Malaysia-Indonesia Sepakati Perlindungan TKI dan Kebijakan Korider Perjalanan

PM Malaysia juga menyebut pemberlakuan amnesti atau penghapusan kewajiban meninggalkan Malaysia bagi TKI yang habis masa kerja.
Arie Firdaus
2021.11.10
Jakarta
Malaysia-Indonesia Sepakati Perlindungan TKI dan Kebijakan Korider Perjalanan Foto yang dirilis oleh Istana Kepresidenan Indonesia dan diambil pada 10 November 2021 ini, menunjukkan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob (kiri) saling memberikan salam sebelum pertemuan bilateral di Bogor, Jawa Barat.
Istana Kepresidenan/AFP

Perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia dan pembukaan koridor perjalanan antara kedua negara menjadi fokus pembicaraan dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan mitranya Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yakoob, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/11).

“Saya mendorong kiranya MoU (Memorandum of Understanding) perlindungan tenaga kerja domestik Indonesia dapat segera diselesaikan. Kemudian juga mengenai izin Community Learning Center di Semenanjung, juga bisa diberikan izinnya sesuai prinsip hak pendidikan bagi semuanya,” ungkap Presiden Jokowi.

Ini adalah pertama kalinya Ismail bertemu Jokowi dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri sejak ia dilantik Agustus lalu.

Merespons Jokowi, Ismail mengatakan, "TKI di Malaysia akan dijaga sebaik mungkin."

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, Indonesia mengirimkan tenaga kerjanya terbanyak ke Malaysia dengan jumlah 79.662 orang disusul Taiwan (79.574 orang) dan Hong Kong (70.840), di samping ke sejumlah negara lainnya.

Walaupun kedua negara memiliki rumpun budaya yang sama, tenaga kerja asal Indonesia banyak yang mendapatkan pengalaman tidak baik di Malaysia, dari tidak menerima gaji seperti yang dijanjikan, penyiksaan, hingga meninggal dunia karena perlakuan buruk di tempat kerja.

“Saya dan Presiden mencatat kemajuan proses MOU perekrutan dan perlindungan pekerja domestik di Malaysia, dan saya memberikan jaminan menyegerakan penadatanganan MOU,” ujar Ismail.

Ia mengatakan beberapa kebijakan telah digodok otoritas Malaysia untuk melindungi pekerja Indonesia, mulai dari menyediakan perumahaan layak huni, kebijakan e-gaji, dan saluran pengaduan bagi pekerja asing yang bermasalah dengan majikannya.

"Mereka bisa mengadu direct kepada Kementerian Tenaga Kerja Malaysia. Hal itu untuk memberikan perlindungan kepada pekerja yang teraniaya, seperti soal gaji atau perkara lain," ujar Ismail.

Perihal lain adalah kebijakan amnesti atau penghapusan kewajiban meninggalkan Malaysia bagi TKI yang telah habis masa kerja.

"Jika ikut aturan imigrasi, mereka tidak boleh lagi ada di Malaysia, tapi sekarang mereka bebas memilih apakah terus bekerja di Malaysia atau pulang ke Indonesia," ujarnya.

Pembukaan perbatasan

Dalam rangka pemulihan ekonomi, kedua negara juga sepakat untuk membuka perbatasan internasional kedua negara.

“Hari ini saya dan Bapak Presiden telah mencapai persetujuan supaya Malaysia dan Indonesia dapat melaksanakan suatu koridor perjalanan antara kedua-dua negara melalui aturan Travel Corridor Arrangement (TCA) atau Vaccinated Travel Lane (VTL),” kata PM Malaysia, seperti dikutip dalam rilis Sekretariat Kabinet.

Jokowi dan Ismail juga bersepakat untuk membuka kembali jalur penerbangan antarkedua negara, dimulai dengan rute Jakarta-Kuala Lumpur dan sebaliknya serta Kuala Lumpur-Denpasar dan sebaliknya pada awal 2022.

Isu Myanmar

Isu kawasan juga dibahas kedua pemimpin dalam pertemuan tersebut, termasuk konflik di Myanmar pascakudeta yang dilakukan junta militer di negara itu terhadap pemerintahan yang sah Februari lalu.

PM Ismail mengkhawatirkan kemungkinan peningkatan jumlah pengungsi asal Myanmar ke negara-negara tetangga jika konflik politik di sana tidak dituntaskan segera.

Ismail mengatakan Malaysia yang menjadi tujuan pengungsi Rohingya akan terus mendorong usaha-usaha ke arah proses repatriasi warga Rohingya ke tempat asal mereka di wilayah Rakhine di Myanmar.

"Malaysia sangat menyadari kegawatan situasi yang ada di Myanmar yang bisa menambah jumlah pengungsi Rohingya," kata Ismail dalam keterangan pers bersama Jokowi.

Malaysia, terang Ismail, saat ini menampung sekitar 200.000 pengungsi etnis Rohingya akibat konflik berkepanjangan di Myanmar dan berpotensi terus bertambah di masa mendatang.

Lebih dari 1 juta Muslim Rohingya telah mengungsi akibat persekusi di Myanmar, yang penduduknya mayoritas beragama Buddha.

Hampir 750.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh setelah Myanmar melancarkan serangan militer terhadap kelompok minoritas di Rakhine utara pada Agustus 2017. Mereka kini mereka masih mendekam di puluhan kamp pengungsi di Bangladesh.

Merujuk data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) per Juni 2021, setidaknya 200.000 penduduk Myanmar telah mengungsi ke negara lain. Pengungsi tak hanya dari etnis Rohingya, namun juga dari etnis lain seperti Chin yang bermukim di sisi barat negara dan Karen yang bermukim di daerah perbatasan dengan Thailand.

PBB melaporkan korban warga sipil meninggal dunia pascakudeta Myanmar sejak awal Februari mencapai lebih dari 1.000 orang.

Di berbagai kesempatan, Indonesia dan Malaysia bersikap tegas dalam mengecam junta Myanmar yang dinilai tidak serius untuk mengembalikan negara tersebut ke pemerintahan demokratis seperti mandat dari Konsensus Lima Poin yang disepakati dalam KTT ASEAN di Jakarta, April lalu, yang juga dihadiri pimpinan Junta.

Konsensus itu mencakup penghentian kekerasan di Myanmar, membuka dialog, memberi akses bagi bantuan kemanusiaan, penunjukan utusan khusus ASEAN dan memberi akses penuh bagi utusan tersebut dalam bertemu para pihak di Myanmar.

Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai Indonesia dan negara ASEAN lain dapat mengajak China untuk terlibat dalam penyelesaian konflik di Myanmar. Pasalnya Myanmar selama ini sangat bergantung kepada negara tersebut, seperti dalam perdagangan.

"Indonesia atau Malaysia tidak bisa menekan karena tidak ada yang bisa ditawarkan," ujar Rezasyah kepada BenarNews.

"Maka, ASEAN harus mendekati Beijing untuk membujuk junta Myanmar membuka diri dan menjalankan poin-poin konsensus."

Selain isu Myanmar, kedua negara juga membahas tentang isu Laut China Selatan di mana kedua kepala negara sepakat bahwa masalah ini harus diselesaikan lewat diplomasi dengan merujuk kepada Konvensi PBB untuk Hukum Laut, atau UNCLOS.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.