Analis: ‘Promosi Gaya Hidup LGBT’ Dapat Ancam Eksistensi Mereka

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.02.19
Jakarta
160219_ID_LGBT_1000 Seorang pria sedang melihat emoji khusus gay dari aplikasi pesan instan telepon pintar miliknya di Jakarta, 12 Februari 2016. Pemerintah meminta semua emoji LGBT untuk dihapus dalam aplikasi pesan instan.
AFP

Kampanye seputar lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia yang semakin marak belakangan ini dikhawatirkan dapat menjadi serangan balik bagi eksistensi mereka, padahal, selama ini mereka relatif aman dan ditolerir dalam kehidupan sehari-hari, demikian menurut analis.

Namun demikian, para aktivis transgender menolak anggapan bahwa kampanye tersebut untuk mempromosikan gaya hidup mereka, melainkan untuk mendapatkan pengakuan bahwa mereka memang ada di tengah masyarakat.

Sosiolog alumni Universiti Kebangsaan Malaysia dan anggota Eminent Persons Group on Malaysia bentukan pemerintah, Musni Umar, mengatakan bahwa masalah itu menjadi kontroversi setelah maraknya kampanye terutama di media sosial yang menurutnya mempromosikan gaya hidup LGBT.

"Ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat dan bisa dipahami. Namun kita harus pastikan jangan sampai ada tekanan fisik, diskriminasi terhadap mereka atau hal-hal lain yang membuat mereka jadi tidak nyaman," ujar Musni kepada BeritaBenar, Jumat, 19 Februari 2016.

"Kita harus cegah, jangan sampai promosi perilaku LGBT membuat masyarakat akan bertindak main hakim sendiri dan melakukan kekerasan terhadap mereka," tambahnya.

Untuk mendapat pengakuan

Namun, aktivis transgender asal Kediri, Jawa Timur, Merlyn Sopjan mengatakan kampanye yang mereka lakukan lebih untuk mendapatkan pengakuan keberadaan mereka di masyarakat. Dia juga berharap agar tidak terjadi diskriminasi dan mendapat perlindungan dari kekerasan.

Merlyn, yang sekarang bekerja sebagai staf program di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengaku, kampanye itu bukan untuk mendapatkan pengakuan secara legal atau legalisasi pernikahan sejenis, namun lebih kepada upaya agar memperoleh akses layanan publik yang lebih baik.

"Kita tidak pernah berpikir sejauh itu. Sudah 20 tahun saya berkiprah di dunia ini belum pernah ada pembahasan seperti itu, atau misalnya sampai ingin membentuk partai politik," ujar Merlyn saat dihubungi BeritaBenar.

"Kalaupun ada kegiatan, bukan untuk mengajak orang lain menjadi sama (seperti kami). Kegiatannya lebih pada pengenalan isu-isu mendasar seperti hak asasi manusia, pemberdayaan, peningkatan kesadaran terhadap HIV-AIDS, tapi malah disinyalir sebagai propaganda LGBT," tambahnya.

Negara ‘jamin’ hak LGBT

Sementara Senin lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa perbedaan preferensi seksual merupakan ranah pribadi, tapi bukanlah sesuatu yang perlu disampaikan kepada publik.

"Itu kita anggap biasa, karena itu bersifat pribadi. Itu menjadi salah jika menjadi suatu gerakan untuk mempengaruhi orang lain, apalagi ingin meresmikan semacam kawin (sesama jenis) itu," ujar Kalla kepada wartawan di Istana Wapres.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan bahwa negara menjamin hak-hak LGBT dalam pemenuhan hajat hidup mereka, namun bukan gaya hidup seperti promosi dan kampanye untuk memperbanyak komunitas tersebut.

“Negara juga menghargai negara yang melegalkan LGBT, dan Indonesia memilih sikap tersendiri, menolak LGB dan memahami Transgender,” ujar Lukman dalam rapat terbatas mengenai keberadaan LGBT di Indonesia bersama sejumlah menteri dan pejabat tinggi lain, Rabu lalu.

Menurutnya, sikap tersebut didasarkan pada rekomendasi WHO, bahwa setiap negara berhak mengambil pendekatan dan kebijakan berbeda sesuai tata nilai dan kearifan masing-masing.

“Ajaran agama umumnya selaras dengan nilai-nilai universal, karenanya semua agama tidak mentolerir perilaku atau praktik LGBT ini. Karena Indonesia adalah masyarakat yang religius, maka konstitusi Indonesia pun tidak mengakomodasi atau tidak memberikan porsi terhadap perilaku seperti ini, misalnya dalam Undang Undang Perkawinan dan administrasi kependudukan,” ujar Lukman dalam siaran pers Kementerian Agama yang diterima BeritaBenar.

Fakta Medis

Walaupun ada pendapat yang menyatakan LGBT sebagai bentuk penyimpangan, pakar medis mengatakan hal berbeda. Ahli saraf dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mengatakan menurut fakta medis, LGBT bukan merupakan penyakit.

"LGBT bukan penyakit. Dulu kita melihatnya sebagai kelainan, sekarang variasi kehidupan saja. Dalam biologi, enggak ada yang enggak normal. Semua hanya variasi," kata Roslan seperti dilansir Kompas.com 9 Februari lalu.

Dia menegaskan bahwa kecenderungan seseorang menjadi homoseksual atau transgender sudah terbentuk sejak orang itu masih berupa janin di dalam kandungan.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, seperti dilansir di laman VOA, dokter spesialis yang akrab disapa Ryu itu juga menegaskan bahwa orientasi seksual LGBT tidak tumbuh akibat salah pergaulan dan tidak menular.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.