Malaysia Gelar Konferensi Internasional Deradikalisasi

Ahmad Najmi dan Fahirul N. Ramli
2016.01.23
160223_ID_Deradicalization_620 Aparat kepolisian Indonesia membawa peti jenazah warga negera Kanada, Tahar Amer-Quali, salah seorang korban serangan teroris di Jakarta pada 14 Januari lalu.
AFP

Para menteri, pejabat senior dan pakar penanggulangan terorisme dari 19 negara akan hadir di Kuala Lumpur, Senin (25/1) mendatang, untuk merumuskan strategi penanggulangan pandangan-pandangan ekstremis yang digalakkan para militan Negara Islam (ISIS).

Konferensi yang akan digelar selama dua hari mendatang bertajuk “Deradikalisasi dan Penanggulangan Ektremisme”. Penjagaan pun diperketat menyusul serangan mematikan ISIS di jantung ibukota Indonesia, Jakarta, yang menjadi barometer menguatnya ancaman kelompok militan ini di wilayah Asia Tenggara.

“Tujuan utama konferensi ini adalah untuk meningkatkan kerjasama antara badan-badan keamanan di seluruh dunia dalam program-program deradikalisasi,” jelas Kementerian Dalam Negeri Malaysia dalam pernyataan resminya, Jumat lalu.

“Negara-negara yang turut serta diharapkan dapat berbagi dan menganalisis pengalaman masing-masing dalam program-program deradikalisasi, serta mengidentifikasi kelompok-kelompok sasaran yang mudah terpengaruh ideologi militan para ekstremis. Peran pemerintah juga sangat diharapkan dalam merehabilitasi mereka untuk kembali ke masyarakat,” ujar Kementerian.

Kejahatan Baru

Konferensi tersebut diharapkan dapat dihadiri oleh para menteri negara-negara Asia Tenggara yang bertanggung jawab dalam memberantas ancaman-ancaman para militan ekstremis. Selain itu, ada sepuluh rekan strategis ASEAN lainnya yang diharapkan dapat mengirimkan para wakilnya ke konferensi tersebut, yakni Amerika Serikat, Prancis, Australia, Inggris, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Jepang, Cina, dan Italia.

Kementerian juga menambahkan diskusi akan dibagi dalam dua sesi utama. Pertemuan yang pertama yaitu untuk merumuskan perjanjian bersama dalam upaya deradikalisasi, dan yang kedua yakni sidang paripurna, dimana para menteri akan menjelaskan upaya deradikalisasi masing-masing terhadap para perwakilan negara peserta.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang menyebut ISIS sebagai “kejahatan baru” yang menodai nama baik Islam, dijadwalkan akan membuka konferensi tersebut.

Najib telah memerintahkan aparat kepolisian dan militer negara tersebut untuk memperketat pengamanan di kawasan-kawasan umum dan pariwisata di Kuala Lumpur, setelah insiden Jakarta, 14 Januari lalu, yang mengakibatkan tewasnya empat orang sipil dan empat orang pelaku.

“Kami ingin agar masyarakat merasa aman,” ujarnya.

“Kami ingin masyarakat tetap menjalankan rutinitas mereka sehari-hari dan tidak terlalu khawatir, karena aparat kami mampu menjamin keamanan di sini,” kata Najib seperti dikutip dari media setempat.

Malaysia yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim telah menahan lebih dari seratus orang atas keterlibatan mereka dalam gerakan ISIS. Pemerintah setempat menyebutkan 55 orang berkebangsaan Malaysia di antaranya terlibat gerakan ISIS di Irak dan Suriah, dimana 17 di antaranya tewas dalam pertempuran di sana. Data tersebut diperoleh media setempat dari laporan intelijen.

Dalam sebuah wawancara dengan Berita Benar, Akhbar Satar, Direktur Pusat Manajemen Kejahatan Penipuan dan Institut Kriminologi Universitas HELP, mengatakan bahwa Malaysia berada dalam pengawasan ISIS. Hal ini, ujar Akhbar, terungkap dalam laporan terbaru majalah daring propaganda ISIS, Dabiq.

Dia mengatakan ideologi ISIS berkembang dengan cara merebut simpati kaum Muslim atas kejahatan yang menimpa negara-negara Islam seperti Palestina, Suriah, Irak dan lainnya.

Atory Hussain, seorang pengajar senior di Universitas Sains Malaysia, memperingatkan pemerintah bahwa para mahasiswa Malaysia yang melanjutkan pendidikan mereka di negara-negara Timur Tengah kemungkinan telah terpapar pengaruh ISIS, sehingga dibutuhkan tindakan cepat dari aparat.

Standar Tersendiri

Malaysia sendiri dilaporkan telah mempersiapkan kerangka kerja konferensi tersebut sejak awal Oktober tahun lalu.

Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi, yang juga merupakan Menteri Dalam Negeri negara tersebut, mengatakan bahwa konferensi diharapkan dapat melahirkan prosedur-prosedur operasi standar dalam upaya memberantas gerakan-gerakan radikalisasi ISIS dan kelompok-kelompok militan lainnya.

“Program deradikalisasi tersebut sangatlah penting, sehingga membutuhkan standar tersendiri yang digunakan di tingkat internasional,” ujarnya seperti dikutip kantor berita Bernama.

“Malaysia memiliki pengalaman yang cukup lama dalam upaya deradikalisasi,” ujarnya.

Contohnya, lanjut dia, ketika negara tersebut sukses memberantas kelompok-kelompok sempalan komunis yang bermunculan usai Perang Dunia II di bawah kekuasaan Inggris. Saat itu kaum pemberontak menyerang perkebunan-perkebunan karet, tambang timah, dan kota-kota di sana.

Dewan Keamanan Nasional Malaysia pekan ini dilaporkan tengah membahas rencana pembangunan pusat pemberantasan propaganda daring ekstremis ISIS.

Pusat pemberantasan ini dijadwalkan segera dibangun, namun media setempat mengatakan Najib masih enggan menyebutkan lokasinya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.