Malaysia: Dialog akan Dilakukan dengan Pemerintah Sipil Bayangan Myanmar jika Upaya ASEAN Gagal

ASEAN sedang dalami rencana pelarangan junta Burma hadir di KTT-nya.
Hadi Azmi, Ronna Nirmala dan Shailaja Neelakantan
2021.10.06
Kuala Lumpur, Jakarta dan Washington
Malaysia: Dialog akan Dilakukan dengan Pemerintah Sipil Bayangan Myanmar jika Upaya ASEAN Gagal Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing (kanan), bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Erywan Yusof (kiri) di Naypyidaw, Myanmar, 4 Juni 2021
Handout Kantor Berita Myanmar via AFP

Pemerintah Malaysia menyatakan pada Rabu bahwa pihaknya akan membuka dialog dengan pemerintah bayangan Myanmar jika junta gagal bekerja sama dalam upaya resolusi konflik yang dimotori ASEAN – ini menjadi statemen pertama oleh anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara mengenai hal itu.

Sementara itu, para anggota ASEAN sedang mendiskusikan mengeluarkan Myanmar dari pertemuan puncak mereka mendatang karena negara tersebut dinilai "mundur" dari upaya blok tersebut untuk memulihkan perdamaian dan demokrasi di sana, kata utusan khusus ASEAN, beberapa hari setelah Malaysia mengungkapkan langkah tersebut secara publik yang oleh juru bicara junta dianggap hanya sebagai "pernyataan pribadi” dan bukan statemen ASEAN.

Seorang anggota parlemen Malaysia, Wong Chen, bertanya kepada Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah apakah Kuala Lumpur akan memulai dialog dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), pemerintah sipil bayangan di Myanmar, jika junta melarang utusan ASEAN itu berdialog dengan semua pihak.

“Proses untuk mengimplementasikan konsensus lima poin masih dikerjakan dengan segala kemampuan yang ada, oleh utusan khusus,” kata Saifuddin.

“Jika itu tidak terjadi … saya percaya apa yang diajukan oleh anggota parlemen itu … dapat dilakukan jika kesepakatan konsensus tidak dapat dicapai.”

Junta militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, dan mengklaim bahwa telah terjadi kecurangan Pemilu yang menyebabkan kemenangan telak bagi pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan organisasinya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Suu Kyi dan seluruh anggota NLD dijebloskan junta militer ke penjara.

Junta juga meminta pasukan keamanan untuk mengarahkan senjata ke rakyat mereka sendiri ketika ribuan pengunjuk rasa pro-demokrasi turun ke jalan di seluruh Myanmar pasca kudeta. Hampir 1.060 warga Burma, sebagian besar pengunjuk rasa anti-kudeta – telah dibunuh oleh pasukan dalam delapan bulan sejak itu.

Min Aung Hlaing, kepala junta Myanmar, telah menyetujui Konsensus Lima Poin hasil dari pertemuannya langsung dengan para pemimpin ASEAN lainnya di Jakarta pada 24 April lalu. Kelima butir konsensus yang disepakati itu terdiri dari segera diakhirinya kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, penunjukkan dan mediasi dialog oleh Utusan Khusus ASEAN, hingga pembukaan akses penyaluran bantuan kemanusiaan untuk masyarakat sipil yang terancam karena konflik pasca-kudeta militer awal Februari 2021.

Di Kuala Lumpur, Menlu Saifuddin mengatakan kepada parlemen Malaysia bahwa utusan khusus ASEAN untuk Myanmar dalam pengarahannya kepada para menteri luar negeri blok tersebut Senin lalu mengatakan bahwa Naypyidaw tidak mau bekerja sama dalam konsensus itu.

Jika itu terus berlanjut, beberapa langkah tegas perlu diambil, kata menteri luar negeri Malaysia itu.

'Saifuddin melakukan hal yang benar'

Pada hari Senin, Saifuddin telah merekomendasikan langkah pertama ini, ketika dia dengan tegas mengatakan bahwa jika tidak ada kemajuan yang dicapai pada konsensus ASEAN, kepala junta Myanmar Min Aung Hlaing harus dikeluarkan dari KTT ASEAN mendatang yang dijadwalkan pada 26-28 Oktober.

