Kuitansi Sumbangan Jadi Bukti Baru Sidang Peninjauan Kembali Ba'asyir
2016.01.12
Jakarta
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir menyiapkan beberapa novum atau bukti baru di sidang peninjauan kembali (PK) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap, Jawa Tengah, mulai Selasa, 12 Januari.
Salah satu bukti yang disiapkan, menurut pengacaranya, adalah kuitansi sumbangan yang dikatakan dimaksudkan untuk korban kekerasan di Palestina.
"Itu (kuitansi) salah satu novumnya," kata anggota tim kuasa hukum Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, kepada BeritaBenar lewat sambungan telepon.
Dengan mengajukan novum itu, kuasa hukum Ba'asyir meminta agar kliennya dibebaskan dari segala tuduhan atau paling tidak mendapatkan keringanan hukuman.
Dalam vonis di PNJakarta Selatan pada Juni 2011 lalu, Abu Bakar Ba'asyir dihukum penjara 15 tahun karena terbukti sebagai perencana dan penghimpun dana pelatihan militer kelompok bersenjata di Aceh. Dana yang dihimpun Ba'asyir disebut senilai Rp350 juta.
Sidang peninjauan ini dilakukan beberapa hari setelah Achmad mengatakan bahwa kliennya menarik dukungan dari ISIS, seperti disampaikan kepada BeritaBenar, Senin.
Tak tahu soal pelatihan militer, tapi dukung
Dalam persidangan kali ini, Abu Bakar Baasyir sendiri kembali menegaskan bahwa dirinya tak mengetahui pelatihan militer kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho di Aceh pada tahun 2010 itu.
Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) itu mengaku baru mengetahui soal pelatihan itu setelah ramai diberitakan di televisi.
"Saya merasa dizalimi. Saya tak tahu bahwa dana yang dikumpulkan untuk pelatihan militer," ujar Abu Bakar Ba'asyir, seperti dituturkan Achmad Michdan.
Achmad Michdan menganggap atas dasar itulah kliennya seharusnya dinyatakan tidak bersalah. "Ibaratnya, kalau ada orang yang mengumpulkan uang untuk sumbangan. Tapi sumbangan itu ternyata diberikan ke pihak yang dipakai untuk kejahatan, apakah pantas yang memberi sumbangan disebut penjahat?" Michdan menambahkan.
Namun Bashir tampak melemahkan pengakuannya sendiri dengan kegigihannya mendukung kamp pelatihan di Aceh tersebut di dalam ruang pengadilan, seperti dilansir Agence France-Presse (AFP).
“Pelatihan fisik dan senjata di Aceh tersebut ditujukan untuk mempertahankan Islam dan Muslim di Indonesia dan di luar negeri, dan adalah kewajiban kaum Muslim untuk melakukan itu karena itu adalah perintah Tuhan,” kata Ba’asyir seperti dikutip AFP.
Ratusan pendukung Ba’asyir dengan menggunakan pakaian putih memenuhi ruangan sidang dan beberapa kali menyerukan “Allahu Akbar”, demikian diberitakan AFP.
Di proses persidangan tahun 2011 lalu, seorang saksi dari JAT bersaksi bahwa JAT memberikan sumbangan Rp 300 juta ke organisasi kemanusiaan MER-C untuk pembangunan rumah sakit Indonesia di Gaza, Palestina.
Selain mempersiapkan kuitansi sumbangan , tim kuasa hukum Ba’asyir juga berniat menghadirkan lima orang saksi yang bisa meringankan pria 77 tahun pendiri Pesantren Al-Mu'min, Ngruki, Sukoharjo, tersebut.
Mereka adalah Habib Rizieq Shihab yang merupakan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) dan Joserizal Jurnalis dari MER-C. Tiga saksi lain adalah terpidana kasus terorisme terkait pelatihan militer yang sama, yang juga sedang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan; yaitu Abdullah Sonata, Komarudin, dan Joko Sulistyo.
Babak baru kasus Ba'asyir
Sidang PK di PN Cilacap ini adalah babak baru proses hukum yang ditempuh Ba'asyir. Pada Oktober 2011 lalu, Mahkamah Agung memutus kasasi terkait Ba'asyir, dengan menganulir keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang sempat memotong masa hukuman Ba'asyir menjadi sembilan tahun penjara.
Ba'asyir harus menjalani hukuman sesuai ketetapan vonis PN Jakarta Selatan, yaitu 15 tahun penjara. Kembali memberatnya masa hukuman itulah yang menjadi dasar pertimbagan kuasa hukum Ba'asyir mengajukan PK.
"Hakim kasasi tak memberikan rasa keadilan karena memutus masa hukuman lebih berat bagi Ba'asyir. Sedangkan orang lain yang perannya lebih sentral dihukum lebih ringan," kata kuasa hukum Ba'asyir lainnya, Mahendradatta saat dihubungi BeritaBenar.
Mereka yang dinilai Mahendradatta memiliki peran lebih sentral ketimbang Ba'asyir adalah bendahara dan juga pengumpul dana latihan militer Aceh, Lutfi Haidaroh alias Ubaid, yang "hanya" divonis 10 tahun penjara, serta Joko Sulistryo alias Mahfud yang merupakan peserta pelatihan militer di Aceh. Ia divonis 14 tahun penjara.
Selain itu, Mahendradatta menilai hakim kasasi tak taat hukum lantaran tak menghadirkan saksi di persidangan kasasi. Ketika itu, hakim memang memeriksa saksi lewat teleconference. Hal ini, dianggap Mahendradatta bertentangan KUHAP pasal 185 ayat 1 tentang keterangan saksi yang harus diberikan di depan persidangan.
Namun hakim berpegangan pada aturan lain, yaitu Pasal 162 ayat 1. Aturan itu menyebutkan bahwa saksi diperbolehkan tak hadir langsung dipersidangan dengan alasan tertentu, seperti meninggal dunia, berhalangan hadir karena alasan sah, lantaran kediaman atau tempat tinggal yang jauh, dan ada kepentingan negara.
Dijaga ketat
Sidang pada hari Selasa itu berlangsung di bawah pengawasan ketat aparat keamanan gabungan kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia.
“Jumlahnya 1.164 personel,” kata juru bicara Kepolisian Daerah Cilacap, Brigadir Kepala Adriyanto lewat sambungan telepon kepada BeritaBenar.
Usai menjalani sidang, Ba’asyir langsung dibawa pulang ke LP Nusakambangan dengan penjagaan aparat bersenjata lengkap.
Sidang lanjutan bakal digelar pada 26 Januari mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi dan mendengarkan jawaban tim jaksa penuntut umum.
Dalam sidang perdana ini, tim jaksa yang terdiri dari Mayasari, Nana Wiyana, dan Rahmat Sori tak memberikan jawaban atas memori PK yang dibacakan tim kuasa hukum Ba’asyir.