Malaysia Mulai Program Legalisasi Pekerja Migran Tak Berdokumen
2020.11.16
Kuala Lumpur
Malaysia pada Senin (16/11) mulai membuka kesempatan selama enam setengah bulan untuk para pekerja migran tak berdokumen mengajukan permohonan kepada pemerintah, melalui majikan mereka, untuk tinggal di Malaysia dan bekerja secara legal di sektor yang dianggap "sulit, berbahaya atau kotor."
Namun kelompok hak asasi manusia terkemuka di Malaysia mendesak para pekerja migran untuk tidak membayar siapa pun untuk ikut dalam program legalisasi tersebut sampai pemerintah merilis lebih banyak informasi tentangnya.
“Pengusaha harus menunjukkan surat lamaran yang dilampiri dengan latar belakang perusahaan dan informasi tentang tenaga kerja asing yang mereka minta untuk dapat mengikuti Program Kalibrasi Ulang Tenaga Kerja ini,” ujar Kepala Departemen Imigrasi Khairul Dzaimee Daud dalam pernyataan yang dirilis Jumat, sehari setelah menteri dalam negeri mengumumkan rencana program tersebut.
“Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) menginformasikan kepada semua majikan yang tertarik untuk berpartisipasi dalam program ini, untuk mengirim lamaran mereka melalui email mulai 16 November 2020.”
Hanya pengusaha dari empat sektor - manufaktur, konstruksi, pertanian, dan perkebunan - yang dapat mengajukan lamaran, kata Daud.
Rencana lain, bagi pekerja tidak berdokumen untuk mendaftar kembali agar dapat ke negara asalnya, juga mulai hari Senin dan akan berlangsung selama enam setengah bulan.
Pada Oktober lalu, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengatakan bahwa perkebunan kelapa sawit dan karet mengalami kekurangan tenaga kerja setelah pemerintah menutup perbatasan Malaysia untuk menahan laju penyebaran pandemi COVID-19.
Rencana untuk melegalkan pekerja yang di empat sektor tersebut "penting untuk pemulihan semua sektor ekonomi yang terguncang oleh dampak negatif COVID-19," ujar Kementerian Dalam Negeri dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis.
Bank Dunia memperkirakan bahwa ada 1,23 juta sampai 1,46 juta migran tidak berdokumen yang bekerja di Malaysia pada 2017, sementara kantor berita Reuters mengatakan bahwa dua juta orang lagi adalah pekerja asing yang terdaftar.
Perkebunan kelapa sawit di Malaysia sangat mengandalkan tenaga kerja asing. Menurut data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia, sekitar 80-85 persen dari tenaga kerja di perkebunan, atau 265.000 orang adalah pekerja asing berdokumen.
Menurut pernyataan dari kementerian minggu lalu, pekerja dapat tinggal di Malaysia sementara majikannya mengajukan legalisasi mereka. Program ini juga berlaku untuk pekerja asing yang ditahan oleh imigrasi.
Pada Januari lalu, imigrasi Malaysia menahan lebih dari 400 orang asing setelah memberikan waktu lima bulan bagi mereka untuk menyerahkan diri dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Mei, imigrasi menahan ratusan pekerja lainnya, setelah mengadakan razia pembatasan sosial di masa pandemi.
Kepala imigrasi mengatakan pada minggu lalu bahwa majikan yang masuk daftar hitam karena pelanggaran terkait imigrasi tidak akan diizinkan untuk berpartisipasi dalam rencana untuk mengatur pekerja.
Dia juga mengatakan bahwa Kementerian Sumber Daya Manusia, Kementerian Dalam Negeri dan Departemen Tenaga Kerja untuk Semenanjung Malaysia akan bekerja sama dalam memutuskan apakah akan menyetujui aplikasi yang masuk setelah Departemen Imigrasi memverifikasi mereka.
Pengusaha harus mendaftar melalui Sistem Manajemen Pekerja Asing Terpadu (ePPAx) yang ada di departemen imigrasi. Menurut informasi di situs webnya, sistem ini akan memproses permintaan dalam tujuh hari.
