Lapas Didesak Terpisah dari Kemenkumham
2016.03.17
Jakarta
Kaburnya tujuh narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Paledang, Bogor, Minggu lalu, dan aneka masalah di penjara dinilai karena pengelolaan tak professional di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Untuk itu, desakan agar pengelolaan Lapas berada di bawah badan otonom yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, kembali disuarakan. Hal itu dianggap dapat menjadi solusi semrawutnya pengelolaan Lapas selama ini.
"Harus diakui, pengelolaan Lapas di Indonesia masih jauh dari profesional," tegas anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil kepada BeritaBenar, beberapa hari lalu.
"Makanya harus dipisah dari Kemenkumham. Enggak bisa dikelola oleh Ditjen PAS (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan) karena terlalu besar. Rumit itu (pengelolaan Lapas)," tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Pendapat yang sama diutarakan mantan Ditjen PAS, Handoyo Sudrajat. Dia menilai, pembentukan badan otonom untuk mengelola Lapas bakal mampu memotong banyak jenjang birokrasi yang ada selama ini.
"Anggaran, misalnya. Tak perlu lagi melalui kementerian, kan?" ujarnya.
"Selama ini, ada jarak antara Kemenkumham sebagai regulator dan Ditjen PAS sebagai pelaksananya. Kalau dipisah, bisa lebih dekat Ditjen PAS nanti dengan unit-unitnya," lanjut Handoyo.
Kaburnya tujuh narapidana Lapas Paledang terjadi sekitar pukul 03.50 WIB Minggu dinihari lalu, 13 Maret 2016. Mereka kabur setelah menggergaji terali sel tahanan dan memanjat tembok Lapas. Dua dari tujuh narapidana dilaporkan sudah kembali ditangkap.
Punya segudang masalah
Masalah kabur narapidana sebenarnya bukan satu-satunya masalah. Kasus itu juga sering terjadi di sejumlah Lapas di Indonesia.
Selain itu, banyak Lapas di Indonesia kelebihan penghuni sehingga tak sesuai dengan kapasitas yang ada.
Beberapa masalah lain seringkali muncul adalah bebas berkeliaran narapidana tajir di luar penjara dan berkembangnya pabrik narkoba dalam sel tahanan.
Kedua masalah ini muncul setelah narapidana kongkalikong dengan petugas Lapas. Ada narapidana sering keluar dari Lapas setelah menyogok petugas.
Direktur Central Detention Studies (CDS) Ali Aranoval tak sejalan dengan pendapat Nasir dan Handoyo yang menilai pembentukan badan otonom bisa menjadi solusi perbaikan pengelolaan Lapas.
Ali berpendapat, ada hal yang mendesak untuk diperbaiki, ketimbang mewacanakan pembentukan badan otonom pengelola Lapas karena belum tentu ada jaminan akan lebih baik pengelolaannya.
"Kompetensi sumber daya petugas justru yang harus diperbaiki. Saat ini, kualitas SDM (Lapas) sangat memprihatinkan," ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.
"Harus ada perbaikan pendidikan dan regenerasi petugas-petugas Lapas. Banyak petugas yang tua-tua saat ini," tambahnya.
Hal lain, lanjut Ali, adalah perbaikan fasilitas dan prasarana Lapas. Tujuannya supaya kelebihan kapasitas di suatu Lapas bisa dihindari.
"Jangan sampai tak sebanding. Satu petugas berbanding 10 warga binaan, misalnya. Itu sudah termasuk ideal," kata Ali lagi.
Masih ada kekurangan
Akbar Hadi, juru bicara Ditjen PAS Kemenkumham yang dikonfirmasi BeritaBenar, Rabu, 16 Maret 2016, mengakui masih ada kekurangan dalam pengelolaan penjara seperti komitmen petugas Lapas dalam menjaga tahanan masih rendah dan terjadi kesalahan prosedur saat bertugas.
“Dalam menjaga napi korupsi, misalnya, kadang petugas tak berdaya dengan iming-iming yang ditawarkan. Misalnya kasus Gayus (Tambunan), yang bisa meninggalkan penjara, kan gara-gara itu,” kata Akbar.
Pihaknya terus membenani dan memperbaiki pengelolaan Lapas agar petugas tetap konsisten dalam bertugas.
“Kami juga harus menunjukkan ketegasan dengan memberi sanksi kepada petugas yang terlibat,” katanya.
Dia juga menyebutkan bahwa prasarana masih kurang sehingga banyak penjara yang melebihi kapasitas.
Terkait pemisahan dari kementerian, Akbar menyebutkan bahwa rencana itu pernah dibicarakan sebelumnya.
“Saya belum bisa katakan apa itu solusi lebih baik. Nanti akan dibahas dengan pihak terkait, jelasnya.
Hanya delapan sesuai kapasitas
Merujuk data lansiran Ditjen PAS Kemenkum HAM pada Maret 2016, dari 33 kantor wilayah (Kanwil) pemasyarakatan di seluruh Indonesia, hanya delapan kantor wilayah dengan Lapas yang tidak lebih kapasitasnya.
Kedelapan itu terletak di Yogyakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Sisanya 25 kantor wilayah lain, penghuni melebihi kapasitas Lapas. Yang paling parah adalah Kanwil Kalimantan Selatan yang kelebihan kapasitas mencapai 194 persen, disusul Riau yang kelebihan hingga 186 persen, dan Jakarta yang kelebihan 175 persen.
Secara total, jumlah Lapas yang ada di Indonesia adalah sebanyak 477 unit, dengan total tahanan dan narapidana mencapai 181.740 orang.