Pernyataan Menteri Malaysia itu didengarkan ASEAN.

Erywan Yusof, Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam dan juga Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, mengatakan desakan untuk tidak mengikutsertakan pimpinan junta Min Aung Hlaing dalam KTT tengah dibahas secara intensif antaranggota dan juga mitra dialog blok regional itu. 

“Yang bisa saya sampaikan saat ini adalah, kita sedang mendiskusikan tentang hal ini secara dalam,” ujar Erywan dalam konferensi pers di Bandar Seri Begawan.

Dia mengatakan apakah anggota ASEAN lainnya juga telah mengemukakan gagasan yang sama, tetapi para analis mengatakan awal pekan ini bahwa pernyataan publik yang kuat, seperti pernyataan Malaysia, akan memberi tekanan pada ASEAN sebagai sebuah blok.

Namun demikian, juru bicara junta Myanmar melihat gagasan itu semata hanya milik Malaysia, ketika Radio Free Asia (RFA), yang terafiiasi dengan BenarNews, menanyakannya pada Selasa.

"Ini hanya pernyataan pribadinya," kata juru bicara junta Zaw Min Tun kepada RFA, merujuk pada Menteri Luar Negeri Saifuddin.

“Itu bukan sikap ASEAN, karena itu perlu consensus,” tegas Zaw Min menambahkan bahwa komentar Menlu Malaysia itu harus dianggap hanya sebagai komentar pribadi.

Ketika ditanya tentang bagaimana hal itu akan mempengaruhi pemerintah militer Myanmar jika pemimpinnya dilarang menghadiri KTT, Zaw Min mengatakan,

“Terlepas dari beberapa kritik di komunitas internasional, tidak akan ada [konsekuensi].”

“Mungkin ada, kurang lebih, beberapa dampak pada proyek atau pertemuan ASEAN tertentu atau pekerjaan yang dilakukan bersama dengan negara lain.”

Seorang analis politik regional, Oh Ei Sun, memuji pernyataan Menlu Malaysia itu mengenai pengeluaran Junta Myanmar dari KTT ASEAN nanti dan juga keinginannya untuk berdialog dengan pemerintah bayangan Burma.

“Saifuddin melakukan hal yang benar: meningkatkan tekanan pada junta yang keras kepala tersebut,” kata Oh, dari Institute of International Affairs di Singapura kepada BenarNews.

“Junta sepertinya tidak akan ramah lagi terhadap investasi dan bisnis Malaysia di sana. Tapi itulah harga yang harus dibayar untuk kepemimpinan diplomatik. Malaysia juga harus bisa mempengaruhi negara ASEAN yang berpikiran sama untuk mengambil sikap tegas seperti Indonesia misalnya.”

Mengakui pemerintah sipil paralel Myanmar akan menguntungkan ASEAN, menurut analis isu Asia Tenggara lainnya, Azmi Hassan.

“Negara-negara ASEAN yang mengancam akan mengakui NUG akan menekan junta militer untuk menepati janji yang mereka buat pada bulan April kepada ASEAN,” katanya kepada BenarNews.

“Meskipun akan membuat junta geram, ASEAN akan mendapatkan mitra dialog yang kuat dengan terlibat dengan NUG.”

Bukan macan ompong

Lina Alexandra, Peneliti Senior Departemen Hubungan Internasional dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, mengatakan munculnya desakan untuk tidak mengikutsertakan Myanmar adalah sikap tepat. 

“ASEAN harus bisa menunjukkan bahwa mereka bukan cuma macan ompong. Untuk menunjukkan ASEAN yang sekarang berbeda dari yang dulu, karena sekarang sudah ada Piagam ASEAN dengan prinsip-prinsip yang equal dengan prinsip non-intervensi, seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan lainnya,” kata Lina kepada BenarNews, Rabu. 

“Memberikan ‘sanksi’ kepada Myanmar untuk tidak hadir, ini penting. Tapi ini harus menjadi strategi awal, bukan long-term,” ujarnya, “harus ada strategi lanjutan yang menunjukkan upaya ASEAN untuk tetap engage, menekankan peran ASEAN sebagai opsi terbaik bagi Myanmar ketimbang tawaran pihak internasional lainnya.” 

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.