Di ePPAx, kelayakan pelamar diukur dengan menggunakan beberapa tolok ukur, termasuk nilai dan jangka waktu proyek dimana majikan mengajukan permohonan untuk menggunakan pekerja migran. Untuk pengusaha perkebunan, departemen akan mempertimbangkan jenis tanaman dan luas lahan serta jumlah pekerja lokal dan asing yang sudah dipekerjakan oleh pengusaha.
'Pertanyaan yang belum terjawab'
Baik Kementerian Dalam Negeri maupun Departemen Imigrasi tidak mengatakan berapa lama pekerja bisa tinggal setelah status mereka dinormalkan. Mereka juga tidak mengatakan berapa banyak yang harus dibayar pemberi kerja untuk setiap lamaran, atau apakah ada denda yang harus dibayarkan untuk setiap pekerja yang melamar.
Hal lain yang tidak juga diungkapkan adalah apakah pekerja tak berdokumen yang memilih untuk kembali ke negara mereka harus membayar penalti atau biaya aplikasi.
Menurut program Back for Good (B4G) yang diumumkan pada Juli 2019, pekerja ilegal dapat dipulangkan secara sukarela tanpa menghadapi tuntutan hukum, asalkan mereka dapat menunjukkan tiket untuk perjalanan pulang dan membayar denda masing-masing sebesar 700 ringgit (US $ 170).
Menteri Dalam Negeri Hamzah Zainudin hanya mengatakan pada hari Kamis bahwa pemerintah mengharapkan untuk mendapatkan sekitar 90 juta ringgit ($ 27,9 juta) "melalui pembayaran gabungan dan lainnya" yang dikenakan pada para migran dan majikan.
BenarNews menghubungi pejabat di Departemen Imigrasi untuk mengetahui semua detail ini pada hari Senin. Namun mereka mengatakan tidak ada detil lain yang akan diberikan saat ini selain yang sudah disebutkan dalam pernyataan Daud pada hari Jumat.
Kelompok advokasi hak asasi manusia Tenaganita melihat ada masalah dengan kurangnya informasi yang detil ini.
“Kami masih memiliki banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang program legalisasi (kalibrasi ulang) baru bagi pekerja migran tidak berdokumen. Jangan terburu-buru membayar siapa pun. Tunggu sampai ada informasi resmi dan terverifikasi,” kata Tenaganita pada hari Jumat, dalam berbagai poster yang diunggah di akun media sosialnya.
Poster-poster tersebut menggunakan berbagai bahasa termasuk bahasa Nepal, Bengali, Tagalog, Indonesia dan Inggris.
Glorene A. Das, direktur eksekutif Tenaganita, mengatakan pada hari Senin bahwa bila dilihat sekilas, program untuk normalisasi beberapa pekerja asing tampak menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat mengarah pada eksploitasi pekerja migran di banyak industri yang tidak diatur.
Pada bulan September, Amerika Serikat mengumumkan larangan yang berlaku seketika atas impor minyak sawit dan produk terkait dari perusahaan Malaysia FGV Holdings Berhad, dan mengatakan bahwa ada hasil penyelidikan yang dilakukan selama setahun yang menemukan tanda-tanda terjadinya kerja paksa dalam proses produksi.
“Jangan sampai nanti ada narasi lain mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan hak buruh terkait dengan industri-industri ini,” kata Das kepada BeritaBenar. Dia menambahkan bahwa pemerintah tidak boleh menggunakan fakta bahwa mereka melegalkan pekerja sebagai alasan untuk tidak bertanggung jawab atas pelanggaran hak-hak pekerja.
“Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk berkonsultasi dengan pengusaha, perwakilan pekerja migran, perwakilan diplomatik dan organisasi masyarakat sipil yang bekerja dengan pekerja migran di tingkat akar rumput, tentang cara terbaik untuk mengembangkan dan melaksanakan program 'legalisasi'. '"
Das menambahkan, pengesahan rencana TKI tidak berdokumen sebaiknya tidak hanya untuk menambah kas pemerintah.
