan memiliki pengalaman militer yang didapat seusai konflik komunal Poso, kata Supriyadi.

“Setelah itu Santoso bersama pengikutnya kurang lebih 30-an orang naik ke Gunung Biru. Di sana mereka latihan militer dan menyusun sejumlah strategi,” kata Supriyadi.

Tidak lama setelah deklarasi, MIT membunuh dua orang anggota intelejen Polres Poso dan menguburnya dalam satu lubang yang sama di Tamanjeka.

“Dua polisi yang dibunuh itu karena mau menyelidiki MIT. Cuman saat itu ketahuan dan MIT membunuhnya,” kata Supriyadi.

Aksi MIT selanjutnya adalah meledakkan bom bunuh diri di Polres Poso, menghadang dan menembak mati beberapa anggota Brimob Polda Sulteng yang tengah patroli motor di Kalora, serta sejumlah aksi lainnya, kata dia.

Bertobat

Setelah bebas pada 2015, Supriyadi berhenti komunikasi dengan MIT, dan bertekad untuk tidak kembali ke jalan kekerasan seperti masa lalunya bersama JI dan JAT Poso.

Meski berusaha menjauh, Supriyadi masih tetap dihubungi oleh MIT.

“Waktu saya bebas ternyata mereka (MIT) tahu juga, makanya saya masih dihubungi melalui pesan yang disampaikan oleh orang lain,” kata Supriyadi.

Supriyadi diajak untuk bergabung lagi dan membantu menyiapkan segala kebutuhan MIT selama bergerilya di hutan pegunungan Poso, tapi Supriyadi menolak.

Meski tidak memenuhi permintaan MIT, Supriyadi tidak risau apa lagi takut, karena dia ingin fokus bersama keluarga dan hidup damai bersama masyarakat sekitar pemukimannya.

“Jadi alasan saya saat itu ke MIT karena kondisi saya sudah tidak memungkinkan untuk bergabung dan memberikan bantuan ke MIT. Karena 2015 itu lagi ramai-ramainya TNI dan Polri bergabung melakukan operasi untuk menangkap MIT,” ungkap Supriyadi.

“Saat masih hidup dan sampai Santoso itu mati sama sekali saya sudah tidak ada komunikasi dengan MIT,” jelasnya.

Santoso yang diyakini sebagai pemimpin kelompok militan pertama di Indonesia yang berbaiat kepada organisasi ekstrim ISIS, tewas dalam tembak –menembak dengan pasukan gabungan polisi-TNI pertengahan tahun 2016.  

“Saya masih memiliki hati nurani dan tidak sembarang membunuh orang. Dari aksi itu saya sudah tidak sepaham dengan MIT. Makanya saya tidak mau lagi berurusan dengan mereka,” ungkapnya ketika ditanya kenapa tidak mau bergabung dan membantu MIT lagi.

“Dengan membunuh warga yang berprofesi sebagai petani itu sudah sangat salah dan tidak sejalan dengan perjuangan jihad yang saya yakini,” ujarnya.

Selain menyasar aparat, MIT diketahui tidak segan-segan membunuh petani yang mereka anggap sebagai informan polisi, dengan cara yang sangat kejam seperti memenggal kepala korban.

Sepeninggal keterlibatannya dengan kelompok teroris, Supriyadi memulai kehidupan baru dengan berbisnis ayam petelur yang dilanjutkan dengan dengan menjual pupuk pertanian yang diambilnya dari Pulau Jawa.

“Jadi pupuk itu saya pasarkan kepada petani dan pekebun yang berminat. Namun kami pakai cara kemitraan. Salah satu contoh kami ajak perusahaan daerah kerjasama di bidang pupuk, ketika deal kami baru memasokkan pupuk untuk perusahaan daerah tersebut jual,” jelasnya. 

“Alhamdulillah saat itu saya sudah beraktivitas dengan lebih baik. Rezeki dari untung ayam petelur mencukupi untuk biaya hidup bersama keluarga. Tiga anak saya juga sudah sekolah semua,” paparnya.

Supriyadi alias Upik Pagar (kiri), dan beberapa pendukung film terkait pentingnya kesadaran atas bahaya radikalisme melihat hasil tampilan footage film tersebut di kamera, seusai shooting di markas Rumah Katu di Mepanga, Poso, Sulawesi Tengah, 22 Juni 2022. [Keisyah Aprilia/BenarNews]
Supriyadi alias Upik Pagar (kiri), dan beberapa pendukung film terkait pentingnya kesadaran atas bahaya radikalisme melihat hasil tampilan footage film tersebut di kamera, seusai shooting di markas Rumah Katu di Mepanga, Poso, Sulawesi Tengah, 22 Juni 2022. [Keisyah Aprilia/BenarNews]

Bahkan, Supriyadi ikut bermain film yang membawa pesan perdamaian bersama lembaga swadaya masyarakat Komunitas Rumah Katu Poso beberapa waktu lalu.

Menurut dia, sekarang mudah sekali orang terpapar paham radikal, apalagi dengan akses yang semakin luas ke internet.

“Untuk Saudara-Saudaraku yang masih bersama kelompok itu, di mana pun kalian berada,  bertobatlah. Ingat istri dan anak-anak di rumah,” ajaknya.

Mengabdi pada pemerintah

Supriyadi berharap pemerintah memberikan perhatian kepada mantan narapidana terorisme, karena meski dia sudah kembali bermasyarakat, dia mengaku belum mendapat bantuan.

“Pemerintah di Poso ini cukup tahu kami ada dan sudah tidak beraktivitas di kelompok radikal dan terorisme. Sementara perhatian tidak ada, yang fokus kepada eks-napiter (narapidana teroris) hanya BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan NGO (non-governmental organizations),” ungkapnya.

Supriyadi yang saat bergabung dengan JI dan JAT Poso melihat pemerintah dan seluruh perangkatnya sebagai musuh karena menganggap mereka sebagai “thogut”- sebutan kaum militan terhadap pihak yang dinilai menyembah selain Allah, pemikirannya kini telah berubah.

Ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya kepada pemerintah jika dibutuhkan, khususnya dalam mengampanyekan agar anak-anak muda di Indonesia khususnya Poso tidak terlibat dalam aktivitas kelompok radikal.

“Karena saya dulu pelaku, tentu saya tahu bagaimana cara untuk menangkal anak-anak muda itu, agar tidak mudah percaya dan mau bergabung dengan kelompok-kelompok ekstrimis tersebut,” paparnya.

“Pemerintah tinggal ajak saya, saya selalu siap!”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.