“Pertimbangan untuk 'melegalkan' buruh migran tidak berdokumen dengan izin kerja untuk satu atau dua tahun memerlukan adanya komitmen tegas dari pemerintah untuk memastikan buruh migran tidak lagi digunakan sebagai ATM (Anjungan Tunai Mandiri), kata Das.
“Komitmen ini harus didukung oleh rencana implementasi yang transparan dan dipikirkan secara matang untuk memastikan bahwa pekerja migran yang ingin mengajukan izin kerja sementara dapat melakukannya tanpa kerumitan dan tanpa biaya yang harus mereka tanggung sendiri.”
Hamzah telah mengatakan pada minggu lalu bahwa Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sumber Daya Manusia akan terlibat dengan kedutaan besar dan komisi tinggi, serta pelaku industri, untuk memberi tahu pengusaha dan imigran tidak berdokumen tentang detil dari rencana kalibrasi ulang dan pemulangan.
Kekurangan tenaga kerja
Asosiasi Minyak Sawit Malaysia mengatakan langkah untuk mengatur pekerja tidak berdokumen akan membantu pemilik perkebunan kecil dan industri lain untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja akibat COVID-19, yang telah menyebabkan mereka mengalami kerugian sebanyak 30 persen dari potensi keuntungan sejak pandemi bermulai.
Perwakilan dari produsen produk minyak sawit FGV Holdings Berhad tidak menanggapi permintaan dengan segera pertanyaan yang diajukan BeritaBenar.
Sementara itu, Sime Darby, produsen minyak sawit lainnya, mengatakan mereka perlu lebih banyak waktu untuk menanggapi permintaan komentar BenarNews.
Kedua perusahaan tersebut adalah salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit dan karet terbesar di Malaysia.
Mohammad Khorshed Alam Khastagir, wakil komisaris tinggi di Kedutaan Besar Bangladesh di Malaysia, mengatakan kepada BenarNews bahwa inisiatif Malaysia untuk melegalkan beberapa pekerja tidak berdokumen dari 15 negara, termasuk Bangladesh, adalah langkah baik di saat pandemi ini.
“Karena pekerja tidak berdokumen tidak dijamin haknya, mereka disiksa di mana-mana dan harus bekerja dengan upah yang sangat rendah hanya untuk bertahan hidup. Melalui kesempatan ini, meski hanya beberapa ribu orang Bangladesh bisa dilegalkan, remitensi ang mereka kirim akan berdampak positif pada perekonomian Bangladesh, ”kata Khastagir.
Sementara itu, seorang pejabat senior di kedutaan yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, dari sekitar 500.000 pekerja Bangladesh di Malaysia, hampir 300.000 diantaranya tidak berdokumen.
Aktivis hak asasi manusia, Suraya Ali, mengatakan bahwa program pemerintah ini bisa diperbaiki.
“Program pemerintah ini bagus tapi perlu disempurnakan agar pekerja dan pengusaha mengikuti prosedur,” ujar Ali.
Menteri dalam negeri Hamzah mengatakan pekan lalu bahwa setelah batas waktu 30 Juni 2021 untuk mengajukan pengesahan, Departemen Imigrasi akan memulai penerapan Rencana Penegakan Holistik terhadap Imigran Ilegal.
Hamzah mengatakan bahwa berdasarkan rencana ini, majikan yang dinyatakan bersalah mempekerjakan orang asing tanpa izin yang sah akan diberi hukuman maksimal 50.000 ringgit, atau hukuman penjara 12 bulan, atau keduanya, untuk setiap imigran tidak berdokumen yang dipekerjakan.
Majikan yang dinyatakan bersalah mempekerjakan lebih dari lima pekerja migran tidak berdokumen akan dihukum dengan "rotan," yang artinya mereka akan dicambuk, katanya.
Hamzah juga mengatakan bahwa dia dan menteri sumber daya manusia M. Saravanan akan menjadi ketua bersama komite khusus yang akan bertemu setiap tiga bulan untuk membahas apakah akan memperluas rencana legalisasi untuk imigran tidak berdokumen ini ke sektor lain.
Pertemuan pertama dijadwalkan pada 3 Desember.
Jesmin Papri di Dhaka berkontribusi untuk laporan ini.